SETAHUN JOKOWI MARUF
Demo Tolak UU Cipta Kerja Memanas Jelang Setahun Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin, TNI-Polri Siaga
Penolakan UU Cipta Kerja membuat suasana di politik, hukum, dan keamanan menghangat jelang satu tahun pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Penolakan UU Cipta Kerja membuat suasana di politik, hukum, dan keamanan menghangat jelang satu tahun pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.
DPR telah mengesahkan UU Cipta Kerja pada 5 Oktober.
Buntutnya demo penolakan UU Cipta Kerja di beberapa wilayah termasuk Jakarta, berlangsung ricuh.
Rencananya Gabungan aliansi, yang mayoritas berbasis agama, pada Selasa (13/10/2020) besok memastikan akan turun ke jalan untuk memprotes Undang-undang Cipta Kerja.
Pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin resmi menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI untuk periode 2019-2024 setelah dilantik, Minggu (20/10/2019), di gedung DPR/MPR.
Jokowi-Ma'ruf merupakan pemenang dalam Pemilihan Presiden 2019 lalu dengan perolehan suara 85.607.362 atau 55,50 persen.
Pasangan nomor urut 01 itu mengalahkan pasangan Prabowo-Sandiaga yang perolehan suaranya 68.650.239 atau 44,50 persen.
Baca juga: Beda Pandangan UU Cipta Kerja, Ferdinand Hutahaean Mundur Dari Demokrat: Daripada Konflik Internal
Lantas bagaimana perkembangan finalisasi draft UU Cipta Kerja?
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga saat ini masih melakukan finalisasi draf Undang-Undang Cipta Kerja, yang disahkan pada 5 Oktober 2020.
Dalam ketentuannya, DPR memiliki waktu tujuh hari untuk mengirimkan undang-undang ke Presiden setelah disahkan dalam rapat paripurna DPR.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, waktu tujuh hari tersebut tidak termasuk hari libur dan Sabtu-Minggu.
"Belum dikirim (ke presiden). Tujuh hari itu, adalah tujuh hari kerja, jadi mulai Rabu tujuh harinya (14/10)," ujar Indra saat dihubungi, Jakarta, Senin (12/10/2020).
Baca juga: Saya Dipukul, Dipaksa Ngaku Provokator: Pengakuan Mahasiswa UGM Saat Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja
Menurut Indra, draf UU Cipta Kerja yang akan dikirim ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebanyak 1.035 halaman, dari sebelumnya 905 halaman.
"Yang dibahas terakhir yang surat 1.035 (halaman), siang ini mau difinalkan dulu," papar Indra.
Perubahan halaman dari 905 ke 1.035, kata Indra, hasil dari merapihkan teknis penulisan di dalam UU Cipta Kerja, seperti typo, spasi, dan lainnya yang bukan bersifat subtansi.
"Basis yang di paripurna (905 halaman), tapi itu kan formatnya masih belum dirapihkan. Merapihkan hanya typo dan format, spasi-spasinya, jadi kedorong semua halamannya," ucap Indra
TNI dan Polri Siaga
Polri, TNI dan Pemprov DKI Jakarta menggelar simulasi pengamanan atau Tactical Floor Game (TFG) untuk mengantisipasi kembali adanya unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Simulasi apel pengamanan tersebut dipimpin langsung Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana dan Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman di kawasan Monas, Jakarta Pusat pada Senin (12/10/2020).
"TNI-Polri selama ini sudah melakukan kegiatan Tactical Floor Game yang sudah kami lakukan tadi malam bagaimana kita sudah gladi bersih untuk menghadapi suatu masalah keamanan," kata Nana.
Menurut Nana, simulasi pengamanan tersebut menyusul adanya kericuhan saat aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.
Hal ini sebagai bentuk evaluasi agar kejadian tersebut tak terulang kembali.
"Ini dalam rangka memberikan kenyamanan kepada masyarakat khususnya terkait dengan tanggal 8 Oktober kemarin yaitu pelaksanaan aksi dari beberapa komponen masyarakat yang kemudian mengarah kepada anarkisme yaitu pengrusakan dan pembakaran beberapa fasilitas dan perkantoran di DKI ini," tandasnya.
