BKKBN KEPRI

2024 Target Stunting Di Tanjungpinang 10 Persen, TPK Diminta Sasar Anak Beresiko Stunting Yang Dekat

Kinerja tim percepatan penurunan stunting (TPPS) Kota Tanjungpinang harus melakukan konvergensi, pembinaan, dan koordinasi.

Ist
Kegiatan monitoring dan evaluasi tim percepatan penurunan stunting (TPPS) Kota Tanjungpinang 

TRIBUNBATAM.id,TANJUNGPINANG - Kinerja tim percepatan penurunan stunting (TPPS) Kota Tanjungpinang harus melakukan konvergensi, pembinaan, dan koordinasi.

Kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan Program Manager Sekretariat Percepatan Penurunan Stunting (PPS), Ipin Z.A Husni itu mengatakan, saat ini di tingkat provinsi masih belum maksimal dalam prevensi dan koordinasi yang ada pada perpres. Ipin juga menanyakan apa saja kendala yang dihadapi.

“Kita sarankan untuk koordinasi lebih intens, yang paling kita harapkan ini adalah TPK yang berhadapan langsung dengan sasaran kasus stunting,” ucap Ipin saat FGD di Dinas Kesehatan, Kamis (3/8/2023).

Tim pendamping keluarga (TPK) ini adalah garda terdepan menangani sasaran stunting, mereka bertugas mendeteksi sasaran yang bermasalah atau tidak. Tugas mereka juga bisa melakukan pendampingan, baik itu penyuluhan, pendamping layanan rujukan, maupun layanan bantuan sosial.

“Harapan kita adanya monev ini ibu - ibu TPK bisa melakukan pendampingan dan penyuluhan kepada keluarga beresiko stunting,” kata Ipin.

Baik Provinsi maupun Kota, kendala selama menghadapi kasus stunting saat ini berada pada anggaran.

“Cukup klasik ya menurut saya, karena mereka setiap mau rapat koordinasi itu belum memiliki anggaran yang ada. Makanya kita dorong mereka bagaimana open pembinaan secara berjenjang dari provinsi, kota, lurah, camat, dan desa,” sebutnya.

Program Manager Sekretariat Percepatan Penurunan Stunting (PPS), Ipin Z.A Husni juga mendengarkan keluh kesah tim TPK yang mengeluhkan kondisi di lapangan cukup sulit, terutama banyak ibu balita maupun baduta yang tidak menerima kedatangan tim TPK saat meninjau keadaan balita dan baduta. Selain itu keluhan honor yang diterima juga cukup kecil bagi mereka.

Kata Ipin kendala seperti itu memang sering dijumpai setiap daerah, hingga saat ini honor untuk para TPK diakui Ipin belum bisa dinaikkan anggarannya karena alokasi yang cukup terbatas.

“Menurut saya fokus saja dulu ke sasaran yang paling dekat, tidak perlu jauh - jauh harus nyebrang pulau, bukan berarti tidak fokus ke yang jauh, tapi karena terbatas anggaran coba sasarannya yang dekat dulu saja.

Kasus stunting sendiri secara Nasional penurunan yang ditargetkan yakni 3,8 persen. Untuk Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) itu target penurunan stunting di tahun 2024 adalah 10 persen dari posisi sekarang 15,4 persen. Artinya dalam dua tahun harus 5 persen diturunkan.

Meski belum optimal, Ipin tetap mengapresiasi, sebab hasil prevelensi stunting di Kepri terbilang bagus, berada di posisi nomor 4 nasional. 

Sementara itu saat forum diskusi berlangsung, salah satu penyuluh stuntin wilayah Kota Tanjungpinang, Rina menyampaikan sejauh ini masih banyak kendala yang dialami tim TPK. Salah satu diantaranya para ibu balita dan baduta yang tidak menerima kedatangan mereka.

“Tantangan kita saat ini adalah ibu balita yang beresiko stunting tidak mau dikunjungi, mereka berfikir kita ini mau menagih sumbangan, bahkan ada ibu balita dan baduta yang kalau kita bawa buah tangan baru mereka mau menerima kita, kan tidak mungkin setiap kita datang bawa buah tangan, sementara gaji TPK hanya Rp 100 ribu per bulannya,” kata Rina.

Kemudian jarak wilayah satu ke yang lainnya juga jadi kendala bagi tik TPK dalam mengakses warga yang anaknya beresiko stunting.(Tik)

(TRIBUNBATAM.id/Rahma Tika)

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved