HUMAN INTEREST
Curhat Pedagang Otak-Otak di Pelabuhan Bintan saat Pandemi, Rika Belum Rasakan Bantuan
Kondisi pandemi covid-19 membuat pedagang otak-otak di Pelabuhan Bintan menunggak bayar sewa lapak hingga 5 bulan.
Penulis: Alfandi Simamora | Editor: Septyan Mulia Rohman
BINTAN, TRIBUNBATAM.id - Rika begitu sabar menanti penumpang yang keluar maupun yang masuk Pelabuhan Roro ASDP Tanjunguban.
Sesekali warga Kampung Jeruk Tanjunguban ini menawarkan otak-tak yang ia jual kepada warga yang melintas.
Kondisi pelabuhan begitu sepi, tak banyak orang yang melintas.
Ini jauh berbeda sebelum pandemi Covid-19 masuk ke Kepri.
Belum lagi dengan kebijakan PPKM yang ia tahu mengguncang periuk nasinya.

Sudah lima tahun Rika menggantungkan hidup dari berjualan otak-otak di kawasan pelabuhan.
Uang sewa lapaknya pun kini menunggak hingga lima bulan lamanya.
Untungnya, pihak otoritas pelabuhan memberi keringanan kepadanya.
Maklum saja, sejak covid-19 di Bintan belum lagi kisah PPKM, penjualan otak-otaknya turun drastis.
Jika sebelum pandemi, Rika mampu menjual hingga 300 pcs otak-otak.
Kini, paling kencang ia hanya mampu menjual 20 sampai hingga 30 pcs saja.
Harga satu ota-otaknya ia jual dengan harga seribu Rupiah.
Bisa dihitung sendiri berapa Rupiah yang bisa Rika bawa pulang dalam hari.
"Pedagang macam kami ini terasa betul dampak kebijakan pemerintah ini.
Satu persatu lapak tutup. Saya tak bisa, sebab hanya ini yang bisa saya kerjakan.
Baca juga: 48 Calon Penumpang Tujuan Batam Positif Covid-19 dari Tes Antigen di Pelabuhan Ini
Baca juga: Perantau Asal Medan Terimbas PPKM Batam, Sarapan Fahmi Terpaksa Disisa Buat Siang Hari
Kerja lain lagi tentu butuh modal. Sementara saya sudah tidak punya modal lagi.
Jualan ini saja pinjam modal dengan koperasi," ujarnya saat ditemui TribunBatam.id, Jumat (23/7/2021).
Ibu dua anak ini bercerita bahwa di masa sebelum pandemi Covid-19 masuk, jualan otak-otaknya lumayan laris dan selalu ada yang beli setiap harinya.
Selain wisatawan lokal, sejumlah wisatawan mancanegara asal Singapura dan Malaysia yang hendak berlibur dari Batam dan sebaliknya membeli otak-otaknya sebagai buah tangan.
Puncaknya saat penerapan PPKM pada 12 Juli 2021 dimana berdampak pada pelayaran domestik maupun antar provinsi.
Di sini kondisi pendapatannya makin merosot tajam.
Sementara suaminya, sudah tak bekerja sejak pandemi Covid-19.
Rika sebenarnya ingin membuka toko sembako meski kecil.
Niat iti ia buang jauh-jauh karena terbentur modal.
Mengenai bantuan UMKM dari pemerintah, Rika mengaku sudah mengajukannya.
Ketua RT bahka sudah datang untuk mendata rumah wanita 36 tahun itu.

"Tapi sampai saat ini sama sekali belum ada dapat, padahal sangat membutuhkan.
Apalagi daganganku saat ini sangat terpuruk sekali," keluhnya.
Ia pun berharap kepada Pemerintah untuk bisa membantu UMKM yang benar-benar membutuhkan ditengah masa pandemi dan pemberlakuan PPKM saat ini.
"Harusnya sebelum menerapkan aturan, Pemerintah harus melihat kelapangan bagaimana jika aturan itu di terapkan,apakah pedagang seperti kami ini terdampak dan terpukul atau tidak.
Jika terpukul,harusnya diberikan bantuan supaya bisa untuk modal dan memenuhi kebutuhan hidup.
Jangan asal buat aturan, tapi warganya terpuruk, seperti saya inilah contohnya," ucapnya dengan raut wajah sedih sembari melayani pembeli.
Ia pun mengaku bahwa aturan yang diberlakukan Pemerintah untuk mengurangi penyebaran Covid-19 sangat di dukung olehnya.
Karena untuk kepentingan bersama.
Ia pun berharap pandemi Covid-19 segera berakhir, supaya perekonomian bisa kembali normal.(TribunBatam.id/Alfandi Simamora)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Human Interest