KHAZANAH ISLAM

Awal Puasa Muhammadiyah dengan Penerintah-NU Berbeda tapi Lebaran Sama, Ini Penjelasannya

Meski awal Ramadhan tahun ini berbeda antara warga Muhammadiyah dengan Pemerintah dan Nahdatul Ulama (NU) hal itu tidak terjadi pada penetapan Lebaran

KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Ilustrasi pengamatan hilal - Awal Puasa Muhammadiyah dengan Penerintah-NU Berbeda tapi Lebaran Sama, Ini Penjelasannya 

TRIBUNBATAM.id - Meski awal Ramadhan tahun ini berbeda antara warga Muhammadiyah dengan Pemerintah dan Nahdatul Ulama (NU), hal itu tidak terjadi pada penetapan 1 Syawal 1443 atau Hari Raya Idul Fitri 2022.

Hal itu setelah Kementerian Agama menyatakan Lebaran 2022 jatuh pada, Senin (2/5/2022) yang diperoleh dari sidang isbat yang digelar Ahad (1/5/2022) petang.

Dengan demikian umat Muslim di Indonesia akan merayakan Lebaran di hari yang sama, Senin (2/5/2022), meski berbeda dalam memulai Ramadhan 1443 Hijriah.

Seperti diketahui, berdasarkan perhitungan PP Muhammadiyah, Ramadhan 1443 Hijriah terdiri dari 30 hari.

Sementara berdasarkan perhitungan pemerintah hanya terdiri dari 29 hari.

Hal itu mengacu pada Muhammadiyah yang menetapkan 1 Ramadhan 1443 Hijriah jatuh pada 2 April 2022, sedangkan pemerintah melalui Kementerian Agama pada 3 April 2022.

Baca juga: Arti Kalimat Minal Aidin Wal Faizin, Sering Diucapkan di Momen Hari Raya Idul Fitri

Baca juga: Sambut Idul Fitri, Warga Kampung Jawa Pulau Bintan Pasang Lampu Colok Sepanjang 600 Meter

Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag Kamarudin Amin menjelaskan, bulan dalam kalender Hijriah bisa terdiri dari 29 atau 30 hari.

"Bulan Qamariyah kan bisa 30 bisa 29 hari," jelas Kamaruddin, dikutip dari kompas.com, (26/4/2022).

Sebagai contoh, Syakban yang datang sebelum bulan Ramadhan bisa digenapkan menjadi 30 hari apabila kondisi hilal penentu awal Ramadhan tidak terlihat secara kasat mata.

Terkait dengan keputusan Kemenag dalam menentukan awal Ramadhan dan Syawal 1443 H, semua mengacu pada kriteria ketinggian Bulan yang ditetapkan oleh MABIMS.

Pada 2 April 2022, posisi hilal teramati masih lebih rendah dari batas minimal yang ada, sehingga awal Ramadhan jatuh pada 3 April 2022.

"Perbedaan terjadi karena posisi hilal saat dilakukan rukyat yang berbeda. Saat penentuan awal Ramadhan posisi hilal masih di bawah kriteria MABIMS, sehingga pemerintah memutuskan puasa di hari berikutnya," jelasnya.

Sementara untuk hari Lebaran atau 1 Syawal 1443 H dimungkinkan akan jatuh di 2 Mei 2022 lantaran posisi hilal di 1 Mei 2022 telah memasuki ketinggian sesuai dengan kriteria MABIMS.

Perbedaan adalah hal yang wajar Guru Besar Peradaban Islam UIN Raden Mas Said Surakarta Syamsul Bakri memberikan tanggapan mengenai perbedaan tersebut.

Dia mengatakan, hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar selama tidak kurang dari 29 hari atau lebih dari 30 hari.

"Jumlah hari di bulan Hijriah sudah tetap 29 atau 30. Hanya berbeda soal menentukan apakah malam ini sudah masuk bulan baru atau belum," terangnya.

Baca juga: Resep Sambal Goreng Kentang Enak dan Praktis, Cocok Dihidangkan saat Lebaran Idul Fitri

Baca juga: Deretan Amalan Sunah Sebelum Melakukan Shalat Idul Fitri, Makan Sebelum Shalat Id

Sementara itu, Guru Besar Peradaban Islam UIN Raden Mas Said Surakarta Syamsul Bakri mengatakan, seluruh umat Islam sepakat bahwa puasa dimulai pada 1 Ramadhan.

Namun, yang menjadi perbedaan adalah bagaimana menentukan awal Ramadhan tersebut.

"Semua sepakat bahwa munculnya hilal adalah 1 Ramadhan, tetapi berbeda pendapat tentang apakah malam itu sudah muncul atau belum," kata Syamsul, Senin (25/4/2022) malam.

Adapun metode yang digunakan untuk menentukan kemunculan hilal, yakni rukyat dan hisab.

Rukyat adalah melihat hilal atau Bulan dengan mata atau teropong.

Sementara hisab, yakni menggunakan ilmu astronomi atau ilmu falak.

Syamsul melanjutkan, dengan menggunakan ilmu hisab, awal bulan sudah dapat diketahui tanpa harus mengamati hilal secara langsung.

Meski begitu, Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, secara hisab posisi hilal di Indonesia saat sidang isbat sudah memenuhi kriteria MABIMS, yakni tinggi hilal minimal harus 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.

"Di Indonesia, pada 29 Ramadhan 1443 H yang bertepatan dengan 1 Mei 2022 tinggi hilal antara 4 derajat 0,59 menit sampai 5 derajat 33,57 menit dengan sudut elongasi antara 4,89 derajat sampai 6,4 derajat," jelas Kamaruddin di Jakarta, Senin (25/4/2022), dikutip dari laman Kemenag.

Jika saat pengamatan atau rukyat hilal nanti benar demikian maka Idul Fitri 1443 H akan dilaksanakan secara serentak pada Senin, 2 Mei 2022.

Artinya, Muhammadiyah menjalankan puasa selama 30 hari, sedangkan Kemenag atau pemerintah hanya berpuasa selama 29 hari. Mengapa bisa demikian?

Baca juga: Walikota Tanjungpinang Tinjau Posko Pengamanan Hari Raya Idul Fitri

Baca juga: Penuhi Persyaratan, Ribuan Napi di Batam Diusulkan Dapat Remisi Idul Fitri 2022

Jumlah hari di bulan kalender Hijriah pasti 29 atau 30

"Di hadis dikatakan jika melihat Bulan, berpuasa. Tetapi jika belum, digenapkan Syakban-nya jadi 30 hari. Bagi Muhammadiyah (hilal 1 Ramadhan) itu sudah muncul ketika NU belum melihat (hilal). Muhammadiyah sudah melihat dengan hisab," terang Syamsul.

Ia menambahkan, sidang isbat 1 Ramadhan 1443 H lalu, kondisi hilal jika dilihat atau diamati dengan mata, diragukan.

Hal tersebut lantaran derajat hilal masih rendah sekali, sehingga NU dan pemerintah memutuskan untuk menggenapkan bulan Syakban menjadi 30 hari.

"Kalau besok (1 Syawal) itu hampir ya menurut ilmu hisab sama dengan apa yang nanti diperoleh saat rukyat. Jadi bagi NU puasanya 29 (hari), bagi Muhammadiyah 30 hari karena tidak mungkin lebih dari itu," ujar Syamsul.

Wakil Rektor UIN Raden Mas Said ini juga memastikan, jumlah hari di bulan pada sistem penanggalan Hijriah adalah 29 atau 30.

"Jumlah hari di bulan Hijriah sudah tetap 29 atau 30. Hanya berbeda soal menentukan apakah malam ini sudah masuk bulan baru atau belum," terang dia, dikutip dari kompas.com.

Tak seperti pada kalender Masehi yang berbasis Matahari, kalender Hijriah atau sistem penanggalan dengan Bulan ini memiliki hari yang tidak pasti.

Seperti menurut sidang isbat Kemenag, Ramadhan 1439 H atau Ramadhan 2018 berjumlah 29 hari.

Sehingga, Idul Fitri 2018 dirayakan keesokan hari setelah sidang isbat, yakni pada 15 Juni 2018.

Tahun berikutnya, sidang isbat memutuskan bahwa Ramadhan 1440 H atau Ramadhan 2019 digenapkan menjadi 30 hari lantaran hilal tidak terlihat.

Hal tersebut berbeda dengan bulan pada kalender Masehi yang memiliki jumlah hari tetap, kecuali bulan Februari yang terdiri dari 28 atau 29 hari.

Baca juga: Isi Surat Edaran (SE) Wali Kota Batam soal Aturan Libur Nasional Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah

Baca juga: Kalimat Sungkem Lebaran Bahasa Jawa Halus ke Orangtua saat Idul Fitri

Bahkan perbedaan jumlah hari di Februari pun, rutin setiap empat tahun sekali atau pada saat tahun kabisat.

"Kalau kalender Matahari (Masehi) kan jelas, kalau Maret sekian hari, April sekian hari, Mei sekian hari, jelas. Kalau Hijriah bisa 29 atau 30, tidak mesti," imbuh Syamsul.

.

.

.

(TRIBUNBATAM.id)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved