HUMAN INTEREST
Dari Jualan Sosis Bakar, Ema Lulus Sarjana hingga Jadi Bos Cafe Kuliner di Lingga
Dari sejak kecil Ema sudah belajar mandiri. Perjuangannya merintis usaha, jatuh bangun dimulai saat kuliah
Penulis: Febriyuanda | Editor: Dewi Haryati
LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Bagi perempuan yang baru memulai usaha, tantangan terbesar yang dihadapi berupa kurangnya rasa percaya diri, takut gagal, dan pemahaman tentang cara memulai usaha.
Hal itu membuat banyak perempuan menyerah karena menurunnya rasa semangat sebelum sampai pada tahap akhir.
Namun, tidak dengan perempuan yang satu ini. Hermawati bisa dibilang sukses atas pencapaian usahanya.
Hingga ia bisa lulus kuliah dengan hasil usaha yang dibangunnya dari nol. Kini Hermawati menjadi seorang bos di sebuah cafe kuliner. Pencapaiannya itu berawal saat ia menjadi pedagang sosis bakar.
Perempuan kelahiran 1992 ini berdarah asli Melayu, Dabo Singkep, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri.
Baca juga: Kisah Penjual Oleh-Oleh Cik Puan Banting Setir Jadi Pembuat Masker saat Pandemi Covid
Baca juga: Kisah Muhammad Sahwil dan Warga Perumahan Tiban Makmur Batam Bangun Musholla Baitul Makmur
Dengan riwayat pendidikan di SD Negeri 012 Pasir Kuning, Kecamatan Singkep, SMP Negeri 1 Singkep, SMA Negeri 1 Singkep, dan lulusan Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang, Kepri pada tahun 2018.
Kini perempuan yang akrab disapa Ema itu menyandang gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan. Ema mengaku, ia sudah tertarik pada dunia usaha saat ia masih duduk di bangku SD.
Saat itu ia menjual mainan yang dibelikan orang tuanya kepada teman secara eceran.
“Zaman dulukan sering anak-anak mainin robot kombat. Itukan kalau dibeli dalam jumlah banyak, satu kantong gitu kan sama orang tua.
Dari situ saya jual ecer kepada teman dengan harga 100, 300, atau 500 perak, yang memang terbilang banyak waktu itu," kata Ema kepada TribunBatam.id, baru-baru ini.
Hingga beranjak pada masa kelas 3 SMA, ia bangkit kembali dan memulai kegiatan usaha dengan menjual baju kaos distro.

“Waktu itu ngambil baju sama orang lalu saya jual. Barang itu dijual secara dicicil, jadi ditagihnya per hari seribu, lima ribu ataupun sepuluh ribu," tuturnya.
Meskipun sudah tidak mempunyai ibu sejak ia kelas 11 SMA, Ema mengatakan, ia ingin menjadi seorang yang mandiri, bisa berpenghasilan sendiri dalam memenuhi kebutuhannya.
Hingga pada tahun 2013 saat kuliah, anak perempuan dari seorang nelayan ini mulai merintis usaha minuman dingin (cappucino) dengan gerobak.
Di titik ini, ia benar-benar berjuang mengembangkan usaha yang ia mulai.
“Pas awal mula buka memang merasa beban karena jualan harus bayar sewa tempat dan pernah kecil hati sama omongan dosen yang bilang “buat apasih usaha itu”.
Ada juga teman yang tersenyum meremehkan. Tapi tetap itu menjadi motivasi untuk membuktikan hal yang terbaik untuk ke depannya,” tutur Ema.
Saat itu ia membuka usahanya bersama satu orang teman.
Ema mengatakan, demi memulai usahanya itu ia sampai menggadaikan sepeda motornya.
Ema mengatakan, dalam masa usahanya kala itu, ia pernah memenangkan sebuah kompetisi bantuan kepada mahasiswa sebesar Rp 20 juta, dengan mengajukan proposal pengembangan.
“Setelah dapat hadiah uang itu, saya tidak menjual cappuccino lagi. Saya menjual Buble Ice, kita beli franchise dengan salah satu agen di Tanjungpinang waktu itu.
Saya sempat juga diminta melatih orang untuk menjual minuman sama orang yang punya franchise itu. Saat itu gerobak itu saya kasih nama Tahu Goncang pada 2014,” jelas Ema.
Ema sendiri pernah mengalami kegagalan dalam usahanya. Yang paling ia ingat adalah gerobak usahanya pernah ditarik karena tidak bayar sewa tempat penjualan dan pernah ditipu orang yang tidak bertanggung jawab.
“Gara-gara peristiwa penarikan gerobak itu, saya pernah tertekan pada sebuah pilihan. Waktu itu saya mengorbankan uang semester kuliah saya untuk membeli gerobak, agar bisa berjualan lagi.
Itu uang kuliah semester 11, tahun 2015. Saya waktu itu punya target untuk lulus di 2014. Namun saya undur hal itu untuk merintis kembali usaha saya.
Namun begitu, pilihan itu saya buat dengan seyakin-yakinnya pilihan, karena saya percaya, Allah akan mempermudahnya nanti. Dan akhirnya saya beli gerobak dengan payung di atasnya,” jelasnya.
Pada 4 Oktober 2015, perempuan yang tak kenal menyerah ini mulai merintis kembali usaha yang ia bangun. Gerobak yang ia beli dari pengorbanan uang kuliah, yang saat itu sebesar Rp 700 ribu.
Dengan menjual sosis bakar dengan ukuran biasa dan ukuran jumbo, juga menjual tahu goncang dengan berbagai rasa. Tahu goncang sendiri merupakan produk pertama Ema sebelumnya. Saat itulah ia memberi nama usaha gerobaknya itu dengan TOM'S.
Ema lalu menjelaskan nama TOM'S ia ambil dari kata “TOM” yang berati Tomboi.
“Ya memang saya anaknya terkesan tomboy gitukan, kawan juga banyak bilang gitu," katanya.
Kemudian kata “S” yang bisa berarti sosis atau snack atau semua kuliner yang akan ia rencakan untuk dijual ke depannya.
“Dengan nama TOM'S ini, usaha saya mulai berkembang, dan akhirnya bisa membayar uang kuliah saya semester 11," ucap Ema.
Dari usaha TOM'S yang dibangunnya itu, Ema punya penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan saat usaha itu ia sudah mempunyai satu orang karyawan.
Berangkat dari semua masalah yang menimpanya, Ema tetap percaya hal ini memang merupakan sebuah proses yang harus ia jalani dan ia lewati, meskipun saat 2016 ia sudah tidak memiliki kedua orang tua lagi.
“Karena saya yakin, dari rencana baik yang saya buat, Allah punya rencana yang lebih baik lagi,” tutur Ema dengan penuh keyakinan.
Dari jatuh bangun yang Ema alami, akhirnya membuahkan hasil dengan lulusnya ia menjadi Sarjana Ilmu Pemerintahan pada 2018.
Meskipun saat itu terkesan lama, tapi Ema percaya atas waktu yang telah Allah berikan kepadanya.
“Semua punya zona waktu masing-masing, kalau tidak sekarang bisa jadi esok, kalau tidak tepat waktu mungkin diwaktu yang tepat,” tutur Ema dengan bijak.
Tidak hanya cukup sampai itu, perempuan yang mengalami banyak kegagalan dan masa keterpurukan ini, berhasil membangun sebuah Cafe Kuliner, yang sudah ia rencanakan dari tahun 2017 dan tercapai pada tercapai pada 2019.
Cafe ini sesuai dengan nama usaha yang ia tekuni, yakni TOM'S yang terletak di Jalan Pahlawan, Deretan Gedung Nasional, Dabo, Kecamatan Singkep, Kabupaten Lingga. Dengan penghasilannya itu, Ema bisa mempekerjakan empat karyawan di Cafenya.
Cafe Tom's ini menjual makanan dan minuman kekinian, hingga tersedia wifi gratis bagi pelanggan yang makan atau minum di tempat.
“Selain itu, saya juga menjual perlengkapan outdoor secara online dan juga investasi serta berbisnis emas dalam mengatur keuangan saya," katanya.
Sekadar informasi, Ema memiliki prestasi selama menjadi mahasiswa, yakni juara 3 Debat Politik Mahasiswa Kota Tanjungpinang dan Juara 2 pemilihan wirausaha pemula berprestasi Provinsi Kepri.
Selain itu, ia pernah masuk dalam 20 kelompok pilihan proposal dana penerima/pengembangan usaha mahasiswa, duta pemuda Kepri pada Jambore Pemuda Indonesia 2014 dan Duta Kepri pada Bakti Pertukaran Pemuda Antar Provinsi.
Perempuan yang berkali-kali mendapat ujian berat dari pengalaman hidup ini membuktikan, bahwa usaha tidak akan pernah menghianati hasil.
Ema juga berharap suatu saat usahanya ini lebih berkembang lagi untuk kedepannya.
"Semoga bisa buka cabang di Daik Lingga nantinya, sudah dipikirkan dan sudah didoakan. Semoga ke depannya Allah beri kemudahan," tutup Ema.
(TribunBatam.id/Febriyuanda)
Baca juga Berita Tribun Batam Lainnya di Google