HUMAN INTEREST

CERITA Kakek Jakarta di Lingga, 30 Tahun Buat Alat Kesenian Melayu Secara Otodidak

Kisah hidup Kakek Jakarta ini menarik untuk disimak. Di usianya yang tak muda lagi, ia masih mahir membuat alat musik Melayu. Bagaimana kisahnya?

Penulis: Febriyuanda | Editor: Septyan Mulia Rohman
TribunBatam.id/Febriyuanda
CERITA Kakek Jakarta, 30 Tahun Buat Alat Kesenian Melayu Secara Otodidak. Foto Jakarta atau Tok Ta, seorang perajin alat kesenian tradisi Melayu di Desa Kote, Kecamatan Singkep Pesisir, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri. 

LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Namanya Kakek Jakarta. Dari namanya saja, mungkin kalian yang membacanya langsung penasaran akan namanya yang unik itu.

Pria 3 Januari 1951 yang lahir di Desa Kote, Kecamatan Singkep Pesisir, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri ini hanya tahu jika nama yang nyeleneh itu merupakan pemberian orang tuanya.

Usianya sudah 70 tahun membuat Kakek Jakarta yang akrab disapa 'Tok Ta' memiliki pendengaran yang kurang jelas.

Untuk bisa berbicara dengannya, suara kita harus agak sedikit keras.

Bukan bermaksud tak sopan. Meski begitu, kondisi fisiknya masih tegap.

Badannya juga tak terlalu kurus. Kepada TribunBatam.id, Tok Ta pun rela meluangkan waktu untuk berbagi kisahnya saat ditemui di kediamannya, Kamis (15/4/2021).

Kakek Jakarta atau Tok Ta, seorang perajin alat kesenian tradisi Melayu di Desa Kote, Kecamatan Singkep Pesisir, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri.
Kakek Jakarta atau Tok Ta, seorang perajin alat kesenian tradisi Melayu di Desa Kote, Kecamatan Singkep Pesisir, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri. (TribunBatam.id/Febriyuanda)

Kakek Jakarta tinggal bersama istrinya yang merupakan tukang jahit.

Sedangkan, anaknya sudah menikah dan tinggal di Karimun bersama cucunya.

Ia juga mengatakan, bahwa cucunya juga sering bermain kerumahnya jika libur.

Pria yang berusia 70 tahun ini menceritakan, bahwa sejak usianya 40 tahun ia sudah memulai membuat alat kesenian tradisi Melayu.

Berbagai macam yang ia buat, seperti gendang, gong, gambus, marwas, serunai, tepak sirih dan alat musik Melayu lainnya.

Bahkan, ia mengaku bahwa ia juga bisa membuat perahu atau sampan.

"Untuk sekarang yang rutin saya buat alat-alat musik ini.

Baca juga: Bupati dan Wabup Lingga Ikut Rakor dengan Presiden, Minta Kepala Daerah Kerja Cepat

Baca juga: Safari Ramadhan Bupati Lingga dan Istri di Daik, Minta Warga Tak Abaikan Protkes

Alat musik Melayu buatan Kakek Jakarta atau Tok Ta di Lingga, Kamis (15/4/2021).
Alat musik Melayu buatan Kakek Jakarta atau Tok Ta di Lingga, Kamis (15/4/2021). (TribunBatam.id/Febriyuanda)

Buat sampan sudah tidak kuat lagi untuk ngambil kayu," kata Tok Ta kepada TribunBatam.id.

Kakek Jakarta ini mengaku, bahwa sejak kecil diusianya 13 tahun ia sudah membantu dan mengikuti jejak mendiang ayahnya sebagai perajin kayu, atau bangunan.

"Kakek tidak belajar, tapi sambil lihat-lihat Almarhum ayah buat.

Jadi sampai bisa buat macam-macam dari kayu.

Kemarin buat kusin pintu, lemari dan macam-macam la.

Memang bakat dari orangtua mungkin," sambungnya.

Tinggalnya ia di Negeri Bunda Tanah Melayu, Kakek Jakarta memutuskan untuk membuat alat-alat seni tradisional Melayu.

Dalam waktu satu tahun, setidaknya ada 20-40 sepasang gendang yang terjual olehnya.

Berkat karyanya itu, banyak orang yang sudah memesan alat-alat keseniannya.

Bahkan yang lebih sering oleh Lembaga Adat Melayu Kabupaten Lingga.

Sehingga tepatnya pada 23 Juni 2019, ia diberi piagam penghargaan oleh LAM Kabupaten Lingga yang diketuai oleh Datok Sri Ir. Haji Muhammad Ishak, sebagai Perajin Alat Kesenian Tradisi Melayu.

Sampai saat ini, ia sudah menerima ratusan alat kesenian Melayu yang ia buat dengan hasil ukiran tangannya sendiri.

"Untuk keluar daerah sering juga, seperti Batam, Pinang itu sudah pernah.

Yang paling sering dapat pesanan dari Daik," ungkap Jakarta.

Terlepas dari kelihaiannya dalam membuat alat kesenian Melayu, namun Jakarta sendiri mengaku bahwa ia tidak bisa memainkan alat musik yang ia buat.

"Hanya tau satu aja, Gambus. Yang lain tidak tau," ucap Jakarta dengan canda.

Kakek Jakarta ini berharap, bahwa para anak muda agar bisa belajar membuat seperti apa yang lakukan.

Ia cukup kecewa, karena kurangnya minat anak muda untuk belajar mewarisi apa yang ia lakukan, sehingga bisa dilestarikan terus menerus suatu saat nanti.

"Ya kalau kakek meninggal, setidaknya ada yang mau kakek wariskan, seperti bakat ini.

Tapi kurang sekali minat anak muda sekarang, pernah la sekali dua kali ada yang mau belajar buat alat-alat ini, tapi tidak rutin dan hilang gitu aja," ucap Kakek Jakarta dengan kecewa.

Jakarta lalu berharap kepada Pemkab Lingga untuk bisa memberi wadah memberikan pelatihan kepada anak muda sebagai generasi penerus dalam melestarikan alat kesenian Melayu ini.

"Jika harus saya yang disuruh mengajar, saya siap. Tidak digaji pun saya mau, asalkan ada yang mau," katanya.

Untuk harga yang ia jual sendiri tergolong terjangkau.

Sambil memperlihatkan hasil karya yang ia buat kepada TribunBatam.id, ia sekaligus memberikan harganya.

Untuk sering dipesan yakni, gendang sepasang (2 buah) dengan harga Rp 1,5 juta, gong Rp 2 juta, serunai Rp 500 ribu, Gambus Rp 1,2 juta.

Untuk bahan yang ia butuhkan seperti kayu dan kulit ia harus mengupah orang untuk mendapatkannya, karena terbilang sangat sulit didapatkan.

"Untuk membuatnya itu paling lama 9 hari, untuk gendang. Yang lama cuma keringkan kayu aja," sambungnya.(TribunBatam.id/Febriyuanda)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Berita Tentang Lingga

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved