BATAM TERKINI

Jeritan Penambang Boat Pancung di Pelabuhan Rakyat Sagulung Batam saat Pandemi Covid

Wakil Ketua Penambang Boat Pancung di Pelabuhan Sagulung Batam, Musdi bercerita, untuk mendapat Rp 20 ribu saja susah saat ini

Editor: Dewi Haryati
tribunbatam.id/Ian Sitanggang
Jeritan Penambang Boat Pancung di Pelabuhan Rakyat Sagulung Batam saat Pandemi Covid. Foto penambang boat pancung di Pelabuhan Rakyat Sagulung. 

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Sudah satu tahun pandemi virus corona melanda Indonesia, khususnya Batam, Kepri.

Sejumlah upaya juga sudah dilakukan pemerintah untuk menekan bahkan mengatasi penyebaran virus corona.

Bahkan saat ini tenaga kesehatan dan TNI/Polri, serta pejabat di Indonesia ini sudah menerima vaksinasi corona. Namun dampak yang dirasakan masyarakat masih terus terjadi.

Seperti yang dirasakan penambang boat pancung di Pelabuhan Sagulung Batam.

Hingga saat ini belum ada tanda-tanda pemulihan.

Kisah Budi 20 Tahun Jadi Penambang Boat Pancung di Batam Bertahan saat Pandemi Covid

Tekong Boat Pancung Belakang Padang Panen Rezeki Selama Idul Fitri, Berharap Corona Segera Berakhir

"Untuk cari uang Rp 20 ribu satu hari sangat sulit. Bahkan biaya untuk beli minyak pun kadang tidak dapat satu hari," kata Wakil Ketua Penambang di Pelabuhan Sagulung Batam, Musdi, Jumat (5/2/2021).

Musdi mewakili penambang lainnya bercerita, semenjak pandemi Covid-19 mereka kesulitan untuk mendapatkan penumpang.

Diketahui trayek boat pancung dari Pelabuhan Rakyat Sagulung yakni ke Pulau Buluh yang berada di depan Pelabuhan Sagulung.

Ongkos per orangnya sebesar Rp 15.000 ribu. Namun ada juga trayek ke pulau lain, tetapi itu sistemnya carter dan saat ini hampir tidak pernah ada semenjak pandemi.

Musdi bilang, meski vaksin corona sudah ada, namun warga dari pulau masih enggan keluar dari kampungnya.

"Paling yang ke luar dari pulau itu perwakilan saja, kalau ada yang harus dibeli dari Batam," kata Musdi.

Menurutnya, tak hanya takut keluar dari kampung, warga pulau juga tidak menerima warga pendatang jika hanya sekadar jalan-jalan.

"Penumpang kita itu biasanya ada juga para pendatang. Bahkan wisatawan juga ada yang ingin mengetahui Pulau Buluh. Tapi semenjak corona, itu tidak ada lagi," kata Musdi.

Ia berharap wabah virus corona cepat berlalu agar penambang boat pancung di Pelabuhan Sagulung bisa kembali mendapat penghasilan seperti biasanya.

Musdi bercerita, sebelum wabah virus corona, mereka bisa mengantongi uang sebesar Rp 100 sampai Rp 150 ribu per hari.

"Itu sudah pasti, belum lagi kalau ada carteran. Tapi saat ini hal itu sudah seperti mimpi," kata Musdi.

Ia melanjutkan ceritanya, sebelum ada wabah virus corona, aktivitas di Pelabuhan Rakyat Sagulung jarang sepi.

"Paling lama itu antrean yang kita lakukan paling lama 20 menit. Berapa pun penumpang kalau sudah giliran harus berangkat. Sementara saat ini jangankan 20 menit, satu jam pun belum tentu ada penumpang," kata Musdi.

20 Tahun Jadi Penambang Boat Pancung

Sementara itu, inilah kisah Budi (40), penambang boat pancung di Batam bertahan hidup saat pandemi Covid-19.

Siang itu, Budi hanya duduk terdiam menatapi setiap penumpang yang lewat di Pelabuhan Rakyat Sekupang Batam.

Ya, ia sedang menunggu giliran boat pancungnya jalan. Sambil menunggu waktu, Budi bisa duduk santai.

