TRIBUNBATAM.id - Ketua tim kuasa hukum BPN Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (BW) pernah meminta Mahkamah Konstitusi (MK) agar tidak berubah menjadi 'Mahkamah Kalkulator'.
Permintaan BW tersebut kemudian ditanggapi oleh mantan Ketua MK, Profesor Mahfud MD, Sabtu (25/5/2019).
Terkait hal tersebut, Mahfud MD ditanyakan oleh pembawa acara apakah ada indikasi dari perkataan itu sebagai Contempt of Court.
Dikutip TribunWow.com dari tayangan program Metrotvnews, Sabtu (25/5/2019), Mahfud kemudian menjelaskan mengenai istilah tersebut.
"Istilah Contempt of Court itu secara resmi di dalam tata hukum kita belum ada tetapi di dalam undang-undang hukum pidana, pelecehan atau perusakan terhadap pejabat-pejabat atau jabatan publik itu ada hukumannya sendiri," ujar Mahfud.
Namun, dia menganggap perkataan seperti 'Mahkamah Kalkulator' tidak perlu dianggap sebagai hal yang berlebihan.
"Tetapi ini anggap sebagi penilaian publik yang tidak udah disikapi terlalu berlebihan," pungkasnya.
Mahfud MD lalu mengatakan dia dahulu saat menjadi Ketua MK pada tahun 2009 juga pernah diragukan saat memutuskan sengketa Pilpres.
"Saya punya pengalaman, tahun 2009 itu sama Mahkamah Konstitusi itu dituding sebagai Mahkamah Kalkulator, dituding sudah diatur oleh presiden SBY waktu itu," ujar Mahfud.
Dia juga mengatakan ada banyak aksi unjuk rasa saat itu.
"Seminggu sebelum putusan MK, itu demo setiap hari, tapi kita jalan saja, kemudian kita ingat tanggal 12 Agustus tahun 2009, jam 4 sore saya mengetok palu, bahwa sesudah memeriksa dengan saksama kami memutuskan bahwa Pak SBY tetap menang, itu jam 4 sore," ujar Mahfud.
Dia lalu mengatakan sikap Paslon lain saat itu ada Ketua Umum Partai PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri dan dari Partai Golkar, Jusuf Kalla - Wiranto.
"Jam setengah 5, Bu Megawati dengan sikap kenegarawannya bilang dari kediamannya, kami menerima keputusan ini, karena itu sudah keputusan hukum'."
"Pada waktu yang bersamaan Pak Jusuf Kalla waktu itu yang berpasangan dengan Wiranto juga menyatakan menerima, akhirnya saat itu juga ketegangan mereda, dan besoknya situasi negara ini berjalan normal, itu tanggal 15 Agustus tahun 2009," ujar Mahfud.
Mahfud lalu menduga hal yang sama akan terjadi pada 28 Mei nanti.
"Saya juga menduga begini nanti, tanggal 28 Juni insyaallah akan terjadi hal yang sama ketika satu dinyatakan kalah, apakah itu Pak Prabowo atau Pak Jokowi, akan menerima putusan MK," ujar Mahfud.
"Rakyat itu akan tenang kalau begitu, asal MK-nya benar-benar ya," pungkas Mahfud.
Lihat videonya di menit ke 4.44:
Diketahui sebelumnya, BW berharap MK tak hanya menelusuri angka-angka yang bersifat numerik dalam menangani sengketa hasil Pilpres, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (25/5/2019).
Bambang mengistilahkan MK jangan jadi "Mahkamah Kalkulator".
Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini menegaskan, sudah seharusnya MK menelusuri secara serius dugaan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif.
"Kami mencoba mendorong MK bukan sekadar Mahkamah Kalkulator yang bersifat numerik, tapi memeriksa betapa kecurangan begitu dahsyat," kata Bambang seusai menyerahkan permohonan gugatan hasil Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/5/2019).
Bambang juga mengajak publik menyimak proses persidangan sengketa hasil Pilpres yang akan dimulai pada 14 Juni 2019 ini.
"Marilah kita perhatikan secara sungguh-sungguh proses sengketa ini. Mudah-mudahan MK bisa menempatkan dirinya menjadi bagian penting, di mana kejujuran jadi watak kekuasaan," kata BW.
Diketahui tim penasihat hukum Prabowo - Sandiaga secara resmi telah mendaftarkan gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 ke MK, Jumat (24/5/2019) pukul 22.44 WIB atau kurang dari 1,5 jam menjelang penutupan pendaftaran permohonan.
"Alhamdulillah kami sudah menyelesaikan permohonan sengketa perselisihan hasil Pilpres dan malam ini kami akan serahkan secara resmi permohonan itu," ujar BW.
Prabowo - Sandiaga menggugat hasil Pilpres setelah kalah suara dari pasangan Joko Widodo - Ma'ruf.
Menurut hasil rekapitulasi KPU RI, jumlah perolehan suara Jokowi - Ma'ruf mencapai 85.607.362 atau 55,50 persen suara. Sedangkan perolehan suara Prabowo - Sandiaga sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen suara.
Selisih suara kedua pasangan mencapai 16.957.123 atau 11 persen suara.
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Mahfud MD Akui Pernah Dituding sebagai Mahkamah Kalkulator: Dituding Diatur oleh Presiden SBY