TRIBUNBATAM.id, PONTIANAK - Polisi terus mendalami kasus seorang ayah yang tega membanting putrinya berkali-kali hingga tewas.
Seperti diketahui Saprudin Supriyatman (36) membanting Putri Aisyah hingga tewas di rumahnya di Sungai Rengas, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, kemarin.
Wakasat Reskrim Polresta Pontianak, Iptu M Resky Rizal mengatakan, proses hukum terhadap Saprudin Supriyatman (36) masih terus berjalan.
Tim Psikologi Polda Kalbar menyatakan lelaki yang berprofesi sebagai tenaga satuan pengamanan itu mengalami depresi.
Resky Rizal menjelaskan pihak Reskrim sedang melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut.
"Sampai sekarang proses penyelidikan terus berjalan, dimana beberapa barang bukti juga sudah kita sita," ujar Resky Rizal, Minggu (25/11/2018).
Rizal juga menjelaskan bahwa pihak Reskrim Polresta Pontianak Kota, sudah berkoordinasi dengan pihak psikologis Polda.
Baca: Curiga Kerap Lihat Bongkar Muat di Laut, KRI Kalmapur Amankan Kapal Asing Berisi 10 WNA dan 1 WNI
Baca: Banting Bayinya Berkali-kali hingga Tewas, Simak 9 Fakta Sosok Supardi Supriyatman
Baca: Ayah Banting Anak Kandung hingga Tewas, Saksi Sebut Pelaku Mirip Orang Kerasukan. Ini Kronologinya
Baca: Seorang Bayi Dibanting Ayah Kandungnya ke Lantai Hingga Tewas Setelah Direbut dari Dekapan Ibunya
"Hasilnya tersangka dinyatakan mengalami depresi, karena dirinya telah melewati suatu pase yang membuatnya depresi, bukan gangguan jiwa, jawaban tim psikologis kondisinya pun normal," jelas Resky Rizal.
Resky Rizal menegaskan untuk perkembangan proses hukum, pihaknya akan tetap berkoordinasikan dengan tim psikologis.
Menurutnya, untuk menentukan kejiwaan seseorang, ini perlu tim ahli dalam mengetahui apakah dia mengalami gangguan kejiwaan atau tidak.
"Untuk proses penyelidikan akan terus kita lakukan, dimana tersangka juga sebelumnya pernah berbuat tindak pidana dan divonis," pungkas Resky Rizal.
Menanggapi hal ini Psikiater Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), dr Wilson angkat suara.
Terlebih lagi, menurut keterangan pihak keluarga tersangka, Supardi kerap seperti kerasukan roh halus.
Demikian pula saat peristiwa terjadi, tersangka seperti kerasukan. Padahal tersangka dikenal sayang pada anaknya.
"Jika yang bersangkutan merasa yakin dimasuki roh halus, itu merupakan gejala gangguan jiwa berat, namanya waham atau suatu keyakinan yang salah," jelas Wilson, Minggu (25/11/2018).
Menurut Wilson, Roh halus itu bisa saja mengendalikan penderita sehingga penderita bisa melakukan tindakan-tindakan di luar akal sehat, seperti membanting anaknya sendiri.
"Gejalanya bisa juga disertai halusinasi berupa suara-suara tidak nyata atau penglihatan-penglihatan yang tidak nyata, (hanya bisa didengar atau dilihat pasien itu sendiri),"tambah Wilson.
Kondisi ini harus diobati dengan obat antipsikotik.
Masyarakat juga harus diberikan penyuluhan bahwa pasien dengan gangguan jiwa itu bukan karena dirasuki oleh roh halus.
Tetapi ada penyakit atau kerusakan di otak sehingga perlu pengobatan segera sehingga tidak terjadi hal-hal seperti ini.
"Selain keteraturan meminum obat, harus ada dukungan dari keluarga kepada dia bahwa penyakit ini bisa disembuhkan," jelasnya lagi.
Masyarakat juga tidak menganggap dia sebagai orang yang harus dikucilkan, tetapi orang yang perlu mendapat perhatian.
Perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosis.
Perlu juga ditanya pada pihak keluarga dan orang terdekat dengan dia, bagaimana perilakunya selama ini.
Dari itu kita bisa tahu, apakah memang gangguan jiwanya sudah lama atau baru. Kita juga perlu lihat apakah karena pengaruh Narkoba atau penyakit-penyakit lain.
"Masyarakat perlu disadarkan bahwa penyakit ini bisa terjadi kepada siapapun," paparnya.
Tetapi semakin cepat ditangani, semakin cepat sembuh. Penyakit ini bisa sembuh.
Tergantung jenis penyakitnya dan cepat lambatnya penanganan maupun dukungan keluarga.
Ada yang 6 bulan, setahun, lima tahun, sepuluh tahun baru sembuh, bahkan ada yang seumur hidup.
Kita sebagai dokter jiwa hanya memberikan surat keterangan atau visum bahwa yang bersangkutan gangguan jiwa.
Tetapi untuk mengambil keputusan ini bisa dipenjadakan atau tidak, itu bukan wewenang kita.
Hal itu wewenang hakim, karena kita hanya memberikan keterangan saja, tetapi hakimlah yang menentukan bagaimana proses terjadinya tindak pidana itu.
"Kalau menurut hakim faktor kejiwaan bukan merupakan hal yang utama, bisa saja dipenjara,"jelasnya lagi.
Tetapi kalau faktor gangguan jiwa itu merupakan faktor yang utama ya mungkin dia bebas, tetapi tetap menjalani proses pengobatan di rumah sakit jiwa.
Bila masyarakat menemukan kondisi keluarga atau orang sekitar yang mengalami hal seperti ini, harus cepat memberikan informasi dan segera dibawa ke rumah sakit jiwa.
Minimal dibawa ke Puskesmas dulu.
Hal ini karena dokter di Puskesmas pun bisa menangani pada tahap awal sebelum dirujuk ke rumah sakit jiwa. Jadi jangan dianggap itu kerasukan dan sebagainya. (TRIBUNPONTIANAK)
*Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id dengan judul Polisi Ungkap Penyebab Ayah Banting Putrinya Hingga Tewas, Psikolog Angkat Suara