Untuk diketahui, Polda Metro Jaya menambah daftar tersangka yang ditahan saat aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja berujung ricuh pada Kamis (8/10/2020).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes pol Yusri Yunus mengatakan jumlah tersangka yang ditahan kali ini bertambah 7 orang menjadi 14 orang.
"Kan kemarin didalami setelah digelarkan ada 14 orang yang dilakukan penahanan," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (11/10/2020).
Namun demikian, Yusri mengatakan jumlah peserta unjuk rasa yang ditetapkan sebagai tersangka berkurang dari 87 orang menjadi 43 orang.
"43 yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dari 43 ada 14 yang dilakukan penahanan. Yang lain proses tetap berjalan tetapi wajib lapor karena ancamannya di bawah 5 tahun," tukasnya.
Diketahui, 14 orang tersangka yang dilakukan penahanan ditahan karena diduga melanggar pasal 170 tentang pengeroyokan atau tindakan kekerasan kepada petugas kepolisian saat aksi unjuk rasa tersebut.
Ancaman hukumannya atas perbuatannya itu pun di atas 5 tahun penjara.
Demo susulan
Gabungan aliansi, yang mayoritas berbasis agama, pada Selasa (13/10/2020) besok memastikan akan turun ke jalan untuk memprotes Undang-undang Cipta Kerja.
Aksi unjuk rasa dimotori oleh Ormas Front Pembela Islam, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, PA212 dan puluhan ormas lainnya.
Dalam poster resmi yang dibagikan di akun HRS Center, aksi akan dilakukan serempak di seluruh Indonesia pada 13 oktober mendatang.
Gabungan aliansi menamakan diri sebagai Aliansi Nasional Anti Komunis (Anak NKRI).
Sementara, di Jakarta, aksi akan dipusatkan di Istana Negara mulai pukul 13.00.
Sebelumnya, FPI, GNPF Ulama, PA 212 dan HRS Center menggelar jumpa pers bersama tentang penolakan terhadao UU Cipta Kerja.
"Mengamati perkembangan politik, hukum, yang semakin menjauh dari cita-cita nasional sebagaimana yang tercantum dalam mukadimah UUD 1945," ujar Slamet Maarif mewakili aliansi, dalam video yang dilihat Wartakotalive.com.
"Kebijakan penyelengaraan negara telah mendegradasi prinsip kedaulatan rakyat dan paham negara kesejahteraan dengan mengutamakan kepentingan oligarki kapitalis," imbuhnya
"Rezim lebih mengutamakan kepentingan geo-politik RRC dengan tetap mendatangkan tenaga asing yang berpaham komunis, tetap menggelar pilkada di tengah ancaman Covid-19 demi politik dinasti.
Di sisi lain, tindakan penyalagunakan kekuasaan, pesekusi, intimidasi dan kriminalisasi masih terus berlangsung," imbuhnya.
Seiring dengan itu, sebutnya, pemerintah mengajukan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang kini disahkan menjadi undang-undang.
"Kesemuanya itu menunjukkan penyelenggaraan negara di bawah kepemimpinan yang dzalim, yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan yang berdasarkan Pancasila.
Rakyat telah dikorbankan, masa depan keutuhan dan kedaulatan negara terancam dengan kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir orang," jelasnya.
Sementara itu, dalam siaran persnya, aliansi menyatakan mendukung aksi buruh, mahasiswa dan pelajar dalam memperjuangkan penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) maupun aksi-aksi dalam segala bentuknya baik berupa mogok maupun hak untuk menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul menyuarakan kepentingan rakyat.
Kemudian, aliansi menasehati dan meminta pemerintah beserta seluruh lembaga dan aparat negara untuk menghentikan kezdaliman terhadap rakyat sendiri.
Mereka juga menyerukan untuk segera membebaskan tanpa syarat seluruh demonstran yang ditangkap dan menghentikan penyiksaan terhadap para demonstran yang masih dalam tahanan.
Selain itu, FPI, GNPF Ulama, PA 212 dan HRS Center juga mengajak semua elemen bangsa untuk bangkit berjuang dan menghentikan kezdaliman dengan segala daya upaya yang dimiliki.(*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Antisipasi Kericuhan saat FPI Cs Demo Tolak UU Omnibus Law di Istana Negara, TNI Siap Bantu Polisi