HUMAN INTEREST

Nasruddin Albani, Pemuda Lingga 7 Tahun Dapat Beasiswa Kuliah di Turki, Saya Masih Nggak Nyangka

Nasruddin Al Albani, begitulah nama lengkap seorang pria kelahiran Desa Penuba, Kecamatan Selayar, Kabupaten Lingga. Ia mendapat beasiswa ke Turki

Penulis: Febriyuanda | Editor: Agus Tri Harsanto
ist
Nasruddin Al Albani, begitulah nama lengkap seorang pria kelahiran Desa Penuba, Kecamatan Selayar, Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau. Nasruddin  mendapat beasiswa hingga kuliah di Turki. 

LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Nasruddin Al Albani, begitulah nama lengkap seorang pria kelahiran Desa Penuba, Kecamatan Selayar, Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau. Nasruddin  mendapat beasiswa hingga kuliah di Turki.

Sejak usia 16 tahun, Nasrudin mendapatkan beasiswa.

Pria yang kelahiran 27 Agustus 1997 ini merupakan anak keempat dari enam saudaranya yang lain.

Saat ini, dengan usianya yang masih 23 tahun, Rudin masih menempuh pendidikan kuliahnya di Turki, tepatnya di Istanbul 29 Mey University.

Di sana ia mengambil jurusan dibidang Theology Islam di semester tiga.

Baca juga: Mau Belajar di Turki S1 hingga S2? Ikuti Beasiswa 2021 dan Cek Segera

Kepada TRIBUNBATAM.id, Rudin menceritakan awak mulanya ia berhasil menuntut ilmu sampai ke luar negeri, di Negara Turki itu.

Pada awalnya, Rudin merupakan pelajar yang menempuh pendidikannya di SD dan SMP Desa Penuba.

Setelah lulus dari SMP, ia berniat untuk menuntut ilmu dengan memperkuat ilmu agama Islam di Pondok Pesantren.

"Karena kakak dan abang saya itu basicnya ke pesantren semua, jadi saya juga terinspirasi masuk pesantren," ucap Rudin saat ia sedang berada di Kota Istanbul, Turki.

Dengan modal tekad dan keinginan yang kuat, pada 2012 Rudin rela berjauhan dari keluarganya dan masuk Pondok Pesantren Al Iman Boarding School, Bengkulu.

Namun, pendidikan di Bengkulu terhenti setelah dapat informasi mengenai beasiswa di Turki.

"Dapat infomasinya dari Pak Zakaria, tetangga saya. Jadi saya dibantu didaftarkan oleh kakak saya, kak Ema dan Kak Neva. Namun, awalnya pas ditawarin saya sebenarnya tidak tahu Turki itu dimana," ungkap Rudin.

Keinginan untuk menuntut ilmu di luar negeri itu ia dapatkan ketika ia masih bersekolah di Bengkulu.

Baca juga: Beasiswa 2021 dari Kominfo RI, Kamu yang Ingin S2 ke Luar Negeri Buruan Daftar

"Jadi suatu hari, saat di bus untuk mau ke Pondok Bengkulu. Setelah liburan, saya berdoa di bus itu mudah-mudahan Allah mudahkan jalan untuk saya untuk dapatkan sekolah yang lebih baik lagi," ucapnya.

Rudin mengungkapkan, bahwa saat itu sebanyak 2 ribuan lebih orang yang mendaftar masuk di sekolah Turk.

Ia melanjutkan, saat itu dari 2 ribuan lebih orang yang mendaftar, hanya 20 orang yang lulus pemberkasan dan dipanggil kembali di kedutaan Tukri di Jakarta.

Selanjutnya ia melakukan interview dan ujian kemampuan.

"Salah satu syarat berkas itu nilai raport tidak kurang tari 70," ujarnya.

Kemudian Rudin mengungkapkan kejadian lucu setelah ia dipanggil ke Kedutaan Turki, ia sempat diusir karena sempat cuma pakai sandal.

"Maklum saya dari kampung, orang-orang banyak pakai jas dan pakai sepatu, jadi saya pakai baju rapi saja dengan sandal. Setelah saya disuruh keluar, lalu saya pinjam sepatu ke orang lalu saya masuk lagi," terang Rudin dengan canda.

Saat itu Rudin mengungkapkan, bahwa ia mengalami ketidakpercayaan diri saat melakukan interview dan ujian kemampuan.

Karena is beranggapan, 19 orang yang melakukan interview bersamanya memiliki wawasan yang luas dan berkemampuan tinggi.

Entah kenapa, saat ia memulai ujian tersebut ia berambisi untuk mendapatkan beasiswa itu.

