Rentenir Tahan Jenazah Jelang Pemakaman, Gara-gara Utang Rp 2 Juta
Gara-gara utang Rp 2 juta, seorang rentenir menahan jenazah agar tidak dimandikan.
Alhasil, akibat tindakan si rentenir semoat mengahambat proses pemakaman.
"Pada waktu itu sempat terjadi kisruh, sehingga warga mengamankan sih penagih ini untuk diarahkan di salah satu rumah warga," jelasnya
Tak lama berselang, salah satu keponakan almarhum mendatangi si rentenir untuk melunasi utang almarhum.
"Alhamdulillah utangnya sudah dilunasi dengan patungan, jumlahnya Rp 2 juta. Utang almarhum dari pengakuan istrinya Rp 500 ribu tapi kalau menurut si rentenir Rp 2 juta," pungkasnya.
Sementara itu, ponakan almarhum Rusli Daeng Sutte, Hendri mengaku sudah melunasi utang almarhum sebesar 2 juta.
Hendri mengaku dalan rekaman yang beredar bukanlah ia sebagai rentenir melainkan ibu yang duduk sambil menghitung uang adalah si penagih.
Dijelasakan, saat kejadian tersebut pihak keluarga dan warga setempat telah menjelaskan kepada sang penagih agar persoalan utang akan dibahaa usai pemakaman.
Namun, si penagih tetap bersikeras menahan jenazah almarhum agar tidak dimandikan sebelum utang almarhum dilunasi.
"Sudah dilunasi utang om saya hari itu juga, karena jenazah om saya dilarang dimandikan sebelum utangnya dilunasi," pungkasnya.
Tak boleh halangi
Terkait dengan aksi penahanan jenazah, Majelis Ulama Indonesia atau MUI Sulawesi Selatan ( Sulsel ) angkat bicara.
Sekretaris MUI Sulsel, Dr Muammar Bakry Lc MA mengatakan, tidak boleh warga menghalangi prosesi pemakaman jenazah seseorang dengan dalih jenazah belum melunasi utang atau meninggalkan utang.
"Untuk kasus jenazah yang ditahan oleh rentenir, pertama menjadi perhatian bagi orang yang hidup kalau punya hutang hendaknya menulis semacam wasiat kepada ahli warisnya bahwa dia memiliki utang mungkin juga memiliki piutang. Sehingga, menjadi perhatian ahli waris untuk menebusnya," ujar Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar itu dalam siaran pers, Rabu (27/4/2022).
Kedua, kata dia, orang hidup yang punya hutang hendaknya memang untuk dibayar, ditebus dan sedapat mungkin. Kalaupun harus terdesak kita berutang, hindari rentenir.
Kemudian menjadi perhatian orang yang hidup itu, kiranya tidak meninggalkan utang karena memang ada riwayat Nabi itu tidak mensalati seseorang karena memiliki utang.