UU Cipta Sudah Disahkan, Rencana Jokowi Selanjutnya Dibocorkan Menaker

Menurutnya, berbagai PP yang akan mengatur klaster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja tersebut, rencananya akan diselesaikan pada akhir Oktober 2020 in

Editor: Eko Setiawan
BPMI Setpres/Laily Rachev
Presiden Joko Widodo 

"Pengesahan RUU Cipta Kerja seolah tusukan dari belakang di tengah perjuangan masyarakat kita yang sedang sulit karena harus menghadapi pandemi."

"Harga diri bangsa kita, khususnya para kaum pekerja, terancam diinjak-injak oleh kepentingan kaum kapitalis yang tengah bersorak sorai."

"Mereka tengah bersuka cita karena pada akhirnya bisa menghisap habis tenaga kaum buruh di segala jenis pekerjaan tanpa terkecuali melalui status kontrak seumur hidup," kata Bukhori melalui keterangannya, Jumat (9/10/2020).

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bukhori Yusuf.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bukhori Yusuf. (DPR RI)

Ketua DPP PKS ini menjelaskan alasannya terkait UU Cipta Kerja yang berpotensi memperbudak bangsa sendiri.

Ia menilai, melalui UU Cipta Kerja, ketentuan outsourcing (pemborongan pekerjaan) bisa diterapkan di semua jenis pekerjaan.

Bukhori menjelaskan, dalam Pasal 65 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ketentuan terkait pemborongan pekerjaan (outsourcing) dapat dilakukan sepanjang memenuhi syarat berikut:

(1) dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

(2) dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;

(3) merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;

(4) tidak menghambat proses produksi secara langsung.

"Celakanya, di dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja justru menghapus pasal tersebut (red; pasal 65 UU 13/2003) yang memberikan batasan terhadap outsourcing."

"Artinya, outsourcing bisa bebas diterapkan di semua jenis pekerjaan tanpa terkecuali," ucapnya.

Padahal, lanjut dia, dalam UU 13 Tahun 2003, outsourcing hanya dibatasi di 5 (lima) jenis pekerjaan, (cleaning service, keamanan, transportasi, catering, dan jasa migas pertambangan) sebagaimana telah diatur dalam Pasal 66 Ayat (1).

"Sedangkan dalam Omnibus Law Pasal 66 ayat (1) tersebut dihapus. Artinya, semua jenis pekerjaan bisa di-outsourcing sehingga membuka ruang yang besar bagi perbudakan modern (modern slavery)."

"Konsekuensinya, apabila outsourcing dibebaskan, maka hilang job security dan kepastian bagi buruh untuk memperoleh jaminan kerja yang memadai," katanya.

"Hidup mereka tidak tenang karena selalui diliputi kecemasan dan ancaman pemutusan kerja sepihak sewaktu-waktu."

"Maka sudah semestinya Negara hadir melindungi rakyatnya dari perdagangan tenaga manusia oleh agen outsourcing ini dan secara serius memperjuangkan masa depan yang layak bagi kaum pekerja. Karena itu, saya meminta agar kita kembali pada UU No 13/2003," imbuhnya.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved