HUMAN INTEREST
Potret Kehidupan Nelayan Pulau Mengkait Anambas, Berharap Dapat Bantuan Radio Pemerintah
Berikut potret kehidupan nelayan Pulau Mengkait Kecamatan Siantan Selatan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau, (Kepri).
Penulis: Novenri Halomoan Simanjuntak | Editor: Septyan Mulia Rohman
ANAMBAS, TRIBUNBATAM.id - Desa Mengkait di Kecamatan Siantan Selatan, adalah satu dari gugusan pulau yang terletak di wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Pulau dengan luas 10 Km⊃2; itu dihuni oleh suku laut yang dominan beragama Katolik dan Kristen.
Mayoritas warga di sini menggantungkan hidup mereka dari hasil laut.
Maka tak heran, di halaman dermaga Pulau Mengkait akan terlihat puluhan hingga ratusan kapal kayu (pompong) milik nelayan terparkir dengan indah.
Meski begitu, kehidupan nelayan di sana masih sangat rentan dan mengkhawatirkan.
Sebab, hampir sebagian besar saat turun melaut, para nelayan tidak dilengkapi dengan fasilitas penunjang keselamatan dan keamanan.
Baca juga: SEORANG Nelayan Batam Tertangkap Bawa 31,552 Kg Sabu Pakai Speedboat, Tujuan Karimun
Baca juga: Nelayan Karimun Menjerit Banyak Ikan Mati Diduga Akibat Tercemar Tumpahan Minyak
Peliknya lagi, nelayan Pulau Mengkait bahkan harus menempuh puluhan sampai ratusan mil hingga ke perbatasan Natuna bahkan Malaysia untuk menangkap ikan.
Itulah sedikit cerita yang disampaikan Amo, salah seorang nelayan tangkap ikan Desa Mengkait kepada TribunBatam.id.
Dengan semangat, pria suku laut berusia 37 tahun itu tampak leluasa memuntahkan keluh kesah yang dialaminya bersama sebagaian rekan profesinya.
"Bang bisa lihat sendiri lah kan, kita tuh pengen kayak nelayan Desa Kiabu yang semua kapalnya dilengkapi radio. Kita di sini gak punya radio. Padahal kita udah cukup seringlah ajukan ke Desa barang kali ada bantuan gitu," ucapnya, Rabu, (4/5/2022) di pelataran dermaga.
Amo yang tengah asyik membolak-balikkan daging ikan hiu asin di hadapannya, kembali melanjutkan ucapannya yang seketika terhenti itu.
Ia menuturkan keinginan memiliki radio adalah sebagai kebutuhan dasar para nelayan saat melaut.
"Radio itu sebagai alat komunikasi lah, bang. Jadi apabila kapal kita rusak atau kita sedang dalam ancaman dan masalah dikejauhan puluhan mil dapat kita cepat hubungi teman-teman minta bantuan," ungkapnya.
Sore itu Amo tak mengenakan bajunya, kulitnya yang cokelat dengan dada lapang berhias ukiran gambar ikan dan jangkar kapal terpancar.
Baca juga: Dihantam Gelombang Tinggi, Kapal Motor Milik Nelayan di Situbondo Tenggelam
Baca juga: Nelayan di Kecamatan Kundur Barat Terima Bantuan Life Jacket dari PT Timah Tbk
Gerak tubuhnya yang seolah tak nyaman tergaris jelas.
"Waduh kalau tahu gini, harus pakai baju dulu tadi bang. Gak enak saya," ungkapnya sembari tertawa.
Amo yang kini telah berkeluarga itu mengaku, sudah sejak kecil hidup berdampingan dengan laut dan memilih menjadi nelayan penangkap ikan. baginya kekayaan yang ada di laut adalah sumber kehidupan.
"Melaut ini sudah seperti tradisi leluhur. Kelas 6 SD saya sudah turun melaut nangkap ikan. Selain itu juga lihat cuaca teduh dan banyak kawan-kawan turun ke laut kita semakin kepengen dan semangat," timpalnya.
Namun memasuki musim angin timur saat ini, Amo akan memilih berangkat melaut sejak sore dan pulang pagi begitu setiap harinya.
Hasil tangkapan ikan yang ia dapatkan pun cukup menurun dari biasanya.
Jangan kan meraup Rp 100 - 200 ribu, meraup Rp 50 ribu pun sulit untuk dibawanya pulang.
"Kadang kita juga pergi lah dari satu bagan ke bagan yang lain minta umpan, kadang ada yang ngasih kadang juga enggak. Intinya ya nasib-nasiban lah bang kalau udah musim begini," paparnya.
Disinggung apakah berniat mencari pekerjaan lain, Amo menggeleng seolah menolak dan memilih mempertahankan profesinya.
"Di sini aja bang cukup jadi nelayan, hidup saya dan keluarga sudah bergantung dari hasil laut. Puji Tuhan anak-anak saya juga dapat terus sekolah sampai sekarang, semoga saja dapat berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi," tukasnya. (TribunBatam.id/Noven Simanjuntak)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google
Berita Tentang Anambas