WHO Kritik dan Menilai Vaksin Berbayar di Indonesia Rentan Praktik Bisnis Semata
WHO menilai, ada kecenderungan jika vaksin berbabayar dilanjutkan negara sengaja mengambil keuntungan di tengah pandemi.
TRIBUNBATAM.id - Baru-baru ini, perusahaan milik BUMN PT Kimia Farma yang merupakan anak perusahaan dari Bio Farma, memberikan akses vaksin berbayar.
Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury mengungkapkan perusahaan farmasi pelat merah PT Kimia Farma telah bekerja sama untuk mendatangkan 15 juta dosis vaksin Sinopharm ke Indonesia.
"Kami berharap vaksin Sinopharm yang didatangkan oleh PT Kimia Farma yang merupakan anak perusahaan dari Bio Farma akan digunakan untuk vaksin gotong royong di mana kami sudah memiliki kerja sama untuk mendatangkan 15 juta dosis vaksin Sinopharm tersebut," kata Pahala Mansury sebagaimana dilansir kompas.com dari Antara, Rabu (14/7/2021).
Namun, Keputusan pemerintah terkait vaksinasi gotong royong individu berbayar menuai kritik dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
WHO menilai, ada kecenderungan jika vaksin berbabayar dilanjutkan negara sengaja mengambil keuntungan di tengah pandemi.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Ann Lindstrand pada konferensi pers Covid-19 virtual yang diadakan WHO.
Apabila ada masyarakat yang harus membayar, ia khawatir masyarakat paling rentan akan mendapat kesulitan akses terhadap vaksin Covid-19.
"Pembayaran dalam bentuk apa pun dapat menimbulkan masalah etika dan akses, dan terutama selama pandemi ketika kita membutuhkan cakupan dan vaksin untuk menjangkau yang paling rentan," kata Linstrand, Senin (12/7/2021).
Pertanyaannya kemudian, mengapa WHO memberi kritik atas vaksin berbayar?
Baca juga: 5 Tips Olahraga dengan Aman Selama Pandemi Menurut WHO
1. Kondisi sedang krisis
Dalam pertemuan yang sama, Kepala Teknik WHO untuk Covid-19, Mike Ryan mengatakan bahwa akses vaksin gratis bagi semua orang sangat dibutuhkan di masa kritis.
Ia menyampaikan fakta bahwa di Asia Tenggara angka kematian hariannya hampir melebihi jumlah kematian harian di India
"Kami telah melihat peningkatan kasus sebesar 44 persen selama seminggu terakhir dan peningkatan kematian sebesar 71 persen," ujar dia.
Indonesia sedang mengalami situasi sulit dengan angka kematian mencapai 6.000 kasus kematian per hari.
"Saya pikir ini menjadi titik bahwa vaksinasi gratis, poin akses dalam kampanye massal vaksinasi untuk mereka yang paling rentan," kata Ryan.
2. Banyak orang sekarat
Ryan menyampaikan, seharusnya Indonesia memiliki lebih banyak akses vaksin melalui kerja sama COVAX.
Rencana awal adalah dengan memberikan vaksin pada kelompok rentan, seperti tenaga kesehatan dan mereka yang bekerja di garis depan.
"Sayangnya ini tidak berhasil dan sekali lagi kita melihat ratusan, ribuan orang terinfeksi dan lebih penting lagi orang-orang dirawat di rumah sakit dan sekarat yang dapat dan seharusnya dilindungi sejauh ini dalam pandemi ini," imbuh Ryan.
Baca juga: Malaysia Bakal Setop Penggunaan Vaksin Sinovac dan Beralih ke Pfizer
3. COVAX diberikan gratis
Selama pandemi Covid-19, WHO menjalankan kerja sama internasional COVAX.
Kerja sama COVAX ini melibatkan UNICEF, organisasi dan berbagai negara yang memungkinkan vaksin gratis kepada negara yang membutuhkan.
"Tentu saja mereka memiliki akses vaksin yang gratis, hingga 20 persen dari populasi yang didanai oleh para penyandang dana kerja sama COVAX. Jadi sama sekali tidak dipungut pembayaran dalam pelaksanaannya," jelas Linstrand.
4. Ada pendanaan operasional
Selain vaksin, tentu butuh dana yang tak sedikit untuk masalah operasionalnya.
Misalnya, transportasi, logistik, peralatan dan biaya pengiriman.
Akan tetapi, hal itu bisa diatasi dengan mengajukan bantuan pendanaan kepada Bank Dunia.
"Ada pendanaan yang tersedia untuk semua negara AMC melalui bank pembangunan multilateral, bank dunia dan sekarang juga Open Window dengan pendanaan yang cepat dan dapat diakses dari GAVI, dukungan pengiriman COVAX," tutur Linstrand.
AMC adalah advance market commitment, yang merupakan negara yang menjadi sasaran mendapat prioritas vaksin Covid-19.
(*/tribunbatam.id)
BACA JUGA BERITA TRIBUNBATAM.ID DI GOOGLE NEWS
Baca Juga tentang VAKSIN