Pengusaha Restoran Terpaksa Jual Mobil hingga Furniture Agar Bisnis Tetap Berjalan
Penjualan aset pribadi untuk mempertahankan restoran banyak dilakukan pengusaha agar tetap bisa menjalankan roda bisnisnya.
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Tidak hanya pengusaha retail, sektor usaha kuliner dan perhotelan juga merasakan dampak dari pemberlakuan PPKM Darurat.
Bahkan banyak di antaranya terpaksa mengurangi karyawan hingga menjual aset untuk tetap bertahan hidup.
Seperti pengusaha restoran pada saat ini telah menjual aset yang dimilikinya untuk bertahan di tengah pandemi Covid-19, dan pemberlakuan PPKM Level 4.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran, Emil Arifin saat dihubungi, Jumat (23/7/2021).
"Satu setengah tahun, kami hanya mengendalikan kerugian. Pinjam bank, bank tidak kasih, mau minta siapa lagi? Jadi jual mobil, jual ini," ujar Emil.
Menurutnya, penjualan aset pribadi untuk mempertahankan restoran banyak dilakukan pengusaha agar tetap bisa menjalankan roda bisnisnya.
Baca juga: Harga Mobil dan Elektronik Diprediksi Bakal Naik Imbas Penghapusan PPnBM
"Misalnya dia ada enam cabang, dia tutup empat cabang. Alat-alat dapurnya bisa dijualin untuk biaya operasional restoran lainnya, mobil dijual, furniturenya dijual, piring-piringnya dijualin," tuturnya.
Selain menjual aset, kata Emil, pengusaha restoran juga terpaksa memangkas jumlah karyawannya, yang awalnya 20 orang menjadi enam orang.
"Jadi kami sudah pencak sikat abis. Kami sepakat basmi Covid-19, cuman caranya ini harus gas dan rem.
Pemerintah sudah katakan kita hidup bersama Covid, tapi selama ini rem terus, rem lima kali gasnya sekali, lama-lama mati kalau begitu," tuturnya.
Emil pun menyayangkan sikap pemerintah yang tidak mengajak diskusi pelaku usaha restoran dalam menjalankan kebijakan pembatasan pergerakan orang seperti PSBB maupun PPKM.
Baca juga: Link Net Gelar Job Fair dan Festival Virtual Bantu Mengembangkan Bisnis UMKM, Cek Waktunya
"Persoalannya bukan diperpanjang PPKM atau tidak, tapi soal kepastian. Sekarang dibuka kami siap, tapi nanti tiba-tiba disuruh tutup, ini sudah 12 kali PSBB ataupun PPKM," papar Emil.
Pengusaha Ancang-ancang Kurangi Karyawan
Para pengusaha telah menyiapkan skenario pengurangan jumlah karyawan jika PPKM Darurat atau PPKM level 4 diperpanjang kembali setelah 25 Juli 2021.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan, perpanjangan PPKM Darurat jelas sangat berdampak berat ke industri tekstil dan ujungnya berefek ke pemangkasan jumlah karyawan.
"Efeknya karyawan kontrak ini, mau tidak mau dengan berat hati pasti perusahaan akan kurangi atau putus karyawan kontrak dulu," ujar Jemmy secara virtual, Rabu (21/7)
"Ini tidak dapat dihindari, jadi kami mohon kerja samanya PPKM ini tidak diperpanjang, diperlonggar supaya roda ekonomi bisa berputar kembali," sambung Jemmy.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menambahkan, sebagian besar karyawan pusat perbelanjaan pada saat ini dirumahkan, karena tidak dapat beroperasi saat PPKM Darurat.
"Ada juga PHK tapi relatif kecil saat ini, tahap kedua akan dilakukan jika PPKM Darurat bekepanjangan. Tahap kedua adalah dirumahkan dengan gaji tidak dibayar penuh sebagian, kemudian opsi terkahir adalah PHK," tuturnya.
Oleh karena itu, Alphonzus meminta pemerintah segera memberikan relaksasi pajak dan subsidi upah kepada pekerja agar pusat perbelanjaan dapat bertahan di tengah PPKM Darurat.
"Subsidi upah ke pekerja ini, contohnya karyawan memiliki gaji Rp 3 juta, pemerintah berikan subsidi Rp 1,5 juta ke pekerja, dan sisanya Rp 1,5 juta dari perusahaan," tuturnya.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut saat ini sudah banyak karyawan yang dirumahkan akibat penghentian operasional industri saat penerapan PPKM Darurat Jawa - Bali.
"Kemarin banyak yang dirumahkan, kalau tahun lalu memang parah sekali dan banyak yang di PHK," ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani.
Namun, Hariyadi mengaku tidak memiliki data jumlah karyawan yang telah dirumahkan selama PPKM Darurat diterapkan sejak 3 Juli 2021.
Ia menyebut, opsi dirumahkan lebih banyak dipilih dibanding melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena harus memberikan pesangon, jikapun ada PHK maka jumlahnya tidak banyak.
"PHK yang normatif rasanya mungkin tidak akan besar, karena normatif kan harus dikasih pesangon. Kalau dirumahkan ya mungkin iya, kalau kontraknya habis dan tidak diperpanjang ya mungkin iya," papar Hariyadi.
Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memperkirakan ratusan ribu buruh bakal kena pemutusan hubungan kerja (PHK), jika PPKM Darurat diperpanjang hingga Agustus 2021.
"Potensi ledakan PHK ratusan ribu, jika PPKM Darurat diperpanjang jadi enam pekan. Berarti satu bulan setengah, sampai Agustus 2021," tutur Presiden KSPI Said Iqbal.
Menurut Said, buruh yang berpotensi di PHK yaitu di sektor manufaktur, dan perkiraan angka ini hanya untuk wilayah Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Timur.
"Hitungan saya sederhana, angka buruh terpapar Covid-19 itu 10 persen atau sekitar 75 ribu.
Kalau penyebarannya makin besar, pabrik mau tidak mau tutup dan tidak ada keuntungan, maka manajemen memutuskan pengurangan," papar Said.
Hariyadi Sukamdani juga meminta kepada pemerintah agar mengizinkan perusahaan industri
manufaktur sektor kritikal dan esensial, serta industri penunjangnya, dan industri berorientasi ekspor tetap beroperasi dengan kapasitas maksimal 100 persen karyawan operasional.
"Kemudian 25 persen karyawan penunjang operasional, apabila sudah melakukan vaksinasi dua kali untuk seluruh karyawannya," kata Hariyadi.
Akan tetapi, kata Hariyadi, apabila ada kasus konfirmasi positif Covid-19 dalam industri manufaktur tersebut, evaluasi akan cepat dilakukan
dengan menurunkan kapasitas menjadi 50 persen karyawan operasional dan 10 persen karyawan penunjang operasional.