China Buat AS hingga Inggris Cemas, Kembangkan Senjata Mematikan sampai Kecerdasan Buatan
Amerika Serikat hingga Inggris dibuat cemas dengan langkah China yang berambisi mengembangkan senjata mematikan hingga kecerdasan buatan.
TRIBUNBATAM.id - China diketahui semakin agresif dalam membangun kekuatan militernya.
Negara-negara di dunia pun mulai cemas dengan langkah yang diambil negara pimpinan Xi Jinping ini.
Salah satunya Amerika Serikat.
Dengan negeri Paman Sam, China sedang berkompetisi untuk membuat senjata hipersonik yang mematikan.
Tidak hanya itu, China diketahui sedang berlomba dengan Rusia untuk menguasai teknologi kecerdasan buatan.
Sekretaris Angkatan Udara Amerika Serikat (AS), Frank Kendall mengakui adanya perlombaan senjata hipersonik itu.
Baca juga: Janji China Bantu Negara di Afrika Terkait Covid-19, Vaksin hingga Investasi Fantastis
Baca juga: China Kerahkan 27 Jet Tempur Masuk Zona Udara Taiwan Buntut Kunjungan Delegasi AS
Serangkaian uji coba dalam satu tahun terakhir menunjukkan betapa seriusnya kedua negara.
Pernyataan Kendall bukan tanpa alasan, pada bulan Oktober lalu, Jenderal Mark Milley mengkonfirmasi tes senjata hipersonik China.
Menurut para ahli, China sedang mengupayakan sistem yang dapat mengorbit Bumi untuk menghindari pertahanan rudal AS.
Sebuah rudal digolongkan ke dalam hipersonik apabila mampu bergerak di atmosfer atas dengan kecepatan lebih dari lima kali kecepatan suara, atau sekitar 6.200 km per jam.
AS sendiri sepanjang tahun ini telah melakukan beberapa uji rudal hipersonik beserta sistem pendukungnya.
Bulan Oktober, Angkatan Laut AS berhasil menguji motor roket pendorong yang akan digunakan untuk menggerakkan kendaraan peluncur yang membawa senjata hipersonik ke udara.
"Ada perlombaan senjata, bukan hanya soal jumlah, tapi tentang kualitas. Perlombaan senjata ini sudah berlangsung cukup lama, pihak China telah melakukannya dengan sangat agresif," ungkap Kendall, seperti dikutip Reuters, Selasa (30/11).
Dalam pemaparannya di Pentagon, Kendall berharap bisa mengumpulkan dana untuk segera menghadirkan sistem baru, termasuk program pengembangan hipersonik.
Saat ini Pentagon memasuki siklus anggaran tahunan 2023 dan bersiap menghentikan operasi sistem lama yang memiliki biaya perawatan yang mahal.
Baca juga: Selebgram China Nasibnya Memilukan, Nekat Akhiri Hidup, Abu Kremasinya Malah Dicuri
Baca juga: China Tunjukkan Taji, Hukum Negara Eropa Ini Buntut Dukung Taiwan
Beberapa persenjataan unggulan seperti jet tempur A-10, pesawat kargo C-130, serta drone MQ-9, disebut masih akan tetap dipertahankan.
Namun, Kendall mengakui bahwa persenjataan tersebut tidak bisa membuat China takut.
"Saya suka A-10. C-130 adalah pesawat hebat yang sangat mampu dan sangat efektif untuk banyak misi. MQ-9 sangat efektif untuk kontra-terorisme dan sebagainya. Mereka masih berguna, tapi tidak satu pun dari hal-hal ini yang membuat China takut," lanjut Kendall.
Minat AS pada senjata hipersonik didukung penuh oleh sejumlah produsen senjata lokal.
Lockheed Martin, Northrop Grumman, dan Raytheon Technologies telah menggembar-gemborkan program senjata hipersonik mereka kepada investor.
Mereka mengakui saat ini fokus dunia telah beralih ke perlombaan senjata baru.
Saat ini Pentagon masih menimbang banyaknya kontraktor pertahanan untuk menemukan perhitungan anggaran yang tepat.
Divisi penelitian dan pengembangan Pentagon mengakui sistem persenjataan generasi berikutnya menelan biaya yang sangat besar.
PERINGATAN Intelijen Inggris
Tidak hanya Amerika Serikat (AS), Kepala dinas mata-mata asing Inggris memperingatkan China dan Rusia berlomba untuk menguasai kecerdasan buatan, dengan cara yang dapat merevolusi geopolitik selama 10 tahun ke depan.
Mata-mata dunia mencoba bergulat dengan kemajuan seismik teknologi, yang menantang operasi mata-mata tradisional yang dipimpin manusia, yang telah mendominasi spionase selama ribuan tahun.
Baca juga: Taiwan Andalkan Amerika Serikat Sejak Berkonflik dengan China, Faktanya?
Baca juga: Warga China dan Thailand Percaya Bunga Langka Ini Sebagai Obat, Tumbuh di Kepri
Kepala Secret Intelligence Service, yang dikenal sebagai MI6, Richard Moore mengatakan, rekayasa kuantum, biologi rekayasa, kumpulan besar data dan kemajuan dalam kekuatan komputer merupakan ancaman, yang perlu ditangani oleh Barat.
“Musuh kami menggelontorkan uang dan ambisi untuk menguasai kecerdasan buatan (AI), komputasi kuantum, dan biologi sintetis, karena mereka tahu bahwa menguasai teknologi ini akan memberi mereka pengaruh,” kata Moore, yang jarang berpidato di depan umum, pada Selasa (30/11/2021), menurut berita Reuters.
Moore, mantan diplomat yang menjadi kepala MI6 pada 2020, mengatakan kemajuan teknologi selama dekade berikutnya dapat melampaui semua kemajuan teknologi selama satu abad terakhir.
“Sebagai masyarakat, kami belum menginternalisasi fakta yang nyata ini dan potensi dampaknya terhadap geopolitik global. Tapi itu adalah fokus yang sangat hangat untuk MI6,” katanya.
Perhatian khusus bagi mata-mata di negara demokrasi liberal dunia adalah badan intelijen Rusia dan China, yang bergegas memanfaatkan kekuatan berbagai teknologi canggih, terkadang dengan kecepatan yang lebih cepat daripada di Barat.
Badan-badan intelijen Barat khawatir Beijing dalam beberapa dekade dapat mendominasi semua teknologi utama yang muncul, terutama kecerdasan buatan, biologi sintetis, dan genetika.
Baca juga: Warga China dan Thailand Percaya Bunga Langka Ini Sebagai Obat, Tumbuh di Kepri
Baca juga: Menhan Singapura Cemas Konflik Amerika Serikat dengan China: Asia Tenggara Bisa Bergejolak
Kebangkitan ekonomi dan militer China selama 40 tahun terakhir dianggap sebagai salah satu peristiwa geopolitik paling signifikan belakangan ini, di samping jatuhnya Uni Soviet pada 1991, yang mengakhiri Perang Dingin.
MI6 digambarkan oleh novelis sebagai majikan dari beberapa mata-mata fiksi paling populer, dari George Smiley John le Carré hingga James Bond Ian Fleming.
Organisasi ini secara nyata beroperasi di luar negeri dan ditugaskan untuk membela Inggris dan kepentingannya di dunia.
Moore mengatakan layanan harus berubah untuk memanfaatkan teknologi baru.
“Kami tidak dapat berharap untuk meniru industri teknologi global, jadi kami harus memanfaatkannya,” katanya.(TribunBatam.id) (Kontan.co.id) (Kompas.com/Bernadette Aderi Puspaningrum)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang China
Sumber: Kontan.co.id, Kompas.com