"Mungkin karena doa orang tua dan keluarga saya yang terus mengalir, saya dikasi energi dan semangat dengan keyakinan penuh untuk mengikuti ujian dan interview itu," tutur Rudin.

Akhirnya usaha dan keyakinannya membuahkan hasil, Rudin adalah salah satu orang yang diterima untuk mendapatkan beasiswa di Turki, sari tujuh orang yang lulus.

"Jadi yang lulus 3 dari Bandung, 2 dari Aceh, satu orang Cirebon dan 1 lagi saya sendiri dari Kepri, Desa Penuba," sebutnya.

"Saat itu saya masih berusia 16 tahun," ujarnya.

Namun, tujuh orang yang lulus dipisahkan di tiga Kota Berbeda di Negara Turki.

"Saya di SMA Kota Istanbul, Internasional High School Fatih Sultan Mehmet Imam Hatip, saya saat itu bersama satu orang dari Bandung," kata Rudin.

Rudin mengatakan, ia menempuh pendidikan di SMA tersebut selama empat tahun, dengan melalui proses yang tidak mudah.

Rudin mengatakan, awal menginjak sekolah itu ia kaget karena melihat orang-orang yang berbeda kulit dari berbeda negara.

"Saya paling kaget lihat orang kulit hitam, karena sebelumnya belum pernah lihat. Semuanya di sekolah itu ada 250-300 pelajar, dari 65 negara pada masa itu," kata Rudin.

Dari beasiswa itu, setiap tahun diberikan tiket pergi dan pulang, uang saku, makan, tempat tinggal dan juga buku.

"Jadi kita hanya tinggal belajar aja," sambungnya.

Rudin mengungkapkan, kesulitan pertama yang ia alami saat beradaptasi disana adalah soal makanan, yang jauh berbeda dengan negaranya, Indonesia.

"Orang sini (Turki-red) tidak makan kayak yang pedas, berempah-rempah. Jadi ada kesulitan sendiri ketika lidah menerima makanan disini. 2 sampai tiga bulan saya baru terbiasa," ungkapnya.

Ia juga melanjutkan, selain makanan, kebiasaan atau kultur disana juga jauh berbeda, karena saat itu ia dihadapkam dengan orang-orang dari berbagai negara yang memiliki cara pergaulan tersendiri.

"Kalau orang Afrika itu keras cara bergaulnya, dengan nada yang tinggi dan saling pukul merupakan bentuk candaanya. Kalau orang kulit putih itu tidak suka diperintah. Jadi harus membiasakan diri itu yang sulit," jelasinnya.

Selain itu juga, ia juga mengalami kesulitan saat perubahan empat musim di Negara Turki.

"Awal-awalnya saat masuk musim dingin, jadi ada lah seperti batuk-batuk, pilek karena belum terbiasa sama iklim disini," kata Rudin.

"Untuk bahasa masih bisa diadaptasi, karena 6 bulan kami dikursuskan untuk belajar bahasa Turki," tambahnya.

Rudin menjelaskan, saat itu ia sudah menguasai secara penuh Bahasa Turki, yang telah ia gunakan selama berada di Turki.

"Saya juga bisa bahasa Arab hanya sedikit, tapi saya yang paling lemah itu bahasa inggris, cuma 20-25 persen hanya bisa saya kuasai," terangnya.

Dengan proses yang panjang selama empat tahun ia lalui, dengan mempertahankam nilai yang tidak boleh kurang dari 70, akhirnya ia lulus di sekolah internasional Turki tersebut.

Setelah Rudin lulus dari sana, ia kembali mendapat kan beasiswa kuliah di Istanbul 29 Mey University dari Pemerintah Turki.

"Sampai sekarang saya masih belum nyangka bisa menuntut ilmu di Turki, Allah punya kekuasaan yang besar hingga menakdirkan saya di sini," tutur Rudin.

Saat menginjak semester 3 ini pun, Rudin harus berjuang keras atas pendidikan yang ia tempuh, maupun dalam keadaan pandemi Covid-19.

"Satu hari bisa sampai 6 ribu kasus disini, jadi Sabtu dan Minggu lockdown," kata Rudin.

Namun, Rudin hanya berharap saat ia lulus ia mau pulang ke Indonesia dan bisa mengelilingi Indonesia.

"Karena saya baru sadar, kalau Indonesia itu negara yang menarik, mudah-mudahan saya bisa jalan keliling disana. Masih belum ada kepikiran untuk bekerja," ucap Rudin. (TribunBatam.id/Febriyuanda)

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved