China Bikin Jepang Panas, Xi Jinping Kirim 2 Kapal Perang Bersenjata Meriam

Presiden China Xi Jinping memancing keributan lagi, kirim dua kapal perang lengkap dengan meriam ke perairan Jepang.

CHINA
Presiden China Xi mengirimkan kapal perang bersenjata meriam, bikin panas Jepang 

TRIBUNBATAM.id - Presiden China Xi Jinping memancing keributan lagi, kirim dua kapal perang lengkap dengan meriam ke perairan Jepang.

Langkah Xi Jinping menjadi lonceng peringatan kepada Washington.

Sebelumnya Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan siap menggunakan kekerasan untuk melindungi warga dan sekutunya.

Sebenarnya Joe Biden dan Xi Jinping sudah berbicara melalui telepon.

Namun pembicaraan itu belum sepenuhnya meredakan ketegangan Chian dengan sekutu Amerika Serikat, termasuk Jepang.

Melansir Express.co.uk, pada Selasa (16/2/2021), Beijing mengirim dua kapal ke Laut China Timur dekat kepulauan Senkaku dalam upaya untuk menegaskan dominasi dan klaim teritorialnya.

Baca juga: 7 Hal Sangar Tentang Militer China yang Perlu Diketahui, Tandingi AS, Sukses Uji Pencegatan Rudal

Baca juga: 4 Jet Tempur Taiwan Balas Provokasi China, Disokong AS Sulit Ditaklukkan Militer Xi Jinping

Pulau-pulau yang disengketakan itu telah diklaim oleh China dan Jepang selama bertahun-tahun.

Tindakan itu telah memicu reaksi keras, di mana  China dituduh melanggar hukum internasional.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato mengatakan insiden itu benar-benar tidak dapat diterima dan disesalkan.

"Kegiatan ini merupakan pelanggaran hukum internasional," kata Kato seperti yang dikutip Express.co.uk.

Operasi terbaru ini dilakukan saat China memberlakukan "Hukum Penjaga Pantai" baru, yang memungkinkan penjaga pantai negara itu menggunakan senjata.

Undang-undang tersebut mengizinkan kapal China untuk mengambil tindakan jika Beijing memandang ada kapal yang memasuki perairan teritorialnya.

Media Jepang memberitakan, salah satu kapal Tiongkok dipersenjatai dengan meriam dan dua kapal juga mengancam kapal penangkap ikan Jepang.

Beijing membenarkan tindakannya di dekat Senkaku dengan mengklaim perairan di Laut China Timur adalah wilayahnya yang tidak terpisahkan.

Gangguan terbaru ini telah memicu kekhawatiran tentang kemungkinan insiden di wilayah tersebut karena beberapa Partai Demokrat Liberal yang berkuasa telah mendorong lebih banyak latihan militer bersama antara Pasukan Bela Diri dan militer AS.

Awal bulan ini, Perdana Menteri Yoshihide Suga dan Presiden AS Joe Biden menegaskan kembali pakta keamanan yang mengatakan Washington akan mempertahankan wilayah di bawah pemerintahan Jepang jika terjadi serangan bersenjata.

Hubungan internasional dengan China telah anjlok selama setahun terakhir setelah merebaknya pandemi virus corona, perlakuannya terhadap Muslim Uighur, dan tindakan kerasnya terhadap demokrasi Hong Kong.

Survei warga Inggris

Langkah Beijing yang dinilai mengerikan itu dilakukan setelah semakin banyak warga Inggris yang khawatir China adalah "ancaman kritis" bagi Inggris dan menyerukan diakhirinya hubungan ekonomi dengan Beijing.

Menurut survei yang dilakukan oleh Grup Kebijakan Luar Negeri Inggris, 41% responden menganggap China sebagai ancaman kritis, meningkat dari 30% tahun lalu.

Hanya 22% dari 2.002 orang yang disurvei pada periode 6 dan 7 Januari 2021, mendukung hubungan ekonomi antara Inggris dan Beijing. Sementara 15% lainnya menginginkan larangan pada tingkat kesepakatan apa pun.

Hasil survei juga menunjukkan, hanya 13% responden yang mendukung keterlibatan China dalam infrastruktur Inggris.

Hasil lainnya adalah 21% responden mengatakan bahwa mereka mempercayai China akan bertindak secara bertanggung jawab di dunia.

Laporan tersebut mengatakan: "Selama 18 bulan terakhir, Inggris telah mengalami transformasi dramatis dalam hubungannya dengan China. Sebagian didorong oleh meningkatnya kesadaran akan kerentanan keamanan, tetapi juga karena meningkatnya kekhawatiran mengenai catatan hak asasi manusia China di dalam negeri dan perilakunya sebagai aktor global."

Laut China Selatan Juga Memanas

Laut China Selatan kembali memanas, setelah kapal perusak berpeluru kendali Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) USS Russell (DDG 59) berlayar di Kepulauan Spratly, yang China klaim sebagai wilayahnya.

"USS Russell menegaskan hak navigasi dan kebebasan Kepulauan Spratly sesuai dengan hukum internasional," kata Armada Ketujuh Angkatan Laut AS dalam pernyataan tertulis, Rabu (17/2), di laman resminya. 

Menurut mereka, operasi kebebasan navigasi tersebut menjunjung tinggi hak, kebebasan, dan penggunaan yang sah atas laut yang diakui dalam hukum internasional, dengan menantang pembatasan yang melanggar hukum atas "jalur tidak bersalah".

"Klaim maritim yang melanggar hukum dan luas di Laut China Selatan menimbulkan ancaman serius bagi kebebasan laut, termasuk kebebasan navigasi dan penerbangan, perdagangan bebas dan perdagangan tanpa hambatan, dan kebebasan peluang ekonomi bagi negara-negara pesisir Laut China Selatan," sebut Armada Ketujuh Angkatan Laut AS.

Pasukan AS, Armada Ketujuh mengungkapkan, beroperasi di Laut China Selatan setiap hari. Mereka secara rutin beroperasi dalam koordinasi yang erat dengan sekutu dan mitra yang memiliki komitmen yang sama untuk menegakkan tatanan internasional yang bebas dan terbuka. 

"Semua operasi kami dirancang untuk dilakukan secara profesional dan sesuai hukum internasional, dan menunjukkan  Amerika Serikat akan terbang, berlayar, dan beroperasi di mana pun hukum internasional mengizinkan, terlepas dari lokasi klaim maritim yang berlebihan," ujar Armada Ketujuh.

Sebelumnya, kapal perusak berpeluru kendali kelas Arleigh Burke USS John S. McCain berlayar di sekitar Kepulauan Paracel di Laut China Selatan, yang juga China klaim sebagai wilayahnya.

Militer China langsung merespons, dengan memberi peringatan kepada kapal perang AS yang berlayar di perairan dekat dengan Kepulauan Paracel, yang China beri nama Kepulauan Xisha. Sementara untuk Kepulauan Spratly, China menyebutnya sebagai Kepulauan Nansha.

"Pada 5 Februari, kapal perusak berpeluru kendali AS USS John S. McCain masuk tanpa izin ke perairan yang berdekatan dengan Kepulauan Xisha China tanpa izin Pemerintah China," kata Kolonel Senior Tian Junli, juru bicara Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.

"Dan, Angkatan Laut dan Angkatan Udara Komando Teater Selatan PLA China melakukan pelacakan dan pemantauan seluruh proses terhadap kapal perusak AS dan memperingatkannya,” ujarnya dalam pernyataan tertulis Jumat (5/1) di situs Kementerian Pertahanan China.(*)

Sumber: Kontan

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved