Kisah Orang Suku Laut di Lingga, Sempat Hidup di Sampan Kini Ada yang Jadi Pegawai Pemerintah
Sempat hidup terasing, kini orang Suku Laut di Lingga khususnya, secara perlahan mulai beradaptasi dengan orang lain. Ada yang jadi pegawai pemerintah
LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Kisah orang Suku Laut di Lingga, sempat hidup di sampan kini ada yang jadi pegawai pemerintah.
Pernahkah kamu mendengar cerita orang Suku Laut di Kepri?
Bagaimana mereka hidup sehari-hari hingga interaksi sosialnya dengan masyarakat lain?
Mungkin, tak banyak yang tahu soal cerita orang Suku Laut, apalagi di masa sekarang.
Kisah-kisah orang Suku Laut di Lingga ini, setidaknya bisa menjelaskan eksistensi orang Suku Laut di masa kini.
Sebagian dari mereka tidak lagi tinggal di laut, tetapi sudah di darat. Bahkan tak sedikit di antaranya yang menjadi pegawai pemerintah.
Inilah kisahnya.
Di waktu dulu, orang-orang Suku Laut pernah tinggal di daerah terpencil. Mereka tidak berbaur dengan warga lainnya.
Ya, mereka tinggal dan bertahan hidup di atas sampan.
Karena itu pula, orang sering menyebut mereka dengan Komunitas Adat Terpencil (KAT).
Tapi itu dulu.
Kini sebagian dari mereka sudah turun ke darat. Secara perlahan, mereka mulai beradaptasi dengan kehidupan selain di laut.
Kampung Baru, Desa Sungai Buluh, Kecamatan Singkep Barat Lingga misalnya.
Kini jadi salah satu tempat tinggal orang Suku Laut.
Seorang tokoh Suku Laut, Aspira (67) bercerita, orang-orang Suku Laut sebelumnya tinggal di sampan (perahu dayung).
Mereka melakukan segala sesuatu di atas sampan, baik memasak, tidur, mandi maupun kegiatan sehari-hari lainnya.
Baca juga: Profil Singkat Deb Haaland, Wanita Suku Asli Amerika yang Ditunjuk Biden jadi Mendagri AS
Sekitar sekitar tahun 1990-an, pemerintah perlahan-lahan mengajak mereka untuk tinggal di darat. Pemerintah membangun rumah-rumah bagi mereka di Desa Sungai Buluh.
Namun, mereka masih tertutup dan belum berbaur dengan warga lain. Kehidupan ekonomi pun masih belum membaik. Mereka hanya menafkahi hidup dengan mengandalkan hasil laut.
Tokoh Suku Laut lainnya, Agus (64) mengatakan dia mulai pindah ke rumah, Kampung Baru, Desa Sungai Buluh sejak tahun 1980-an.
"Seingat saya 80-an kalau tak salah. Dulu saya tinggal di Pulau Pilang (rumah kayu di atas laut)," ucap Agus kepada Tribun Batam, Senin (4/1/2021) siang.
Semua orang Suku Laut di Kampung Baru, Desa Sungai Buluh ini hidup secara bersama. Mereka memiliki pertalian darah yang erat dan sangat kompak antara satu dengan yang lain.
Suku Laut memiliki tubuh dengan kulit hitam agak bersisik dan rambut ikal.
Baca juga: PROFIL Nanaia Mahuta, Menteri Luar Negeri Wanita Bertato di Wajah, Penduduk Asli Suku Maori
Hal inilah yang membuat anak-anak Suku Laut sering diejek dengan sebutan orang “mantang” (berkulit hitam kumal) dan orang “barok” yang artinya (kulit hitam gelap seperti kulit monyet).
Ketua RT 01 Kampung Baru, Indra Kardi (33) mengungkapkan semenjak pindah ke Desa Sungai Buluh, Dia merasa orang-orang Suku Laut sering terasing dari warga setempat.
"Saya dulunya tinggal di pancur (Lingga Utara).
