BERITA JAWA TIMUR

KISAH Balita Umur Tiga Tahun Lepas dari Kecanduan Rokok, Libatkan Orang Sekampung

Seorang balita yang sempat menjadi perokok aktif saat berusia 1,5 tahun kini berhasil membebaskan diri dari kecanduan rokok tersebut.

quitsmokingcommunity
ilustrasi berhenti merokok 

TRIBUNBATAM.id, MAGETAN - Seorang balita yang dulu terekam video asyik menghisap rokok saat berusia 1,5 tahun dan sempat viral, kini sudah berhasil menghilangkan kecanduan rokok tersebut.

Balita berinisial G tersebut kini sudah berusia 3 tahun 3 bulan.

Awalnya, pada pertengahan tahun 2022, beredar video yang memperlihatkan balita G merokok dan membuat heboh jagat maya.

Bahkan, Kepala Desa setempat Aris Purwanto mengaku mengetahui video balita G mengisap rokok dari status akun media sosial warganya.

“Tahunya dari status warga video balita G merokok, akhirnya (unggahan) viral dan jadi perbincangan warga,” ucapnya, Selasa (20/6/2023).

Aris menambahkan, kebiasaan balita itu mengisap rokok sejak usai sekitar 1,5 tahun diduga karena lingkungan.

Kedua orangtua balita G telah bercerai.

Semenjak saat itu G lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan kakeknya yang berinisial J (67).

Ketika J bekerja serabutan sebagai penebang pohon, G selalu mengikuti.

Baca juga: VIRAL Balita Positif Narkoba Setelah Minum Air Bercampur Sabu Sabu

Waktu J diduga kerap dihabiskan di warung kopi.

Dari situlah diduga G mengenal dan mencoba rokok.

Aris mengatakan, anak kecil seusia G tentu akan meniru tingkah laku orang-orang di sekitarnya yang dia lihat, termasuk pada kebiasaan merokok orang di sekitarnya.

“Kan sering dibawa ke warung, mungkin iseng atau apa dikasih rokok, kemudian direkam, akhirnya dijadikan status di media sosial,” jelas dia.

Aris yang tinggal dekat dengan tempat tinggal balita G mengaku, sejak mengetahui video balita G merokok, dirinya mulai melakukan tindakan.

Salah satunya mengajak masyarakat mengingatkan kakek G agar tidak memberikan rokok kepada cucunya.

Aris juga mengaku sempat melaporkan kondisi balita G kepada Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial Magetan. Bahkan untuk mencegah sang kakek memberikan rokok, dia mengaku menekan secara sosial.

“Saya sempat intimidasi melalui lingkungan, kalau tidak bisa mencegah memberikan rokok, kalau butuh apa-apa jangan minta tolong lingkungan. Anak ini tidak tahu apa-apa kalau tidak dikasih rokok,” katanya.

Pihak desa juga mengajak Puskesmas melakukan pendampingan agar balita G bisa berhenti merokok.

Dokter yang bertugas di Kecamatan Barat Idsak mengatakan, pihaknya langsung memberikan edukasi kepada kakek G agar mendorong cucunya berhenti merokok.

“Sempat dua kali melakukan kunjungan karena meski kakeknya bilang iya akan menghentikan cucunya merokok, tapi beredar lagi video kedua anak ini merokok,” katanya.

Untuk mengawasi agar balita G tak lagi diberi rokok, Puskesmas dan pihak pemerintah desa meminta warung-warung yang sering dikunjungi oleh balita G dan kakeknya untuk menyembunyikan toples berisi rokok.

“Kerja sama dengan desa kita mengingatkan kepada warung-warung untuk menyembunyikan toples rokok, karena biasanya dia ngambil rokok di toples,” jelasnya.

Sementara itu, M (27), ibu balita G mengatakan, telah bercerai dari sang suami atau ayah G.

Sehari-hari, dia tinggal bersama bapaknya, J (67) yang bekerja sebagai penebang pohon dan putranya yang masih balita.

"Saya tidak bekerja, setelah bercerai dengan bapak G menikah lagi, kenalnya di media sosial, hanya delapan bulan cerai lagi," kata M kepada Kompas.com.

Semenjak perceraiaan tersebut, kata dia, balita G pun lebih dekat dengan sang kakek yang berinisial J.

Bahkan saat J bekerja, putranya selalu meminta ikut dengan sang kakek.

Kebersamaan mereka dibenarkan oleh sang kakek, J.

Menurutnya dia dan sang cucu seolah tak terpisahkan.

“Kerja saya ya motong pohon kalau disuruh orang. G (cucu) ini sering membantu angkut ranting kecil, kalau dilarang dia enggak mau. Perasaannya sih membantu kakeknya,” katanya.

J juga mengakui bahwa kesehariannya dengan balita G lebih banyak dilewatkan di warung-warung di desanya karena panggilan bekerja memotong pohon tak setiap hari didapat.

“Kalau di warung ya ngopi sambil cari sarapan. Cucu saya ini senang nasi pecel,” ucapnya.

Sementara menurut pengakuan J, dia sendiri tidak tahu pasti apa yang menyebabkan cucunya tersebut menjadi perokok di usia 1,5 tahun waktu itu.

Dia mengetahui cucunya merokok saat rokok yang ditaruh di mejanya hilang.

“Saya tanya rokok mbah kung di mana, dia bilang dibakar. Sejak saat itu saya tahu dia merokok. Kadang rokok tamu di sini tiba-tiba hilang, pasti yang ambil G,” ucapnya.

J mengaku kebiasaan balita G merokok sebagai tingkah laku yang tidak biasa pada anak-anak.

Bahkan saat berada di warung, balita G tidak minta apa-apa, tapi dia justru mengambil rokok yang ada di toples di warung.

“Saat saya tanya dia ngakunya haji, saya kira dia kejelmanan (semacam kesurupan) tidak seperti anak-anak lainnya. Kalau saya ajak ke warung dia tidak minta apa-apa, tapi yang diambil ya rokok. Saya sudah melarang tapi biasanya dia lari kalau sudah dimarahi,” ujarnya. 

Kini balita G disebut tidak lagi merokok sejak warga bekerja sama menyembunyikan toples rokok di warung-warung.

Sedangkan, balita G sampai saat ini belum pernah menjalani pemeriksaan kesehatan hingga menyeluruh sampai ke bagian paru-paru.

Sub Koordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan Agus Yudi Purnomo mengatakan, anak balita sangat rentan terhadap bahaya asap rokok.

Sebab, di dalam sebatang rokok mengandung beragam zat yang membahayakan bagi tubuh.

Di usia balita G yang merokok saat 1,5 tahun, menurutnya sangat berisiko terkena penyakit pernapasan dan paru-paru.

“Di tangan saja asap rokok itu kan panas, bisa dibayangkan itu berada di paru-paru anak usia 1, 5 tahun. Risiko radang parunya tinggi bahkan resiko kanker,” katanya.

Dinas Kesehatan rencananya akan menindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan kesehatan pada balita G.

“Kita akan upayakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap anak tersebut, agar bisa menekan rIsiko efek asap rokok pada paru-parunya di kemudian hari karena efeknya jangka panjang baru terasa,” pungkas Agus. (kompas.com)

 

*Artikel ini telah tayang di Kompas.com

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved