TRIBUNBATAM.id - Semenjak Whatsapp, Instagram dan Facebook diblokir oleh pemerintah sejak aksi 22 Mei 2019 lalu, masyarakat kesulitan mengakses dan menguggah gambar.
Spontan saja kebanyakan masyarakat kemudian beralih ke aplikasi penyedia Virtual Private Network (VPN).
Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan tindakan provokasi yang mudah tersebar luas melalui media sosial.
Masyarakat pun tidak bisa mengunggah ataupun mengunduh gambar melalui aplikasi-aplikasi tersebut.
Aplikasi penyedia VPN gratis mendadak jadi perhatian dan diunduh warganet agar tetap bisa mengakses media sosial secara utuh.
Pasalnya, banyak di antara mereka yang menggunakan media sosial untuk bekerja dan mengakali pembatasan yang dilakukan pemerintah.
Namun, bukan berarti penggunaan VPN gratis tidak berisiko apalagi, ketika digunakan untuk mengakses transaksi e-channel perbankan, semisal internet banking dan mobile banking.
Sebagaimana dikutip Wartakotalive.com dari Kompas.com, seorang Analis forensik digital Ruby Alamsyah menjelaskan, penggunaan VPN bisa bersiko tersusupi spyware yang dapat mengakses data-data tertentu di ponsel atau komputer.
Sebab, VPN tidak memiliki provider yang jelas.
"Risiko yang mungkin terjadi bila menggunakan software VPN yang tidak jelas providernya bisa tersusupi spyware yang akhirnya bisa mengakses data-data tertentu di HP atau PC kita," ujar Ruby ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (24/5/2019).
Ketika seseorang mengakses internet dengan menggunakan VPN, seluruh trafik internet bisa diakses, dibaca dan digunakan oleh penyedia VPN tersebut.
Namun, Ruby menjelaskan, sejauh penggunaan internet hanya sebatas keperluan standar tanpa memasukkan data pribadi, risiko kebocoran data akan kecil.
"Bagi orang awam, penggunaan VPN untuk keperluan standar browsing website yang tidak akan memasukkan data pribadi, berupa username, password, PIN, dan data sensitif lainnya risikonya akan kecil," ujar Ruby.
Pakai VPN untuk Atasi Pembatasan Medsos
Sejak Rabu (22/5/2019) siang, pengguna aplikasi WhatsApp, Instagram, dan Facebook mengeluhkan pembatasan akses yang dilakukan pemerintah.
Pembatasan WhatsApp, Instagram, dan Facebook untuk mencegah penyebaran kabar hoaks saat unjuk rasa bertajuk Aksi 22 Mei.
Sulitnya mengakses aplikasi WhatsApp, Instagram dan Facebook membuat sejumlah pengguna internet terutama pegguna sistim operasi Android mencoba memakai Virtual Private Network ( VPN) yang tersedia gratis melalui toko aplikasi Google Play Store.
Namun, di balik gratisnya VPN, tahukah anda bahaya menggunakan VPN melalui smartphone karena terdapat akses mobile banking dan digunakan dalam transaksi.
Pada saat ini, banyak pengguna Android menggunakan VPN gratis untuk mengakses internet.
VPN adalah koneksi antarjaringan yang sifatnya pribadi.
Jaringan internet publik memungkinkan pengguna untuk bertukar sumber daya secara pribadi melalui jaringan internet publik.
Banyak yang menyebut jika koneksi internet melalui VPN lebih aman ketimbang koneksi internet biasa.
Namun, rupanya VPN juga memiliki risiko yang wajib Anda ketahui.
Dikutip TribunSolo.com dari Life Hacker, Selasa (2/10/2018), sebuah penelitian dilakukan peneliti dari Data61/CSIRO, UC Berkeley, UNSW Sydney, dan UCSI mengungkap jika aplikasi Android yang menggunakan VPN ternyata cukup berisiko.
Hasilnya, ada beberapa bahaya, seperti adware, trojan, malvertising, atau bahkan spyware.
Anda juga pantas was-was, sebab 18 persen dari total aplikasi VPN di Android tersebut sama sekali tidak mengenkripsi data penggunanya.
Penggunaan VPN untuk transaksi elektronik keuangan juga bisa membayahakan pemilik rekening.
Apa Beda VPN Gratis dan VPN Berbayar
Untuk lebih jelasnya, baca ulasan berikut.
Salah satu bahaya yang wajib diantisipasi ketika menggunakan VPN gratis ialah penjualan data ilegal.
Solusi untuk menghindari masalah ini ialah menggunakan VPN berbayar, sebab jenis VPN berbayar memiliki aturan ketat dan jaminan terkait penjualan data.
Dikutip TribunSolo.com dari sejumlah sumber, di berbagai negara bahkan ada dugaan penyedia VPN gratis ini menjual data ke pihak ilegal.
Adapun pihak ilegal yang dimaksud semisal korporasi pengirim spam e-mail atau hacker.
Kemudian risiko kedua saat menggunakan VPN gratisan ialah kemungkinan pihak penyedia layanan malah menggunakan IP Address sebagai Network Endpoint.
Apa itu Network Endpoint?
Network Endpoint ini berguna untuk meningkatkan bandwith layanan VPN untuk meningkatkan kecepatan internet dari pemakai internet lainnya.
Bahkan, beberapa sumber menyebut ada kemungkinan Network Endpoint dijual.
Risiko lain penggunaan VPN gratisan adalah serangan Man in the Middle, yakni serangan terhadap sistem komputer yang saling berhubungan satu sama lain.
Ada potensi si penyerang berada di tengah jalur komunikasi dan menggunakannya untuk membaca, membajak, mencuri data, atau paling buruk adalah menyisipkan malware.
Bahaya lain yang bisa muncul dalam penggunaan VPN gratisan adalah potensi bocornya data dan IP ke publik.
Sebab, secara sistematis, VPN bekerja seperti terowongan yang mana koneksi pengguna melewati jalur khusus untuk mengakses internet.
Mengakses internet menggunakan VPN gratisan kadang kala juga membuat koneksi menjadi lebih lambat.
Yang namanya terowongan, maka bukan tidak mungkin juga jika jalur tersebut memiliki banyak kebocoran.
Apabila alamat IP bocor ke publik, maka pengguna internet bersangkutan akan menghadapi ancaman serius yaitu malware dan hacker.
Selama ini, banyak penyedia layanan VPN gratis mengandalkan pendapatan dari iklan-iklan yang dipasang di website mereka, sehingga bahaya Adware bisa saja mengancam.
Hambat Penyebaran Hoaks
Sementara, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI melakukan pembatasan sementara terhadap fitur media sosial dan pesan instan demi menghambat penyebaran hoaks seputar aksi demonstrasi dan kerusuhan 22 Mei 2019.
Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Rudiantara mengatakan pengguna sejumlah media sosial tidak bisa mengirim dan menerima video dan foto untuk sementara waktu.
"Pembatasan dilakukan terhadap platform media sosial, fitur-fitur media sosial, tidak semuanya, dan messaging system, " ujar Rudiantara, Rabu (22/5/2019).
Berdasar pengamatan BBC News Indonesia, platform media sosial populer di Indonesia Semisal Instagram, WhatsApp, dan Facebook sulit diakses menggunakan seluler sejak Rabu (22/5/2019) siang.
Akses video dan foto hanya bisa dilakukan via jaringan nirkabel atau WiFi.
Layanan teks dan berbagi lokasi tampaknya masih tersedia.
Telegram dan VPN
Saat WhatApp down dan error karena penggunaannya sedang dibatasi, warganet di tanah air menyiasatinya agar tetap lancar berkomunikasi melalui aplikasi pesan instan.
Pantauan Tribun-Timur.com, ada 2 cara alternatif dipakai.
Pertama, dengan menggunakan VPN.
Ada sejumlah aplikasi VPN untuk menembus blokiran WhatsApp.
Cara ini ramai disebar melalui WhatsApp oleh netizen.
Kedua, menggunakan Telegram.
Telegram memiliki fitur yang sama dengan WhatsApp dan bukan jadi sasaran pemblokiran oleh pemerintah, saat ini.
Melalui Telegram, pengguna dapat mengirim pesan dan bertukar foto, video, stiker, audio, dan tipe file lainnya.
Telegram juga menyediakan pengiriman pesan ujung ke ujung terenkripsi opsional.
Menkominfo Sarankan Warga ke Media Mainstream
Pengamat kebebasan berinternet memperingatkan bahwa pembatasan terhadap media sosial dan layanan perpesanan oleh pemerintah jangan sampai menjadi preseden.
Menteri Rudiantara mengatakan, akses ke sejumlah media sosial tersebut dibatasi karena perannya dalam penyebaran konten hoaks.
"Kita tahu modusnya adalah posting di media sosial, Facebook, Instagram, dalam bentuk video, meme, dan foto. Kemudian screen capture (tangkap-layar), viralnya bukan di media sosial, tapi di messaging system WhatsApp," jelas Rudiantara.
"Jadi kita semua akan mengalami pelambatan kalau kita download (mengunduh) atau upload (mengunggah) video dan foto. Karena viralnya yang negatif besarnya mudaratnya ada di sana," imbuhnya.
Kini, kata Rudiantara, berita terkini terkait dengan aksi 22 Mei 2019 pun hanya bisa diakses melalui media arus utama.
"Yang biasanya main di media online, media sosial, sekarang kita kembali sementara ke media mainstream," cetusnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Wiranto mengatakan pemerintah belum memastikan sampai kapan pembatasan itu akan berlangsung.
Namun, dia menegaskan langkah ini dilakukan bukan untuk bertindak "sewenang-wenang", melainkan "suatu upaya untuk mengamankan negeri ini."
"Kita bersama-sama memiliki negeri ini, jadi berkorban dua - tiga hari untuk enggak lihat gambar kan tak apa-apa," ujar Wiranto.
Peneliti dari Jaringan Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara atau SAFEnet, Matahari Timoer, menilai langkah pemerintah bisa diterima sebagai langkah darurat.
Pasalnya, menurut Matahari, hoaks tidak bisa dilawan hanya dengan informasi yang benar.
"Orang yang menyebarkan hoaks itu tidak bisa disadarkan hanya dengan 'eh ini hoaks'. Itu saya ngalamin banget, saya mendapatkan informasi di grup, saya katakan itu hoaks, saya sebarkan tautan dari Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia), mereka enggak percaya. Mereka lebih percaya dengan informasi yang mereka dapatkan dari pimpinannya, dari lingkungannya, dari orang-orang yang memang satu perjuangan dengan mereka, satu aliran politik, satu identitas politik."
"Nah, dalam situasi yang semakin rumit per 21 Mei tadi pagi, dan antisipasi 22 Mei ini saya pikir membatasi akses untuk menyebarkan image dan video itu perlu dilakukan oleh pemerintah," kata Matahari.
Namun, dia mewanti-wanti bahwa pemerintah juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat dengan melaporkan secara transparan mengenai efektivitas pembatasan akses ini.
"Pemerintah juga harus memberikan laporan kepada publik apakah efektif apa yang sudah dilakukan, informasi-informasi seperti apa yang dengan pembatasan seperti itu akhirnya tidak sampai, tidak menyebar," kata Matahari.
Dia juga memperingatkan, jangan sampai pembatasan akses ini menjadi preseden — bahwa setiap ada masalah, pemerintah lantas menutup akses media sosial untuk masyarakat.
Kerusuhan yang terjadi di sejumlah tempat setelah pengumuman hasil rekapitulasi suara Pemilu 2019 telah mengakibatkan enam orang meninggal dunia. Polisi mengatakan kerusuhan tersebut sudah diatur dan disebabkan oleh provokator.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul WASPADA! Pemakaian VPN Gratis Maupun Berbayar Sangat Beresiko, Data-data Anda bisa Dicuri.