TNI AU
Momen Penting Warnai Sejarah Lahirnya TNI AU, Diperingati Setiap 9 April
Sejarah lahirnya TNI Angkatan Udara diperingati setiap 9 April, tahun 2021 merupakan peringatan HUT ke-75 TNI AU
TRIBUNBATAM.id - Hari Ulang Tahun ke-75 TNI Angkatan Udara atau HUT TNI AU 2021 akan diperingati pada 9 April 2021.
Beragam peristiwa penting mewarnai kelahiran TNI AU sejak jaman penjajahan.
Dilansir dari tni-au.mild.id, sejarah lahirnya TNI AU bermula dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 23 Agustus 1945, guna memperkuat Armada Udara yang saat itu sangat kekurangan pesawat terbang dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Sejalan dengan perkembangannya berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pada 5 Oktober 1945 dengan nama TKR jawatan penerbangan di bawah Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma.
Pada 23 Januari 1946 TKR ditingkatkan lagi menjadi TRI, sebagai kelanjutan dari perkembangan tunas Angkatan Udara.
Selanjutnya pada 9 April 1946, TRI jawatan penerbangan dihapuskan dan diganti dengan Angkatan Udara Republik Indonesia, kini diperingati sebagai hari lahirnya TNI AU yang diresmikan bersamaan dengan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Baca juga: Peringati HUT ke-75 TNI AU, Lanud Raja Haji Fisabilillah Bersihkan Taman Gurindam Tanjungpinang
Salah satu Sejarah monumental yang selalu diperingati jajaran TNI AU tiap tahun adalah apa yang dinamakan Hari Bhakti TNI AU.
Peringatan Hari Bhakti TNI AU, dilatar belakangi oleh dua peristiwa yang terjadi dalam satu hari pada 29 Juli 1947.
Peristiwa Pertama, pada pagi hari, tiga kadet penerbang TNI AU masing-masing Kadet Mulyono, Kadet Suharnoko Harbani dan Kadet Sutarjo Sigit dengan menggunakan dua pesawat Cureng dan satu Guntei berhasil melakukan pengeboman terhadap kubu-kubu pertahanan Belanda di tiga tempat, masing-masing di kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.

Peristiwa Kedua, jatuhnya pesawat DAKOTA VT-CLA yang megakibatkan gugurnya tiga perintis TNI AU masing-masing Adisutjipto, Abdurahman Saleh dan Adisumarmo.
Pesawat Dakota yang jatuh di daerah Ngoto, selatan Yogyakarta itu, bukanlah pesawat militer, melainkan pesawat sipil yang disewa oleh pemerintah Indonesia untuk membawa bantuan obat-obatan Palang Merah Malaya.
Penembakan dilakukan oleh dua pesawat militer Belanda jenis Kittyhawk, yang merasa kesal atas pengeboman para kadet TNI AU pada pagi harinya.
Untuk mengenang jasa-jasa dan pengorbanan ketiga perintis TNI AU tersebut, sejak Juli 2000, di lokasi jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA (Ngoto) telah dibangun sebuah monumen perjuangan TNI AU dan lokasi tersebut juga dibangun tugu dan relief tentang dua peristiwa yang melatar belakanginya.
Di lokasi monumen juga dibangun makam Adisutjipto dan Abdurachman Saleh beserta istri-istri mereka.
Pesawat Merah Putih Pertama
Hari itu 27 Oktober 1945, sehari menjelang peringatan 17 tahun Sumpah Pemuda, di Pangkalan Maguwo, Yogyakarta terlihat ada kesibukan.
Nampak para teknisi sedang berada di sekitar sebuah pesawat Cureng yang bertanda bulat Merah Putih, mempersiapkan segala sesuatunya untuk sebuah penerbangan yang direncanakan.
Mereka menginginkan sebuah pesawat Merah Putih terbang hari itu, untuk membangkitkan Sumpah Pemuda.
Komodor Udara Agustinus Adisutjipto, yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Adi, adalah satu-satunya penerbang Indonesia yang berada di Pangkalan Maguwo.
Hari itu, Pak Adi akan terbang bersama Cureng Merah Putih. Upaya itu membawa hasil.
Pak Adi membawa terbang Pesawat Cureng Merah Putih tersebut berputar-putar di Angkasa Pangkalan Maguwo disaksikan dengan rasa kagum oleh seluruh anggota pangkalan yang berada dibawah.
Itulah awal mula sebuah pesawat Indonesia bertanda Merah Putih terbang di angkasa Indonesia yang merdeka.

Periode Penting TNI AU
Periode Tahun 1950-1959
Pada periode ini TNI AU melakukan pengembangan dan konsolidasi dengan menggantikan alutsista peninggalan Jepang.
Dirgantara Indonesia mulai dihiasi dengan kehadiran pesawat-pesawat lebih modern seperti P-51 Mustang, B-25 Mitchel, B-26 Invander, C-47 Dakota, AT-16 Harvard, Piper Cub L-4J, Cessna L-19, Cessna 180, Albatros, Vampire Trainer DH-115, Piper Cub, Mark-2 Auster, PBY Catalina, IL-28 Ilyusin, Mig-15, Mig-17, Bell 47G-2 Trooper, MI-4, SM-1, IL-14 Avia, BT-13 Valiant, Hiller-360 Utility, Bell-47G.
Dalam periode ini, TNI AU melaksanakan tugas dalam rangka mempertahankan kedaulatan negara. Berbagai operasi penumpasan pemberontakan berhasil dilaksanakan secara gemilang. Diantaranya adalah operasi penumpasan pemberontakan PKI Madiun, PRRI/Permesta, Republik Maluku Selatan dan DI/TII.
Periode Tahun 1960-1969
Dekade ini, TNI AU tumbuh menjadi kekuatan yang sangat disegani di kawasan Asia Tenggara. Pengadaan alutsista diwarnai dari Blok Barat dan Blok Timur.
Alutsista yang berasal dari Blok Timur antara lain pesawat Mig-19, Mig-21, AN-12 Antonov, TU-16, Helikopter MI-4, MI-6, L-29 Dholphin, Radar Nysa dan Rudal SAM-75.
Sedangkan dari Blok Barat didatangkan pesawat C-130 Hercules, C-140 Jet Star, Helikopter Bell-47J Ranger, Bell-204B Iroquis, S-58T Sikorsky, T-34A Mentor, serta Radar Decca. Dengan kekuatan udara tersebut, TNI AU berhasil melaksanakan operasi merebut Irian Barat (Operasi Trikora), Operasi Dwikora terkait konfrontasi Indonesia-Malaysia, dan Operasi Penumpasan G-30 S/PKI.
Periode Tahun 1970-1979
Pada pertengahan tahun 70-an, TNI AU secara bertahap diperkuat oleh beberapa alutsista baru seperti pesawat OV-10 Bronco, F-86 Sabre, T-33 Bird, Fokker F-27, T-34C Mentor Charlie, Helikopter Puma SA-330, Helikopter Latih bell 47G Sioux, Bell-204B Iroquis, serta AT-16 Harvard.
Periode Tahun 1980-1989
Dekade 80-an, hadir pesawat tempur F-5 Tiger II, pesawat A-4 Sky Hawk dan pesawat latih jenis Hawk MK-53, Boeing 737 yang mempunyai kemampuan pengintaian dan pengamatan wilayah permukaan serta pesawat angkut ringan Cassa-212-200 Aviocar sebagai kekuatan Skadron Udara 4 Lanud Abdulrachman Saleh.
Datangnya pesawat Multirole F-16 Fighting Falcon pada akhir tahun 1989 telah menambah keperkasaan TNI AU, serta Radar Thomson dan Plessey. Untuk membentuk penerbang-penerbang muda, didatangkan pesawat AS-202/ 18 A Bravo sebagai pesawat latih mula.
Periode Tahun 1990-1999
Memasuki periode 1990-an, TNI AU kembali menambah kekuatan dengan datangnya pesawat CN-235, NAS 332 Super Puma, dan Radar Plessey AR 325, jenis Hawk 100/200 yang ditempatkan di Skadron Udara 12 dan Skadron Udara 1.
Periode Tahun 2000-2010
Memasuki tahun 2000-an, secara bertahap TNI AU berbenah diri dalam mengembangkan kemampuan dan kekuatannya dengan menghadirkan pesawat Sukhoi SU-27 dan SU-30 dari Rusia.
Pesawat yang memiliki kemampuan jelajah dan manuverabilitas yang cukup tinggi, dan memiliki kemampuan combat radius sejauh 1.500 km serta jarak jelajahnya maksimal 4.000 km ini ditempatkan di Skadron Udara 11 Lanud Hasanuddin, agar apabila ada pesawat asing yang berusaha memasuki wilayah udara Indonesia di sekitar negara Timor Leste atau Papua, Sukhoi mampu mencegahnya.
Selain itu, di dekade ini dilengkapi pesawat latih dasar KT-1 Woong Bee, Helikopter EC-120 Colibri, NAS-332Super Puma, SF-260 Marchetti, dan CN-235-220 MPA dan CN-295 buatan PT. Dirgantara Indonesia.
Periode Tahun 2011- sekarang
Di dekade ini, Angkatan Udara melengkapi kekuatan alutsistanya dengan Su-30, F-16 CD, T-50i Golden Eagle, Super Tucano, G-120 TP-A, T-4D/R-172/182T, EC-725 Caracal, C-130 Hercules, B-737, F-28, Cassa-212, CN 295, dan CN-235. dilengkapi pesawat latih dasar, Colibri, dan CN-235-220 MPA dan CN-295 buatan PT.
Pada periode ini, TNI AU juga membentuk Skadron 45 VIP/VVIP, Skadron Udara 51 Elang Pengintai dengan pesawat UAV di Lanud Supadio, pembentukan Skadron Udara 16 di Lanud Roesmin Nuryadin dengan alutsista Pesawat F-16C/D-52ID, pembentukan Skadron Udara 27 di Lanud Manuhua, Biak dengan alutsista Pesawat CN-235 serta Skadron Udara 33 Lanud Hasanuddin dengan alutsista Pesawat Hercules C-130.(*)