HUMAN INTEREST
KISAH Nelayan Pulau Labun Batam, Saat Hasil Laut Sepi Pilih Pungut Kelapa Hanyut
Pasangan suami istri yang merupakan warga Pulau Labun, Batam memilih memungut kelapa yang hanyut terbawa ombak untuk dijadikan sumber penghasilan baru
Penulis: Beres Lumbantobing |
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Pria bertubuh kekar itu seketika dengan sigap menarik perahu sampan miliknya ke pelantar bantaran rumah panggung.
Sementara sang istri sibuk menguras air dari dalam perahu sembari merapikan bongkahan butir kelapa.
Tali perahu pun langsung diikat tambatkan ke pohon kayu.
Mereka baru saja selesai melaut, mencari ikan tidak jauh dari rumah kediamannya. Mungkin jaraknya sekitar 1 mil.
Sepasang suami istri ini selalu kompak saat akan turun mencari rezeki dari hasil tangkapan laut.
Dia, Pak lahodo (56) tahun dan Mida (43 tahun).
Pasangan ini merupakan warga Pulau Labun, Kelurahan Pemping, Kecamatan Belakang Padang.
Dengan wajah terlihat lelah namun sedikit ceria, kedua pasangan ini berhasil mengumpulkan kelapa yang hanyut di laut.
"Banyak Kelapa yang didapat Pak ? " Sapa jurnalis mencoba dengan ramah.
Baca juga: HARRIS Resort Barelang Dengan Pimpinan Baru General Manager Vincent Gunawan
Baca juga: Korban Hamil dan Melahirkan, Pelaku Tindak Asusila terhadap Siswi SMP di Batam Belum Tertangkap
"Alhamdullilah Pak, hari ini dapatlah 300 kelapa" ucap Pak Lahodo yang di bantu istrinya menurunkan buah kelapa ke pasir depan rumahnya.
Kelapa kelapa ini didapat dari laut, Kelapa yang hanyut terbawa ombak dan juga yang sudah terdampar di pantai dan terkadang tidak dipedulikan oleh orang lain, tapi oleh suami istri ini dimanfaatkan.
"Kelapa-kelapa itu bisa di jadikan minyak goreng dan buat makanan ayam Pak," kata Ibu Mida, sembari menurunkan kelapa kelapa itu dari boat.
Jika diolah, Mida menyebutkan kelapa-kelapa itu dapat ia jual untuk menjadi penghasilan tambahan.
Setidaknya untuk kebutuhan d irumah dapat tercukupi.
Mida mengangkatnya langsung dengan menggunakan ember.
Jurnalis Tribun Batam menyaksikan langsung aktivitas Lahodo dan Mida.
Dengan penuh semangat ia langsung menurunkan seluruh kelapa dari perahunya.
Kelapa-kelapa ini, menjadi alternatif penghasilan bagi Lahodo dan warga pulau Labun.
Jika hasil laut tak memungkinkan maka warga akan mencari penghasilan lainnya dari laut.
“Hasil laut lagi susah bang. Angin kencang, tak seperti biasanya,” sahut Mida.
Lahodo dan Mida merupakan pasangan yang selalu solid dan kompak.
Hanya saja mereka belum mempunyai momongan walau sudah lama berkeluarga.
Jika Lahodo turun melaut, maka Mida akan ikut menemani.
Mereka setiap hari turun melaut mencari ikan.
Namun saat ikan lagi sulit didapat maka mereka akan mencari alternatif lain, seperti mencari Rengkam (rumput laut) atau bahkan kelapa.
Diakui Lahodo bahwa warga Pulau Labun menjadikan hasil laut sebagai sumber mata pencaharian utama, tak ada yang bisa mereka harapkan selain hasil laut menangkap ikan.
Namun hasil tangkapan ikan, kini terus berkurang.
Selain faktor cuaca, masalah perairan juga kerap mereka hadapi. Termasuk limbah minyak dan ancaman kapal asing.
Cerita setiap nelayan memang hampir sama, turun melaut menangkap ikan.
Deritanya pun hampir sama, jika angin kencang maka hasil tangkapan pun berkurang.
Namun berbeda dengan mereka, nelayan Pulau Labun yang berada di jalur ‘Selat Malaka’.
Panjang bercerita, menempati pulau Labun ternyata Lahodo adalah orang pendatang.
Ia merupakan pria asal Buton, awalnya ia seorang pelaut.
Namun jodoh membawanya untuk menetap di Pulau Labun. Ia menikahi gadis Melayu pulau Labun, Mida.
Ia mengaku hidupnya sejak kecil hingga dewasa tidak lepas dari laut, meski awalnya ia merupakan seorang pelaut.
“Saya, dari tahun 1989 sudah berlayar. Mulai dari daerah timur hingga keluar masuk negara Singapura dan Malaysia,” katanya.
Ia mengaku kondisi Pulau Labun saat ini jauh berbeda dari tahun sebelumnya.
Bukan tanpa alasan, Pulau Labun yang dahulu ramai kini berubah jadi sepi.
“Malahan pulau ini dulu lebih ramai, itu sekitar tahun-tahun 1998 sampai 2004. Aktivitas kapal masih banyak yang singgah di sini. Apalagi pulau kita ini kan berada pada jalur Selat Malaka. Namun sekarang sudah sepi, orang dah jarang berkunjung ke sini,” katanya bercerita membanding kala itu dengan saat ini.
Banyak hal yang dilalui dan dialaminya tinggal di Pulau Labun ini. Apalagi ia merupakan pelaku sejarah di pulau itu. (TRIBUNBATAM.id/Beres Lumbantobing)
*Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google