BERITA ROHINGYA

Kapal Pengungsi Rohingya Rusak di Samudera Hindia, UNHCR Mohon-mohon Minta Diselamatkan

Kapal pengungsi Rohingya rusak di perairan Samudera Hindia. Kapal tersebut membawa ratusan penumpang yang kebanyakan dari mereka adalah anak-anak

Editor: Eko Setiawan
(SERAMBINEWS.COM/YUSMANDIN IDRIS)
Boat diduga berisi warga etnis Rohingya di kawasan Pantai Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Kamis (16/11/2023) pagi. Sementara itu warga setempat sudah berkumpul di pinggir pantai tersebut untuk menolak kedatangan mereka 

Memburuknya situasi di Cox’s Bazar, Bangladesh dan banyaknya penolakan di negara-negara Asia Tenggara, membuat kehidupan pengungsi Rohingya memprihatinkan.

Selain itu, tidak ada harapan bagi mereka untuk bisa kembali ke negeranya, Myanmar.

Etnis Rohingya menjadi pengungsi paling menyedihkan yang ada saat ini.

Amerika Serikat (AS) telah mengakui situasi Rohingya sebagai sebuah “prioritas” dan berjanji untuk terus meningkatkan jumlah warga Rohingya masuk ke negara pada tahun 2024.

Pengungsi Rohingya yang saat ini banyak tersebar di berbagai negara Asia Tenggara, Bangladesh, hingga India bakal mendapat Program Penerimaan Pengungsi Amerika Serikat (USRAP) pada 2024.

AS juga mendorong negara-negara ketiga untuk memperluas pemukiman kembali warga Rohingya, kata Departemen Luar Negeri AS pada Jumat (22/12/2023).

Janji-janji baru dari Amerika Serikat diumumkan pada Forum Pengungsi Global (GRF) 2023.

AS berjanji untuk terus menggunakan pengalamannya dalam memukimkan kembali pengungsi Rohingya dan mendorong negara-negara lain melakukan perluasan atau penciptaan solusi negara ketiga yang baru bagi pengungsi Rohingya. 

Amerika Serikat berjanji melalui Welcome Corps at Work, sebuah program mobilitas tenaga kerja baru bagi para pengungsi di dalam Welcome Corps, untuk fokus pada pengungsi Rohingya yang mendapatkan akses terhadap pekerjaan di Amerika Serikat. 

Mereka juga berjanji untuk mendukung upaya memperluas program yang menawarkan pelatihan berhitung, melek huruf, dan kejuruan serta sertifikasi keterampilan formal bagi pengungsi Rohingya dan masyarakat AS.

Hal ini mencakup keterlibatan dengan pelaku sektor swasta yang dapat menyumbangkan dukungan finansial, natura, atau teknis untuk program-program ini. 

Dalam pertemuan GRF itu, AS mengumumkan 26 komitmen terhadap delapan janji multi-stakeholder yang menunjukkan kepemimpinan AS dalam memenuhi kebutuhan para pengungsi dan masyarakat lokal di masa krisis ini.

AS juga mempelopori tindakan tingkat tinggi dengan beragam mitra global, memperkuat peluang pemukiman kembali pengungsi global, dan mendorong tanggapan dan solusi yang lebih komprehensif dan inovatif terhadap kebutuhan pengungsi dan masyarakat loka.   

Ketika konsultasi mengenai Global Compact on Refugees dimulai pada tahun 2016, jumlah orang yang terpaksa mengungsi di seluruh dunia berjumlah 65,6 juta orang.  

Sejak saat itu, setiap tahunnya telah terjadi rekor jumlah pengungsi tertinggi yang pernah tercatat.  

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved