"Fakta dan tidak ada itikad baik dari KPK, karena tidak diberikannya waktu untuk terdakwa menyikapi sesuai ketentuan hukum sesuai diatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, terdakwa memiliki waktu 30 hari untuk mengembalikan hadiah yang diterimanya kepada KPK," kata Yusril.
Atas hal tersebut, lanjut Yusril, hadiah yang diterima dan tidak diketahui dan tanpa niat oleh Irman Gusman itu sudah dibuat sedemikian rupa oleh KPK menjadi sebuah operasi tangkap tangan penerimaan gratifikasi.
Yusril Ihza Mahendra juga menyebut dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) cacat secara prosedural.
Yusril juga membeberkan sejumlah kecacatan prosedur dalam dakwaan Jaksa yang dimulai dari tingkat penyidikan Irman sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Cacat prosedur itu membuat hak-hak Irman sebagai tersangka diabaikan dan tidak ditegakkannya kewajiban hukum oleh penyidik.
"Dalam rangka penyidikan perkara Terdakwa yaitu Error in Procedure yang mengabaikan hak-hak tersangka dan kewajiban hukum penyidik kepada tersangka dalam rangka tersangka mempersiapkan diri guna melakukan pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Yusril.
Menurutnya, penyidik mengabaikan hak Irman sebagai tersangka tanpa didampingi oleh penasihat hukum, padahal hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 56 ayat 1 KUHAP, yang mewajibkan tersangka atau terdakwa yang disangka atau didakwa melakukan pidana dengan ancaman pidana mati atau 15 tahun penjara atau lebih wajib didampingi penasihat hukum.
Selain itu, sebagaimana Pasal 114 KUHAP, hak Irman sebagai tersangka wajib untuk diberitahu oleh penyidik tentang mendapatkan bantuan hukum atau wajib didampingi penasihat hukum.
Hal penting lain yang menyangkut hak Irman sebagai tersangka, lanjut Yusril, juga diabaikannya soal Irman diperiksa sebagai tersangka. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (1) KUHAP.
"Kemudian pengabaian prosedur yang mempersiapkan untuk mempersiapkan pembelaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dan b KUHAP," katanya.
Yusril menjelaskan, tanpa adanya pemeriksaaan Irman sebagai tersangka sebagaimana dimaksud Pasal 117 ayat (1) dan (2) KUHAP, penyidik KPK melakukan pemberkasan perkara tanpa adanya hasil penyidikan. Padahal hal itu sesuai dan mengacu kepada Pasal 121 KUHAP.
Pada tahap penuntutan, juga terjadi pengabaian tentang Irman untuk mendapatkan Surat Pelimpahan Perkara yang juga memuat Surat Dakwaan yang seharusnya diterima pada tangga 28 Oktober 2016 atau saat bersamaan dengan pelimpahan perkara ke Pengadilan.
Yusril melanjutkan, dengan rangkaian Error in Procedure yang terjadi dalam tahap penyidikan dan tidak dilaksanakannya kewajiban penyidik untuk memberitahukan hak-hak Irman menyebabkan surat dakwaan menjadi cacat yuridis. Karena berkas perkara dibuat berdasarkan hasil penyidikan yang cacat atau Error in Procedure yang menyebabkan surat dakwaan tidak dapat diterima.
"Hal tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang berbunyi, 'dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan Tidak Dapat Diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan," katanya.