Tidak Semua Gugatan BPN Masuk Akal, Pakar Hukum Tata Negara Nilai Dua Poin Gugatan justru Janggal

Editor: Thom Limahekin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Hashim Djojohadikusumo bersama Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Bambang Widjajanto dan Kuasa Hukum BPN Denny Indrayana saat menyerahkan berkas gugatan sengketa Pemilu 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019). Gugatan dilakukan oleh Tim BPN Prabowo Sandi ke MK karena pihaknya mengikuti koridor hukum. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNBATAM.id - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga sudah mengajukan tuntutan terkait sengketa Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun, beberapa poin tuntutan BPN tersebut justru dinilai janggal oleh pakar hukum tata negara.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari misalnya menyebutkan ada dua poin dari tujuh poin tuntutan sengketa kubu Prabowo Subianto - Sandiaga yang janggal.

Hal itu dikatakannya saat menjadi narasumber dalam program Kompas TV, Mencari Pemimpin, Jumat (7/6/2019).

Menurutnya, poin yang janggal itu yakni pada poin ke-4 yang berbunyi 'Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil nomor urut 01, Presiden H Joko Widodo dan KH Mar'uf Amin sebagai Peserta Pilpres 2019'.

"Memang yang janggal dari tujuh ini cuma dua saja. Satu mendiskualifikasi calon Jokowi, yang itu bukan kewenangan MK, kewenangannya itu ada di Bawaslu KPU," ujar Feri.

Lantas pada poin lain, yakni di poin ke-5, juga dirasa janggal.

Poin ke 5 berbunyi, 'Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024'.

"Lalu yang ke dua, menentapkan calon pemenang, itu bukan tugas Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.

Jokowi Sekeluarga Belanja di Pasar Beringharjo, Ini Harga Pakaian yang Dibeli Iriana dan Menantu-nya

Laga Pembuktian Ronaldo vs Virgil di Final UEFA Nations League, Minggu (10/6/2019) Pukul 01.45 WIB

Kepala Stasiun Kereta Api Blitar Ini Tidak Mudik Lebaran Karena Tugas, Ini Caranya Meyakinkan Istri

Hendak Memperkosa Seorang Dokter, Lidah Pria Ini Dibuat Putus oleh Korban, Begini Kejadiannya

Menurutnya, hal itu bukan tugas MK, melainkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Mahkamah menjelaskan bahwa ada suara yang beralih, lalu nanti akan ditetapkan oleh KPU, kalau ada PSU (Pemilihan Suara Ulang), selesai PSU, maka nanti KPU menetapkan," jelasnya.

"Jadi tidak boleh juga salah petitum itu, sama saja mendalilkan sesuatu untuk peradilan perdata tapi di dalam peradilan pidana, jadi tidak tepat."

Jubirkum Badan Pemenangan Nasional (BPN) kubu 02 Parabowo Subianto - Sandiaga Uno, Sahroni pun menyanggah.

"Mas Feri kalau mengamati harus lebih dalam," ujar Sahroni.

"Enggak, kalau salah harus diakui Pak, kalau enggak nanti malu di MK," sanggah Feri.

"Apakah dimungkinkan di ke tujuh poin itu untuk dikabulkan semua?" tanya Sahroni.

Halaman
123

Berita Terkini