"Nunggu jadwal bang, kayaknya masih lama. Dari kemarin belum jalan," kata Budi sembari menggaruk kepalanya di pojokan Pelabuhan Rakyat Sekupang, Kamis (4/2/2021).

Budi sebenarnya sudah jenuh menunggu lamanya antrean. Namun ia tak punya pilihan lain selain menunggu demi penghasilan.

"Sabar-sabar aja lah bang kalau sekarang ni, penumpang sepi. Penambang kapal banyak, harus nunggu jadwal antrean. Ini saya dari kemarin belum jalan, dapat jadwal hari ini. Itupun cuma satu kali," ucap Budi.

Hari itu, Budi hanya mengenakan celana jins pendek, baju hitam dengan topi. Ia bak orang kesepian duduk di pojokan dermaga Pelabuhan Pancung seorang diri.

"Kapal saya jalan diurut berapa bang," tanyak Budi kepada rekannya, petugas loket sembari langsung melihat nomor antrean kapal yang ditempel di papan tulis hitam, tepat di samping loket.

Budi memang tak seperti penambang lainnya yang menunggu jadwal antrean sambil ngopi, dan bercerita di kantin pelabuhan.

"Bukan tak ada duit, biar irit saja nunggu di sini," ujar Budi.

Usia Budi memang tak lagi muda, ia sudah beranjak 40 tahun.

Budi yang juga warga Belakangpadang itu kini hanya menggantungkan hidup lewat pekerjaan sebagai penambang boat pancung Sekupang-Belakangpadang.

Bukan waktu yang singkat, ia menggeluti pekerjaan itu sudah 20 tahun sejak 2001 lalu.

Budi melakoni pekerjaan itu setiap hari untuk mendapatkan penghasilan.

Kadang penghasilannya banyak, kadang sedikit. Hanya saja selama menjadi penambang boat pancung, musim pandemi covid-19 ini membuatnya sulit untuk memperoleh penghasilan.

"Kalau dibilang menjerit, ya seperti itulah. Risiko penambang. Sehari jalan 1 kali sudah bersyukur saat ini," ucapnya.

Ia mengatakan, sudah beberapa bulan terakhir kondisi penumpang terus menurun. Akibatnya itu mempengaruhi setiap pendapatan para penambang.

Hal itu tak hanya dialami Budi seorang, penambang lainnya juga begitu.

"Makanya kita gilir jadwal bang, bergantian supaya dapat rezeki. Kalau kita penambang ada puluhan kapal, sementara yang jalan hanya 10 sehari berarti bisa menunggu 1 kali dua hari jalan," kata Budi.

Bahkan Budi mengaku, boat pancung yang ia kemudi pernah tidak berjalan dalam 3 hari lantaran tidak ada penumpang.

"Mau gimana lagi bang, memang kondisinya seperti itu. Kalau cerita sedih, ya pastilah dan harus dilalui. Cuma kan kita harus tetap bersyukur masih diberi kesehatan sama yang Kuasa," ucapnya.

Ia mengaku cerita sedih dan enaknya menjadi penambang boat pancung sudah dilaluinya.

"Sudah kita lalui semua itu bang. Kalau yang dulunya enak sehari bisa dapat Rp satu juta. Ingat kali saya tahun 2005 waktu orang masuk Batam wajib KTP Batam itu penumpang dari ponton domestik kita jemput naik pompong dan harus bayar per orang Rp 100 ribu," kata Budi mengingat pengalaman yang pernah ia lalui.

Kendati demikian, saat ini Budi tak pernah putus asa. Menurutnya rezeki setiap orang sudah ada yang mengatur.

Walau penghasilan tidak banyak, Budi mampu menutupi kebutuhan 3 orang anaknya beserta sang istri.

Tak lama bercerita tentang kisah hidupnya, tibalah giliran Budi. Ia melepas tambat dari Pelabuhan Pancung, Sekupang menuju Pulau Belakangpadang.

Suara bunyi mesin yang perlahan kecil mulai membesar, tarik gas melaju kencang meninggalkan ponton dermaga kapal.

Budi dengan sigap langsung menurunkan terpal menutup tubuh kapal agar hempasan air tidak membasahi penumpang.

(Tribunbatam.id/Ian Sitanggang/bereslumbantobing)

Baca juga berita Tribun Batam lainnya di Google

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved