TRIBUN WIKI
Mengintip Sejarah dan Arsitektur Masjid Raja Haji Abdul Ghani, Tertua di Karimun
Salah satu masjid tertua di Kabupaten Karimun adalah Masjid Raja Haji Abdul Ghani. Masjid ini terletak di Pulau Buru, Kecamatan Buru, Karimun.
Editor: Widi Wahyuning Tyas
TRIBUNBATAM.id, KARIMUN - Salah satu masjid tertua di Kabupaten Karimun adalah Masjid Raja Haji Abdul Ghani.
Masjid ini terletak di Pulau Buru, Kecamatan Buru, Kabupaten Karimun.
Seperti beberapa masjid tua peninggalan kerajaan Melayu lainnya, masjid ini dibangun dengan balutan warna kuning cerah.
Nama masjid ini mengadopsi nama raja yang membangunnya kala itu, yakni Raja Haji Abdul Ghani bin Raja Idris bin Raja Haji Fisabilillah.
Dibangun di tepi pantai, suasana masjid ini sangat asri di tengah perkampungan Melayu Pulau Buru.
Baca juga: Terbesar di Bintan, Begini Sejarah dan Keunikan Arsitektur Masjid Raya Baitul Makmur
Arsitektur
Masjid Raja Haji Abdul Ghani merupakan masjid tua yang masih mempertahankan arsitektur tradisional Melayu.
Bangunannya relatif sederhana dengan atap berbentuk limas.
Atap tersebut tersusun dalam tiga tingkatan.
Terdapat kubah kecil di bagian puncak atap.
Seperti masjid tua bersejarah lainnya, masjid ini dibalut dengan warna kuning cerah khas Melayu.
Beberapa sudut masjid juga dikombinasikan dengan warna hijau.
Menurut tetua di Kecamatan Buru, konon arsitekturnya dibangun oleh seorang Tionghoa.
Ini dikuatkan dengan juga berdirinya sebuah kelenteng yang letaknya tidak jauh dari masjid tersebut.
Di samping masjid ini berdiri sebuah menara yang juga berwarna kuning.
Menara ini berbentuk kerucut dan sekilas mirip dengan ruang pembakaran hio yang ada di kelenteng.
Tingginya mencapai 21 meter dengan diameter berukuran 4 meter.
Salah satu yang cukup unik dari bangunan masjid ini adalah adanya ventilasi yang terbuat dari batu giok.
Batu-batu yang membentuk ventilasi tersebut berwarna hijau tua dengan ornamen khas Tiongkok.
Masjid yang sedari awal didominasi warna kuning ini memiliki ukuran 8 meter x 15 meter.
Uniknya, masjid ini dibangun dengan menggunakan kuning telur sebagai perekatnya.
Komposisi bahan ini diduga membuat bangunan masjid tetap kokoh hingga kini, meski telah mengalami renovasi.
Terdapat sebuah pintu masuk utama berupa gerbang dengan bentuk melengkung di bagian depan masjid.
Tinggi gerbang ini kira-kira 2,3 meter dengan lebar 1,3 meter.
Baca juga: Sejarah dan Keunikan Masjid Raya An-Nur Bintan, Tampil dengan Balutan Warna Pink Cerah
Sejarah
Seorang amir pertama di daerah ini pernah mencatat, Masjid Raja Haji Abdul Ghani dibangun pada pertengahan abad ke-19, atau pada masa kerajaan Riau-Lingga.
Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Abdul Rahman sekitar tahun 1883-1911.
Selain dijaga keasliannya, di dekat lokasi masjid ini juga masih menyimpan peninggalan zaman dahulu seperti meriam tua dan lonceng yang berasal dari Spanyol.
Masjid ini mampu menampung jamaah sekitar seratus orang dan masih dimanfaatkan warga sekitar untuk kegiatan keagamaan pada umumnya.
Baca juga: Keunikan Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat, Gunakan Putih Telur Untuk Bahan Bangunan
Air Tempat Wudu Tak Pernah Kering
Keberadaan sumur untuk mengambil air wudu yang berada didepan masjid hingga kini masih berfungsi dan tetap dipertahankan bentuknya.
Konon, air untuk berwudu di sini tidak pernah habis, bahkan meski masyarakat sekitar mengambilnya setiap hari.
Ketika musim kemarau panjang pun air sumur itu tidak habis.
Saat peringatan hari-hari Islam, masjid ini ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Selain bertujuan ziarah ke masjid, wisatawan juga biasanya ke tempat-tempat wisata lain yang ada di Pulau Buru ini seperti makam Badang, Perigi Batu dan pemandian air panas di Tanjungutan.
(*/TRIBUNBATAM.id/Widi Wahyuning Tyas)