PERBANKAN
Inflasi Kepri 2023 Diprediksi Masih Tinggi, Ini 3 Strategi BI untuk Mengendalikannya
Bank Indonesia memprediksi, nilai inflasi Kepri tahun 2023 mendatang diperkirakan masih akan tinggi. Sehingga, akan ada 3 strategi untuk menekannya.
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Inflasi di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada Oktober 2022 menduduki urutan kedelapan di wilayah Sumatera dan peringkat 17 secara nasional, dengan angka mencapai 6,39 persen (year-on-year).
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kepri, Adidoyo Prakoso, menjelaskan, sebagai upaya untuk mengendalikan inflasi sepanjang tahun ini, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus meningkatkan koordinasi dan sinergi, terutama dalam menjalankan strategi 4K (Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi, Ketersediaan Pasokan, dan Komunikasi yang Efektif).
"Kami mengapresiasi seluruh TPID Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang telah berperan aktif mengendalikak inflasi di daerah, khususnya pelaksanaan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP)," ujar Adidoyo, Rabu (30/11/2022).
Pihaknya juga memprediksi, inflasi di tahun 2023 mendatang masih tinggi, meskipun lebih rendah dibanding tahun ini. Hal itu didorong masih tingginya risiko geopolitik dan ketidakpastian situasi di pasar keuangan global.
Untuk itu, pelaksanaan GNPIP di daerah harus terus diupayakan melalui tiga fokus utama, yakni peningkatan kapasitas produksi bahan pangan, memperluas kerjasama antar daerah, serta melakukan upaya stabilisasi harga pada saat terjadi gejolak.
Baca juga: PENGUSAHA Kecewa, Walikota Usulkan UMK Batam 2023 Senilai Rp 4,5 Juta
Selain itu, di tengah keterbatasan lahan pertanian yang subur, peningkatan produksi pangan di Kepri dapat dilakukan dengan mengoptimalkan 'urban farming', penggunaan teknik budidaya yang lebih baik seperti program lipat ganda (Proliga), 'digital farming' maupun 'integrated farming'.
"Upaya peningkatan produksi pangan juga dapat dilakukan dengan mendorong peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), melalui penggunaan Dana Desa untuk pengembangan budidaya komoditas pangan strategis," jelas Adidoyo.
Menjaga keberlangsungan pasokan pangan, Kerjasama Antar Daerah (KAD) juga perlu terus diperkuat dengan mendorong transaksi perdagangan baik melalui BUMD, koperasi, maupun pelaku usaha swasta. Hal ini dapat meminimalisir gejolah harga apabila terjadi gangguan produksi di salah satu sentra pemasok.
Namun, pelaksanaan KAD dinilai membutuhkan dukungan ketersediaan data neraca pangan yang akurat, logistik yang efisien, gudang penyimpanan yang memadai termasuk 'cold storage', serta pusat distribusi berupa pasar induk untuk pengawasan stok dan lalu lintas barang.
"Pada tahun 2023, sinergi yang kuat dari semua pihak termasuk TPID dalam menyukseskan GNPIP serta mengimplementasikan 4K, tentunya dapat menjadi kunci untuk membawa inflasi pada rentang sasaran 3 atau lebih kurang 1 persen," tambah Adidoyo. (TRIBUNBATAM.id/Hening Sekar Utami)