WISATA KEPRI

Hijaunya Sawah ada di Kepri, Selain Destinasi Wisata Dukung Ketahanan Pangan

Hijaunya sawah ternyata tak hanya ada di pulau-pulau besar di Indonesia saja. Kepri bahkan menjadikannya sebagai salah satu destinasi wisata.

TRIBUNBATAM.ID/RAHMA TIKA
Jalan aspal yang tengah dikerjakan kontraktor menuju Desa Bukit Padi, Kecamatan Jemaja Timur dan akses menuju Bandara Letung. Di lokasi ini kamu bisa melihat hijaunya sawah. 

ANAMBAS, TRIBUNBATAM.id - Melihat hijaunya hamparan sawah di Kepri tak perlu jauh-jauh ke tanah Jawa.

Kabupaten terdepan di Kepri memilikinya.

Meski luas daratan lebih kecil daripada lautan, namun hamparan sawah bisa dilihat di sini.

Tepatnya di Desa Bukit Padi, Pulau Jemaja, Kabupaten Kepulauan Anambas.

Hamparan sawah terlihat sejauh mata memandang.

Mungkin tidak banyak yang tahu kalau di Pulau Jemaja menyimpan potensi pertanian dan perkebunan meski geografis Anambas bersinggungan dengan laut.

Menilik masa lalu, daerah ini rupanya menjadi salah satu tujuan transmigran.

Baca juga: Melihat Masjid Tertua di Anambas, Jadi Destinasi Wisata Kepri

Baca juga: Lokasi Wisata Anambas Ini Instagramable Banget, Dilengkapi dengan Permainan Anak

Petani Kecamatan Jemaja Timur Anambas panen padi serentak, Kamis (18/6/2020). Pemda Anambas memberikan bantuan peralatan kerja kepada petani yang menggarap padi
Petani Kecamatan Jemaja Timur Anambas panen padi serentak, Kamis (18/6/2020). Pemda Anambas memberikan bantuan peralatan kerja kepada petani yang menggarap padi (TRIBUNBATAM.ID/ISTIMEWA)

Abah salah satunya. Pria asal Sukabumi, Jawa Barat ini sudah enam tahun berada di Jemaja. Sebelum menggarap sawah ini, sebelumnya ia bersama istrinya mengurus kebun warga yang ada di Desa Mampok Kecamatan Jemaja.

"Urus kebun orang di Mampok itu lebih kurang empat tahunan. Kalau lahan di sini (bukit padi) belum ada dua tahunan," ujar pria berumur 67 tahun ini kepada TribunBatam.id belum lama ini.

Hamparan sawah yang tinggal menunggu panen ini pun, diakuinya tak semudah membalikkan telapak tangan.

Ia membawa sendiri bibit padi dari kampungnya sebanyak 6 kilogram yang kemudian ia kembangkan. Lahan yang ia kerjakan ini pun, bukan miliknya.

Ia memiliki lahan kecil persis di belakang sawah yang ia kerjakan.

Di situ juga terdapat pondok sederhana tempat mereka tinggal.

Tanaman padi yang ia tanam pun, diakuinya tidak menggunakan pestisida alias organik. Ia hanya menggunakan kompos dari sisa-sisa sampah yang kemudian dijadikan pupuk sebagai vitamin bagi tanamannya itu.

Abah pun punya alasan lain, ketika disinggung mengapa ia harus membawa sendiri bibit padi dari kampung halamannya itu.

"Pernah ada dibagikan bantuan bibit, tapi berasnya gak laku. Gak mau ditanam lagi Pak. Selain itu, pernah juga dapat bibit cabai satu kampet, dengan pupuk 12 kilogram," sahut Titin, istri Abah.

Baca juga: Permainan Rakyat Kepri Ini Masih Lestari Meski Zaman Sudah Digital, Simak Keseruannya

Baca juga: Kuliner Kepri Nan Legit Ini Sudah Terkenal Hingga Negeri Jiran, Enak Dimakan Selagi Hangat

Lahan cabai merah yang ada di Kecamatan Jemaja, Anambas.
Lahan cabai merah yang ada di Kecamatan Jemaja, Anambas. (TRIBUNBATAM.ID/ISTIMEWA)

Meski membawa bibit padi tersebut secara mandiri dari kampung halaman, namun hal ini tidak membuat pasangan suami istri ini menjadi perhitungan. Ia tidak segan membagikan bibit padi bagi masyarakat yang mau.

Ia mencontohkan seperti warga Desa Ulu Maras Kecamatan Jemaja Timur yang pernah meminta bibit padi miliknya.

Soal pemasaran pun, Abah dan Titin tak perlu repot-repot.

Selain dijual kepada penampung, ada juga orang Tarempa yang membeli beras dari hasil panennya.

Kini Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat juga telah menjual produk asli desa itu.

Pengemasannya pun tak kalah menarik dengan brand yang lebih dulu tenar.

‎"Yang beli ada, malah tidak cukup-cukup. Ada juga orang Tarempa datang, seperti yang pegawai-pegawai itu. Kalau padi kering harganya Rp 5 ribu per kilogram," bebernya.

Soal uluran bantuan, baik Abah maupun Titin tidak mau berharap banyak. Beberapa kali ia pernah didata, termasuk mengambil gambar lahan yang mereka kerjakan. Namun sayang, bantuan yang diharapkan tak kunjung datang.

Ia menceritakan, bahwa pernah sampai disuruh membuat rekening ke bank sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh bantuan, namun bantuan yang diharapkan tak jua datang.

Baca juga: Wisata Religi Kepri Ini Mampu Tampung 5 Ribu Orang, Viewnya Langsung Menghadap Laut

Baca juga: Wisata Batam Tak Melulu Pantai, Wahana Anak Ini Berada di Pusat Kota

Lokasi Persawahan dan Perkebunan yang ada di Kecamatan Jemaja, Iswandi Wakil Ketua Balai Benih Pertanian Terpadu bersama para petani Pasiran dan ulu maras.
Lokasi Persawahan dan Perkebunan yang ada di Kecamatan Jemaja, Iswandi Wakil Ketua Balai Benih Pertanian Terpadu bersama para petani Pasiran dan ulu maras. (TRIBUNBATAM.ID/RAHMA TIKA)

"Ya gak apa-apa, biarin aja. Mungkin belum rezeki. Padahal pernah dari desa disuruh buat rekening. Sudah di foto-foto dan tandatangan. Gak tahu juga mau dikasih apa," ungkapnya.

Meski terlihat bagus serta sedap dipandang mata, namun Abah mengakui padi yang ia tanam belum mencapai hasil yang maksimal. Salah satu kendala yang cukup berpengaruh terhadap kualitas padi, yakni ketersediaan air.

Untuk mendapatkan air, ia dan istri harus memutar otak. Salah satunya dengan menggali bagian tanah yang berkontur gambut untuk menyalurkan air yang kemudian dibagi-bagi.

Hal ini terbilang ironis, karena tidak jauh dari lahan yang Abah garap, terdapat pintu air yang pembangunannya ‎terbilang baru, namun sayang hanya terdapat tanah di dalamnya dan kering akan air.

Beruntung, hujan mengguyur Jemaja Timur pada dini hari sehingga petani seperti Abah dan Titin tidak perlu bersuah payah menyalurkan air untuk menyiram tanaman padi mereka.

"‎Ini belum maksimal. Secara presentase, mungkin baru 75 sampai 80 persen. Serba salah juga. Air sedikit berpengaruh ke kualitas padi. Sekali banyak air, hujan lebat. Malah muncul bencana seperti longsor yang terjadi kemarin itu. Rumah di belakang itu banjir sampai dada Abah. Kayak di laut jadinya. Ayam yang Abah pelihara ada mungkin 70 ekor, habis. Waktu itu sawah belum digarap karena memang belum mau menanam. Sampai Pak Gubernur dan Pak Bupati lihat," kenangnya.(*)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Berita Tentang Wisata Kepri

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved