KEK DI BATAM
Guru Besar Uniba Dorong Pemerintah Manfaatkan Potensi SDA Kelautan untuk Industri di Batam
Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Syariah Universitas Batam Chablullah Wibisono mendorong KEK di Batam berbasis kelautan, meningkatkan daya saing daerah
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Penetapan dua lokasi di Batam, Kepulauan Riau, yaitu Tanjung Sauh dan Pulau Nipa, sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), mendapat sorotan dari akademisi.
Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Syariah Universitas Batam, Prof. Dr. Ir. H. Chablullah Wibisono, M.M., menilai, pengembangan KEK di Batam dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, serta meningkatkan daya saing daerah.
Namun demikian, ia mendorong perlu dilakukan survei terlebih dulu sebelum Pemerintah memutuskan untuk mengembangkan KEK di sebuah wilayah.
Hal ini untuk memastikan potensi-potensi sumber daya alam (SDA) yang dimiliki suatu wilayah bisa dikelola dengan baik dan menghasilkan keuntungan jangka panjang yang lebih besar.
Baca juga: Kepala BP Batam Muhammad Rudi Sebut Penambahan KEK di Batam Masih Proses
"Perlu dilakukan survey terlebih dulu, jangan hanya melulu industri manufaktur, tapi kalau bisa yang berbasis kelautan, karena Kepri 96 persen laut," ujar Chablullah ketika ditemui di Swiss-Belhotel, Harbour Bay, Batam, Senin (18/12/2023).
Menurutnya, Kepri memiliki SDA yang melimpah dan dapat dikelola menjadi produk jadi yang memiliki nilai tambah.
Selain untuk produk kuliner, beragam spesies laut juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk produk farmasi dan kosmetik.
Untuk itu, pihaknya mendorong terciptanya industri farmasi sebagai KEK di wilayah ini.
Dengan didirikannya pabrik farmasi dan kosmetik, Indonesia dapat mengurangi ekspor bahan mentah, dan lebih berfokus pada ekspor produk yang telah terhilirisasi, dengan nilai tambah yang lebih besar.
"Investasi seharusnya dikondisikan sesuai SDA, agar ada nilai tambah juga untuk masyarakat," ujar Chablullah, yang kini menjabat sebagai Wakil Rektor I Universitas Batam ini.
Ia menjelaskan, industri dibentuk oleh beberapa faktor, di antaranya ketersediaan lahan, tenaga kerja, material, manajemen, teknologi, dan modal.
Selama ini, faktor-faktor sebagian besar tersebut didapat dari pihak luar, kecuali lahan dan sebagian tenaga kerja.
Lantas, ia mendorong agar paling tidak 3/6 faktor pendukung industri bisa dipenuhi dari dalam daerah yang menjadi lokasi investasi, antara lain, lahan, tenaga kerja, dan material.
Material yang dimaksud, bisa diperoleh dari potensi SDA apa pun yang terkandung dalam wilayah tersebut.
"Kalau membuat industri farmasi di sini, SDA bisa didapat dari dalam wilayah, dan kemungkinan bisa lebih banyak pendapatan kita yang diperoleh dari situ," tambah Chablullah. (TRIBUNBATAM.id/Hening Sekar Utami)
Baca berita Tribun Batam lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.