TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Timnas Indonesia akan menghadapi Timor Leste pada penyisihan kedua Grup B, Selasa (13/11/2018) besok.
Pertandingan ini sangat krusial karena kekalahan pertama atas Singapura sangat menyakitkan.
Para suporter tentu tidak ingin Timnas Indonesia bermain hanya mengandalkan skil individu pada pertandingan yangv akan berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta.
Punya segudang pemain yang memiliki skil di atas pemain lawan, menguasai pertandingan, namun miskin serangan, apalagi tendangan mengarah ke gawang.
Dilansir TRIBUNBATAM.id dari BolaSport.com, setidaknya ada lima hal yang bisa kita pelajari dari laga timnas Indonesia melawan Singapura pada Piala AFF 2018.
Baca: Piala AFF 2018 - Pernyataan Bek Singapura Soal Kalahkan Indonesia Terbukti Benar. Bagaimana Besok?
Baca: Piala AFF 2018 - Begini Prediksi Susunan Pemain Timnas Indonesia Vs Timor Leste
Baca: Jadwal AFF SUZUKI CUP 2018, Selasa Besok Timnas Indonesia vs Timor Leste di SGBK
Tentu saja kelima hal ini tidak boleh terulang jika ingin menjadi raja di Asia Tenggara, seperti halnya para pemain yunior mereka, Timnas U16 dan U19.
Permainan mereka membuat kagum para tim-tim lawan di tingkat Asia, meskipun langkah mereka terhenti di perempatfinal piala Asia.
Timnas Indonesia mengawali langkah di Piala AFF 2018 dengan bertandang ke kandang Singapura, Jumat (9/11/2018).
Pada laga timnas Indonesia kontra Singapura ini, laga berakhir dengan skor 1-0 untuk kemenangan tuan rumah.
Lima hal krusial yang terlihat dari Hansamu Yamma dkk, mulai dari matinya sayap-sayap Indonesia, tak ada taktik cadangan, hingga emosi pemain yang belum terkontrol.
1. Sayap-sayap Patah
Sayap adalah kekuatan utama timnas Indonesia saat ini, hal yang benar-benar tak berkembang saat melawan Singapura.
Singapura dengan sigap memberikan tekanan langsung saat Indonesia baru memulai serangan lewat bek sayap dan pemain sayap yang membuat Indonesia seperti kehilangan arah.
Hal ini terlihat dari presentase umpan sukses sayap Garuda yang bisa dibilang buruk.
Mulai dari Putu Gede (79%), Rizky Pora (65%), Febri (60%), Irfan Jaya (80%), hingga Riko SImanjuntak (74%) tak bisa benar-benar mengembangkan permainan mereka.
Sepanjang pertandingan, Indonesia hanya memiliki lima serangan dan hanya satu yang tepat sasaran ke gawang Singapura.
Sebaliknya, Singapura justru memiliki 10 serangan dan empat mengarah ke gawang Andritany.
Padahal, Indonesia 62 persen penguasaan bola berbanding 38 persen, dengan 448 operan berbanding 270 operan di tim Singapura.
2. Mesin Tak Berjalan
Saat sistem permainan dari sayap tak berjalan, lini tengah Indonesia harusnya jadi motor penggerak tim dan memulai dari lini tengah.
Akan tetapi hal itu tak berjalan karena taktik Singapura yang menumpuk pemain di lini tengah.
Jarak antar lini timnas Indonesia jadi sangat jauh dan sulit mengembangkan permainan.
Meski memiliki pengausaan bola yang lebih tinggi dari tuan rumah, 62 persen berbanding 38 persen, hal itu tak mencerminkan bagaimana Indonesia kesulitan membangun serangan.
Evan Dimas, Zulfiandi serta Stefano Lilipay tak bisa berkutik dengan penjagaan ekstra ketat dari para pemain Singapura.
Taktik ini sebenarnya sudah dibocorkan oleh Irfan Fandi, bek Singapura yang juga anak dari pelatih Singapura, Fandi Ahmad.
3. Mental Perlu Diasah
Para pemain Indonesia tampak grogi, terutama saat awal-awal laga.
Hal yang sebenarnya wajar mengingat mereka berlaga di kandang lawan.
Akan tetapi hal ini kemudian membuat para pemain tak tenang ketika menguasai bola.
Bek Indonesia lebih sering membuang bola secara langsung, kemudian bisa diambil kembali dengan mudah oleh pemain Singapura.
Mental bertanding timnas Indonesia yang sebagian besar berisi pemain terbaik dari klub profesional justru seperti frustasi di tengah tekanan lawan.
4. Miskin Strategi
Sudah lama Indonesia bermain dengan formasi 4-2-3-1 ala Luis Milla.
Hal ini seperti sudah menjadi pakem yang justru kemudian bisa dipelajari oleh lawan.
Dalam pertandingan lawan Singapura, pelatih Bima Sakti sama sekali tak mengubah hal tersebut hingga akhir laga, meskipun sudah terlihat mandul di babak pertama.
Hal ini terjadi, entah karena Bima Sakti tak berani, atau memang Indonesia tak punya strategi lain.
Dua pergantian dilakukan sama sekali tak mengubah taktik, satu pergantian dilakukan justru karena cedera, bukan karena perbaikan strategi oleh pelatih.
5. Emosi Belum Terkendali
Sepertinya sudah menjadi kebiasaan, para pemain timnas Indonesia mudah terpancing emosinya saat kehilangan bola atau jika ada kawannya yang dijegal lawan.
Bahkan, emosi ini semakin meningkat di menit-menit akhir laga sehingga banyak pemain Indonesia membuat pelanggaran yang tak perlu.
Akibatnya, Singapura mendapat keuntungan karena otomatis waktu semakin terulur-ulur dan mereka melihat bahwa pemain Indonesia mudah panik.
Kartu merah yang diterima Putu Gede seperti hanya jadi sedikit gambaran mengenai emosi timnas Indonesia yang belum terkendali.
Pelatih Bima Sakti dan tim sepertinya harus segera membenahi hal ini andai tak ingin hal tersebut terus terjadi, karena pertandingan masih panjang.
Apalagi menghadapi Timor Leste yang memiliki tipikal keras dalam bertanding, jika hal ini tidak diperbaiki, hanya akan merugikan Indonesia.
Bagi Timor Leste, bisa mencuri 1 poin saja di kandang Indonesia, akan mengangkat pamor mereka untuk pertandingan berikutnya.
Sedangkan bagi Indonesia, hasil seri --apalagi kalah-- akan menjadi mimpi buruk.