TANJUNGPINANG TERKINI
Nasib Pulau Penyengat Tanjungpinang di Mata Budayawan Kepri Rendra Setyadiharja
Budayawan Kepri Rendra Setyadiharja mengungkap nasib Pulau Penyengat Tanjungpinang 'taman' para penulis dulu dan kondisinya kini.
Penulis: Endra Kaputra | Editor: Septyan Mulia Rohman
TRIBUNBATAM.id, TANJUNGPINANG - Kata 'Taman' dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dimaknai sebagai kebun yang ditanami dengan bunga-bunga dan sebagainya atau merupakan suatu tempat untuk bersenang-senang.
“Taman Para Penulis”, begitulah sebuah julukan yang pernah disematkan kepada wilayah Riau.
Daerah Riau di sini bukanlah sebuah provinsi yang berada di Pulau Sumatera.
Tetapi Riau adalah sebutan bagi kawasan Tanjungpinang, Pulau Penyengat dan sekitarnya.
Sehingga tradisi kepenulisan dan hasil kesusasteraan di Kawasan ini oleh Teuku Iskandar (1996) disebut dengan Kesusasteraan Riau.
Sebagaimana hakikat sebuah taman, di mana terdapat bunga-bunga yang indah dan merupakan tempat yang menyenangkan.
Begitulah tamsil kepada Kawasan Riau yang tumbuh dengan bunga-bunga kesusasteraan dan kepengarangan yang begitu gemilang lebih kurang pada kurun 1779 hingga 1926.
Banyak ragam “bunga-bunga” yang tumbuh pada era kesusasteraan Riau ini. Teuku Iskandar (1996) membaginya menjadi beberapa ragam tema dan bidang seperti bidang agama.
Di antaranya ada karya Raja Ali Haji yaitu Syair Hukum Nikah, Syair Hukum Farai’dh, Syair Siti Sianah.
Kemudian karya di bidang sejarah beberapanya antara lain adalah, Syair Perang Johor karya Raja Ahmad Ibni Raja Haji Fisabilillah.
Silsilah Melayu dan Bugis karya Raja Ali Haji, Syair Sultan Mahmud di Lingga karya Encik Kamariah, Syair Riwayat Perkawinan Raja Muhammad Yusuf Dengan Raja Zaleha karya Abu Muhammad Adnan Haji Abdullah ibni Raja Hasan cucu Raja Ali Haji.
Kemudian terdapat juga karya di bidang panduan pemerintahan antara lain yaitu Tsamarat al Muhimmah karya Raja Ali Haji, karya dalam bidang ilmu pengetahuan di antara adalah Syair Raksi karya Raja Ahmad.
Baca juga: Rencana Presiden Jokowi Kunjungi Pulau Penyengat Tanjungpinang Provinsi Kepri
Risalah Rumah Obat Raja Haji Ahmad Pulau Penyengat yang memang ditulis oleh Raja Haji Ahmad atau Raja Ahmad Tabib ibni Raja Hasan.
Kemudian terdapat karya dalam bidang pelajaran bahasa Melayu di antaranya adalah Bustan al-Katibin karya Raja Ali Haji, Kitab Pengetahuan Bahasa karya Raja Ali Haji.
Tjakap-Tjakap Rampai-Rampai Bahasa Melajoe Djohor karya Haji Ibrahim Datuk Syahbandar.
Begitulah ranumnya bunga-bunga karya yang tersebar di era kesusasteraan Riau yang hidup pada zaman Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang.
Budayawan Provinsi Kepuluan Riau (Kepri), Rendra Setyadiharja mengungkap jika Teuku Iskandar (1996) kemudian mencatat di dalam bukunya berjudul Kesusasteraan Klasik Melayu Sepanjang Abad bahwa di era kesusasteraan Riau lebih kurang terdapat 21 pengarang sejak kurun 1779 hingga 1917.
Dalam sebuah kajian lainnya yang ditulis oleh Hafiz Zakariya dan Wiwin Oktasari (2017) yang berjudul From Riau to Singapore: A Content Analysis of the Rushdiah Club’s Major Published Writings (ca. 1890-1950) menjelaskan bahwa, di akhir abad ke-19 juga menjadi saksi berdirinya sebuah kelompok pengkajian yang dikenal dengan nama Rushdiah Club di Pulau Penyengat.
Baca juga: Gubernur Kepri Ansar Ahmad di Pulau Penyengat Minta Daerah Genjot Promosi Wisata
“Bisa dikatakan bahwa Rushdiah Club merupakan organisasi sastra Melayu formal pertama yang didirikan di Indonesia,” ucapnya dalam keterangan yang diterima TribunBatam.id, Kamis (1/2/2024).
Organisasi ini kemudian menyatukan para intelektual dan cendekiawan di Kesultanan Riau-Lingga untuk terlibat dalam berbagai jenis kegiatan sastra dan intelektual.
Selain itu, para intelektual yang tergabung dalam Klub Rushdiah kemudian menghasilkan karya-karya sastra terbaik pada masa itu, yang kemudian menjadi terkenal di dunia Melayu-Indonesia secara keseluruhan.
Klub Rushdiah menggunakan kegiatan percetakan untuk menyebarkan ide-ide mereka dan untuk mengekspresikan perlawanan mereka terhadap kolonialisme Belanda melalui cara-cara tanpa kekerasan.
Dalam penelitian Hafiz Zakariya dan Wiwin Oktasari (2017) kemudian menyebutkan senarai nama-nama penulis Riau yang sebagiannya merupakan anggota Rushdiah Club seperti Raja Ali Haji, Muhammad Said Ibni Haji Sulaiman.
Baca juga: Gubernur Kepri Ansar Ahmad Puji Pj Walikota Tanjungpinang Hasan di Pulau Penyengat
Lalu Sayyid Shaykh al-Hadi, Raja Haji Muhammad Said Ibni Raja Muhammad Tahir, Raja Ali Kelana, Abu Muhammad Adnan atau Raja Abdullah ibni Raja Haji Hasan, Raja Aisyah Sulaiman, Ahmad ibni Yaakob al-Johori, Raja Khalid Hitam, Raja Ahmad Tabib, dan Raja Jumaat ibni Raja Said.
“Karya-karya yang pernah hadir di era itu antara lain karya dalam bidang islami, tasawwuf dan tarikat, syair, puisi, dan non fiksi yang terdiri dari karya-karya dalam bidang sosial, sejarah dan politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan, hukum, dan karya-karya umum (Zakaria dan Oktasari, 2017),”sebutnya.
Dengan senarai tersebut dapat disimpulkan wajar saja jika sebutan “Taman Para Penulis” itu disematkan pada Kawasan Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang dan Daerah Taklukkannya pada era itu.
Kesultanan ini bukan saja mewarisi sebuah peradaban Melayu yang kini dikenal dan dipelajari oleh generasi masa kini, akan tetapi warisan yang tak terhingga nilainya yaitu sebuah ilmu pengetahuan hasil dari tradisi kepenulisan dan kepengarangan.
Namun bagaimana riwayat kepenullisan di masa kini?
Baca juga: Ini Fitur Inovatif Aplikasi Travelin Buat Penumpang Pesawat di Bandara Raja Haji Fisabilillah
Sepertinya mata air kepenulisan itu tidak kering hingga saat ini dan terus mengalir. Banyak sastrawan dan penulis yang kemudian meneruskan para penulis-penulis pada era kesusateraan Riau.
Maka tersebutlah nama-nama penulis-penulis gemilang seperti Raja Haji Muhammad Yunus, Raja Hamzah Yunus, Hasan Junus, Tusiran Suseno, B.M Syam, Bhinneka Surya.
Ibrahim Sattah, Junewal Mukhtar, Machzumi Dawood, Rida K Liamsi, dan Sutardji Calzoum Bachri, yang menjadi sosok sesepuh dan tersohor dalam dunia kepenulisan di Kepulauan Riau bahkan di nasional saat ini.
Di tataran yang lebih muda lagi terdapat Abdul Kadir Ibrahim, Husnizar Hood, Teja Al-Habd, Tarmizi Rumahitam, Heru Untung Leksono, Prof. Abdul Malik, Raja Malik Hafrizal, Dedi Arman, Dr. Wiwik Anastasia, Dr. Raja Suzanna Fitri, dan Dr Atmadinata.
Pada tataran kaum millenial muncul nama-nama seperti dirinya, Yoan S Nugraha, Fatih Muftih, M. Febriyadi, Zainal Takdir, Barozi Alaika, Priyo Joko Purnomo, dan Al Mukhlis.
Bahkan di generasi Z pun muncul nama seperti Nabila Akhyar yang sudah bersastra sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga ini yang sudah duduk di bangku Sekolah Menengah.
Baca juga: Gubernur Kepri Ansar Ahmad Bangun Monumen Bahasa Nasional di Pulau Penyengat
Kemudian masih terdapat beberapa nama yang kini mulai memantapkan langkahnya untuk menghasilkan karya yang dibukukan dan diterbitkan, seperti nama-nama seperti Sabri, Mizuardi, Khairil Ramadhan dan sejumlah nama lainnya.
“Nama-nama ini muncul sebagai tokoh-tokoh penerus yang sama juga menghasilkan karya-karya dalam bentuk buku dan karya ilmiah lainnya, bukan saja menulis puisi, akan tetapi menulis dalam bidang sejarah, kajian filologi, esai bahasa, sastra dan budaya, pengetahuan pengobatan, pantun, syair, cerita pendek, cerita rakyat, bahkan komik sejarah,” jelasnya yang juga Dosen STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang.
Taman Para Penulis harus dibuktikan terus dengan lahirnya karya-karya penerbitan yang mampu dibaca oleh masyarakat baik itu buku, karya ilmiah, esai, dan lain-lain.
Sebagaimana tradisi kepenulisan di era Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang, yang banyak menghasilkan buku-buku dan karya-karya yang diterbitkan.
Karena karya itulah hakikat “bunga-bunga” di taman itu. Sebuah bunga harus tampak keindahannya, dan menyenangkan ketika berada di taman itu.
Bukan sesuatu yang abstrak, asumsi, cerita-cerita khayal, atau eufuria masa lalu yang kemudian diglorifikasi tanpa bentuk.
Jadilah seperti penulis kesusesteraan Riau yang tunak dalam menuliskan ilmu pengetahuan yang dapat dilihat dan dibaca serta dipelajari hingga kini.(TribunBatam.id/Endra Kaputra)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google News
Sosok Raja Zikri Lolos Akpol 2025 Pengiriman Polda Kepri, Anak Wakil Walikota dan Penghapal Al Quran |
![]() |
---|
Cerita Dhiya Lolos Taruni Akpol 2025, Dua Kali Gagal Walau Anak Walikota dan Ponakan Kapolda Kepri |
![]() |
---|
KOMPAK, Anak Walikota dan Wakil Walikota Tanjungpinang Lolos Jadi Taruna dan Taruni Akpol |
![]() |
---|
Kesbangpol Kepri Gelar Kemas di SMAN 7 Tanjungpinang, Jauhkan Pelajar Dari Radikalisme |
![]() |
---|
Kesbangpol Kepri Gelar Kemas di SMAN 7 Tanjungpinang, Ajak Pelajar Taat Pancasila dan Anti Narkotika |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.