TRIBUN WIKI
Biodata Benjamin Netanyahu, PM Israel Terlama, Terguling usai 12 Tahun Memimpin
Selama 12 tahun memimpin, Benjamin Netanyahu lengser sebagai Perdana Menteri Israel. Jabatannya kini diduduki Naftali Bennett.
TRIBUNBATAM.id - Benjamin Netanyahu kini lengser setelah 12 tahun memimpin Israel.
Dia kehilangan jabatannya yang kini diduduki Naftali Bennett.
Keputusan ini berlaku usai parlemen memberikan suara dalam pemerintagan koalisi baru.
Fakta yang cukup mengejutkan yakni bahwa Bennett dulu adalah mantan pendukung Netanyahu.
Keduanya dulu sangat dekat.
Bahkan, Bennett beberapa kali menduduki kursi menteri dalam kabinet Netanyahu.
Kini, kursi Perdana Menteri diduduki Naftali Bennett, seorang nasionalis sayap kanan yang dikenal kontroversial.
Bennett berhasil menduduki kursi Perdana Menteri Israel berkat koalisi paling aneh dalam sejarah Israel.
Koalisi itu yakni bersatunya kelompok ultra-Kanan, partai-partai kiri dan bahkan partai Islam hanya untuk mendukung seorang Naftali Bennet.
Benjamin Netanyahu sendiri akan tetap sebagai kepala partai sayap kanan Likud dan menjadi pemimpin oposisi.
Profil dan biodata Benjamin Netanyahu

Melansir Kompas.com, Benjamin Netanyahu lahir pada 21 Oktober 1949 di Tel Aviv, Israel dan dibesarkan di Kota Yerusalem.
Dia lahir dari orang tua yang sekuler, yang tak menganggap agama sebagai sesuatu yang penting.
Setelah ayahnya, Benzion Netanyahu, mendapat posisi sebagai profesor sejarawan Yahudi di Philadelphia, Amerika Serikat (AS) Benjamin Netanyahu ikut hijrah.
Di sana lah “Bibi” kecil menghabiskan sebagian besar masa remaja.
Pada usia 18 tahun, Bibi kembali ke Israel.
Dia menghabiskan lima tahun berikutnya di ketentaraan, sampai menjabat sebagai kapten di unit elite Pasukan Pertahanan Israel, Sayeret Matkal.
Sejumlah operasi militer pernah dijalaninya. Mulai dari serangan di bandara Beirut pada 1968.
Serta yang paling populer dalam pasukan operasi khusus penyelamatan jet penumpang Sabena, yang dibajak di bandara Tel Aviv pada 1972.
Aksi penyelamatan itu dikenal dengan nama sandi "Operasi Isotop," yang dipimpin oleh pemimpin masa depan Israel, Ehud Barak.
Kemudian pada 1973, Netanyahu mengambil bagian dalam perang Timur Tengah.
Setelah menyelesaikan dinas militer tersebut, Netanyahu kembali ke AS.
Dia melanjutkan pendidikan hingga memperoleh gelar sarjana dan master di Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Dorongan anti-terorisme
Pada 1976, dia sempat bekerja dengan Boston Consulting Group. Tapi kabar buruk datang dari tanah airnya.
Saudara laki-laki tertuanya, Jonathan, terbunuh saat mencoba membebaskan sandera dari pesawat Air France yang dibajak di Uganda.
Kematian saudaranya berdampak besar pada keluarga Netanyahu.
Kakaknya juga menjadi legendaris di Israel.
Netanyahu setelah itu menetap di Israel dan mendirikan lembaga anti-terorisme untuk mengenang saudaranya.
Upaya kontra terorisme internasional ini ternyata turut membantu meluncurkan karir politiknya.
Hingga pada 1982, Netanyahu diutus menjadi wakil kepala misi Israel di Washington DC.
Sebagai orang yang fasih berbahasa Inggris dengan aksen Amerika yang khas, dia menjadi wajah yang dikenal di televisi AS dan menjadi perwakilan yang efektif bagi Israel.
Setelah bertugas di kedutaan Israel di Washington DC (1982-84), dia menjadi duta besar Israel untuk PBB (1984-88).
Selama berada di PBB, dia berhasil memimpin kampanye untuk mendeklasifikasi arsip PBB tentang kejahatan perang Nazi.
Pemimpin termuda
Netanyahu kemudian terpilih sebagai anggota Knesset (parlemen Israel) dari partai sayap kanan Likud. D
ia menjabat sebagai wakil menteri untuk urusan luar negeri pada 1988.
Lima tahun kemudian, dia terpilih sebagai ketua partai Likud. Posisi ini sekaligus mendorongnya naik ke kontestasi pemimpin tertinggi Israel sebagai calon perdana menteri.
Pada 1996, Netanyahu memenangkan Jabatan Perdana Menteri Israel.
Keberhasilan ini membawanya menjadi pemimpin termuda Israel, dan yang pertama lahir setelah negara itu didirikan pada 1948.
Netanyahu sempat mengkritik keras perjanjian perdamaian Oslo 1993 antara Israel dan Palestina.
Tapi untuk memajukan proses perdamaian dengan Palestina, dia akhirnya menandatangani kesepakatan, yang menyerahkan lebih dari 80 persen dari Hebron ke kendali Otoritas Palestina.
Selain itu, Netanyahu juga menyetujui penarikan lebih lanjut pasukan dari Tepi Barat yang diduduki Israel.
Kebijakan ini menimbulkan banyak pertentangan dari sayap kanan Israel.
Sementara di dalam negeri, dia memperluas privatisasi pemerintah, dan meliberalisasi mata uang, hingga mengurangi defisit “Negeri Zionis”.
Pada 1999, setelah mengadakan pemilu 17 bulan lebih awal dari seharusnya, Netanyahu dikalahkan oleh pemimpin Partai Buruh Ehud Barak, mantan komandannya.
Pemimpin termuda
Setelah kekalahan itu, Netanyahu mengundurkan diri sebagai pemimpin Likud dan digantikan oleh Ariel Sharon.
Namun, dia kembali masuk ke pemerintahan setelah Sharon terpilih sebagai perdana menteri pada 2001.
Kali ini Netanyahu menjabat sebagai menteri luar negeri dan kemudian sebagai menteri keuangan.
Pada 2005, dia mengundurkan diri sebagai protes atas penarikan Israel dari Jalur Gaza.
Pada 2009, Netanyahu kembali memenangkan kepemimpinan di partai Likud, dan terpilih sebagai perdana menteri untuk kedua kalinya.
Setelah itu untuk pertama kalinya dia menyetujui pembekuan pembangunan selama 10 bulan di Tepi Barat.
Periode itu, memungkinkan pembicaraan damai dengan Palestina.
Pemimpin Israel ini ketika itu menyerukan demiliterisasi Palestina, yang mengakui negara Yahudi.
Dalam pidatonya yang terkenal pada Juni 2009 di Universitas Bar-Ilan, dia berkata, "Saya mengatakan kepada Presiden Obama di Washington, jika kami (Israel) mendapatkan jaminan demiliterisasi (Palestina), dan jika Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi, kami siap menyetujui perjanjian damai secara nyata."
Tetapi negosiasi gagal pada akhir 2010. Dia kemudian memperkuat posisinya dengan menyatakan dalam wawancara radio pada 2019 bahwa "Negara Palestina tidak akan dibuat, tidak seperti yang dibicarakan orang. Itu tidak akan terjadi."
Kasus pidana
Jika di luar negeri agendanya terlihat “sukses,” setelah 2016 Netanyahu dirundung oleh investigasi korupsi di dalam negeri.
Penyelidikan itu berujung pada tuduhan suap, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan sehubungan dengan tiga kasus terpisah pada November 2019.
Setelah didakwa pada 2019, Benjamin Netanyahu mencela proses hukum, yang dia lihat sebagai "percobaan kudeta."
Netanyahu diduga telah menerima hadiah dari pengusaha kaya dan memberikan bantuan untuk mencoba mendapatkan liputan pers yang lebih positif.
Dia menyangkal melakukan kesalahan dan mengklaim sudah di kurban dalam "perburuan” politik yang direkayasa oleh lawan-lawannya.
Pengadilan itu dilakukan pada Mei 2020. Dengan itu, dia menjadi perdana menteri Israel pertama yang menghadapi tuntutan pidana saat menjabat.
Meski begitu dia tetap menentang seruan lawan untuk mundur.
Bahkan di bawah tuduhan kriminal, Netanyahu selamat dari tiga pemilihan umum yang kontroversial dalam waktu kurang dari satu tahun.
Kemenangan itu membuatnya mencetak rekor masa jabatan kelima.
Tapi dia setuju untuk berbagi kekuasaan dengan saingan politiknya, Benny Gantz. Pembagian kekuasaan ini dimaksudkan untuk menangani keadaan darurat virus corona.
Tapi pemerintahan itu runtuh hanya dalam delapan bulan. Pemilihan umum keempat dalam dua tahun pun digelar.
Meskipun Likud memenangkan kursi terbanyak, oposisi di antara partai-partai sayap kanan lainnya terhadap mempertanyakan kelanjutan Netanyahu, sebagai perdana menteri sebab dia tidak bisa mengamankan suara mayoritas.
Serangan ke Gaza
Serangan Palestina dan aksi militer Israel berulang kali membawa “Negeri Zionis” ke dalam konfrontasi di dalam dan sekitar Jalur Gaza, sebelum dan setelah Netanyahu kembali menjabat pada 2009.
Pada akhir 2012, ia memerintahkan serangan besar-besaran setelah eskalasi tembakan roket ke Israel.
Kekerasan lintas batas berkobar lagi dan setelah gelombang serangan roket pada Juli 2014. Insiden ini kembali ditanggapinya dengan kampanye militer lainnya.
Perang 50 hari itu menewaskan lebih dari 2.100 warga Palestina, kebanyakan dari mereka warga sipil, menurut pejabat PBB dan Palestina. Di pihak Israel, 67 tentara dan enam warga sipil tewas.
Meskipun selama konflik Israel mendapat dukungan dari Amerika Serikat, sekutu terdekatnya, hubungan antara Netanyahu di masa Presiden Barack Obama terbilang sulit.
Hubungan keduanya menjadi sangat buruk ketika Netanyahu berpidato di depan Kongres AS pada Maret 2015. Dia memperingatkan atas "kesepakatan buruk" yang timbul dari negosiasi AS dengan Iran atas program nuklirnya.
Pemerintahan Obama mengutuk kunjungan itu, serta menyebutnya sudah mengganggu dan merusak relasi.
(*)