BATAM.TRIBUNNEWS.COM, CALCUTTA - Film Bluckbuster "Lion" yang saat ini menjadi nominasi penghargaan BAFTA diambil dari kisah nyata yang menggetirkan.
Film itu terinspirasi dari sebuah buku karya Saroo Brierley yang menceritakan kisah hidupnya sendiri.
Pria ini terpisah dari ibunya selama 25 tahun setelah pada usia lima tahun telantar di stasiun kereta api di Calcutta, India.
DailyMail melaporkan tentang keluarga miskin ini tinggal di Ganesh Talai, sebuah desa kecil dekat Kota Khandwa, India Tengah.
Kisah dramatis ini dimulai tahun 1987 saat keluarga yang sangat miskin ini sedang mencari makan dengan mengemis.
Dalam bukunya, Saroo menceritakan, hari itu ia pergi dengan saudaranya Guddu yang berusia 14 tahun ke stasiun kereta api Burhanpur untuk mengemis.
Karena lelah berjalan, Guddu kemudian menyuruhnya istirahat di sebuah gerbong.
Tapi Saroo tertidur di gerbong tersebut dan kereta api membawanya sampai ke Calcutta, 1.000 mil jaraknya dari rumah.
Ia telantar di jalanan kota besar tersebut dan tidak bisa menjelaskan tentang dirinya karena hanya bisa berbahasa lokal.
Selama seminggu, ia menggelandang, makan dari sisa-sisa makanan di tong-tong sampah restoran.
Kendati demikian, tidak mudah bagi bocah berusia 5 tahun itu untuk mendapatkan makanan.
Ia harus bersaing dengan gelandangan lain yang lebih besar. ia sering dianiaya dan dipukul.
"Untuk mendapatkan makanan di tong sampah, kami seperti anjing liar berebut tulang," kata Saroo.
Belum cukup, pada satu kesempatan, ditawari oleh seorang pekerja keretaapi tinggal di sebuah gubuk dengan pekerja lainnya.
Namun, Saroo ternyata hendak dijadikan budak nafsu.
Melihat gelagat yang aneh dari pekerja keretaapi itu, ia kemudian kabur dan bersembunyi di pipa saluran pembuangan yang kotor dan busuk.
Saroo akhirnya ditemukan oleh panti asuhan Nava Jeevan, di bawah organisasi adopsi, India Society.
Nasib kemudian membawanya ke Tazmania, Australia, setelah pasangan suami istri Sue dan John Brierley bersedia mengadopsinya.
Dalam film ini, pasangan ini dibintangi oleh Nicole Kidman dan David Wenham.
Sedangkan Saroo diperankan oleh aktor keturunan India pemenang Oscar, Dev Patel
Meskipun hidup bahagia bersama orangtua barunya, Saroo tidak berhenti untuk mencari keluarganya.
Saroo yang kini berusia 36 tahun akhirnya menemukan desanya setelah mempelajari di Google Maps.
Ibu dan anak ini akhirnya bertemu tahun 2012 lalu, 25 tahun setelah mereka berpisah.
Bagaimana kisah sang ibu setelah kehilangan anaknya?
"Aku seperti mati setiap hari setelah anakku hilang," begitu cerita Fatima Munshi (60) mengungkapkan penderitaan anaknya yang saat itu masih berusia lima tahun di rumahnya.
Fatima mengatakan, setiap hari ia menunggu kabar putra tercintanya itu tanpa pernah merasa putus asa.
Padahal, sejak itu dirinya tidak pernah mendapat kabar apapun tentang Saroo.
"Tapi aku sangat yakin dia akan pulang," katanya.
Fatima masih seperti kehidupannya dulu, miskin dan tinggal di sebuah rumah kumuh.
"Aku seperti mati sedikit demi sedikit setiap hari," kata Fatima, "Aku mencarinya di mana-mana tapi gagal menemukannya."
Fatima bahkan mendatangi setiap ada informasi penemuan mayat, namun tidak ada satupun dari jasad itu adalah anaknya.
"Aku selalu takut, bagaimana dia bisa hidup? Anak saya itu masih berusia lima tahun. Banyak yang ingin saya melupakan setelah bertahun-tahun. Tapi naluri seorang ibu mengatakan ia akan kembali satu hari."
Sama dengan sang ibu, Saroo juga tak bisa bahagia kendati kehidupannya sangat baik dan ke dua orangtua angkatnya juga menyayangi dirinya.
Saroo menceritakan dalam bukunya, ia terus mengingat-ingat jalan-jalan yang dilaluinya di kampung halaman.
Bahkan setiap malam, ia akan terjaga dan "mengirimkan pesan telepati ibu saya agar dia tahu aku masih hidup dan baik."
Sampai akhirnya Google Earth membantunya untuk menemukan tempat kelahirannya.
Akhirnya, Maret 2011, Saroo seakan mendapatkan durian runtuh.
"Saya melihat gambar stasiun dengan menara air seperti yang saya ingat dulu. Ada juga jalan berbentuk tapal kuda yang akrab dengan ingatan saya."
Ketika ia mengklik simbol biru, ia menemukan bahwa kota itu bernama Burhanpur.
Pelan-pelan, ia terus memperbesar skala Google Earth, mengingat alur jalan kereta api sehingga kursor komputernya sampai ke sebuah kota bernama Khandwa.
Pikirannya makin terbuka pada sebuah jembatan di atas sungai besar, tempat ia sering bermain- main sewaktu kecil.
Alhasil, Saroo yang saat ini berkewarganegaraan Australia dan menggunakan nama ayah angkat di belakang namanya, akhirnya melakukan perjalanan ke India.
Fatima bercerita kepada DailyMail, "Saya sedang mencuci piring di tempat seseorang ketika tetangga berlari menghampiri saya berteriak-teriak anak saya ada di rumah."
Fatima sempat tidak percaya dan menganggap tetangganya itu membuat lelucon, namun sang tetangga malah menyeretnya pulang.
"Ketika saya melihat dia, saya mati rasa. matanya sama, tanda luka pada dahinya mengatakan itu semua. Hal pertama yang dia katakan adalah "Mak", dan kami berpelukan selama berjam-jam. Kami tidak berbicara, hanya memegang satu sama lain," kenang Fatima.
Fatima mengatakan, Saroo seorang anak yang sensitif, cerdas namun nakal. Tapi dia sangat sayang terhadap semua orang," kenangnya.
"Dia saya gunakan untuk mengemis di kereta api bersama saudaranya karena saya satu-satunya anggota keluarga yang bisa mencari uang setelah ayahnya meninggalkan saya," kata Fatima.
Hanya satu yang berubah dari Saroo saat mereka bertemu setelah 25 tahun.
Saroo hanya bisa berbahasa Inggris sehingga pertemuan keduanya terpaksa dibantu penerjemah.
Meskipun bahagia, Saroo hanya bisa bertemu 11 hari dengan ibunya karena visanya hampir habis.
"Hari-hari itu adalah hari yang paling indah dalam hidup saya," kenang Fatima, "Aku memasak semua hidangan favoritnya yang saya ingat, seperti telur kari, dal dan ikan. Aku tahu dia selalu menikmati makanan itu bahkan belajar memasaknya."
Fatima mengatakan, dia juga bersyukur anaknya tinggal bersama keluarga angkat yang menyayanginya.
"Saya sangat senang, Saroo memiliki bukan hanya satu tapi dua ibu yang sangat mencintainya."