TRIBUNBATAM.ID, SINGAPURA - Di Indonesia, produksi mobil listrik masih wacana, di Singapura kini sudah mulai dibangun stasiun isi ulang atau recharge mobil listrik.
SPBU mobil listrik ini diluncurkan Royal Dutch Shell dan merupakan perusahaan energi pertama di Asia yang membangun pengisian untuk mobil listrik, kata perusahaan itu, Senin (19/8/2019), seperti dilansir TribunBatam.id dari Today Online.
Layanan pengisian kendaraan listrik 'Shell Recharge' tersedia di 10 SPBU milik Shell di Singapura pada Oktober tahun ini atau sekitar 20 persen dari jaringan SPBU perusahaan itu di negara kota tersebut.
Peta lokasi 10 SPBU Shell yang akan menawarkan layanan pengisian kendaraan listrik ini adalah sebagai berikut.
• BRI Bakal Biayai Konsumen yang Membeli Mobil Listrik Lewat Cicilan
• Perpres Mobil Listrik Jor-joran Insentif. Pajak Barang Mewahnya Bisa Nol Persen
• Mobil Listrik Nissan Leaf akan Hadir di Indonesia Maret 2020
Shell Choa Chu Kang, 20 Choa Chu Kang Drive S689717
Shell Bukit Batok Barat, 11 Bukit Batok West Avenue 3 S659166
Shell Boon Lay, 2 Boon Lay Avenue S649960
Shell Alexandra, 358 Alexandra Road S159950
Shell Newton Hooper, 150 Bukit Timah Road S229846
Shell Yishun, 1 Yishun Street 11 S768642
Shell Ang Mo Kio, 3535 Ang Mo Kio Ave 6 S569839
Shell Sengkang, 61 Sengkang East Road S545015
Shell Havelock, 548 Havelock Road S169637
Shell Paya Lebar PIE, 98 Paya Lebar Road S409008
Rilis perusahaan itu mengatakan bahwa pengisian daya listrik dari 0 persen hingga 80 persen dalam waktu sekitar 30 menit, dengan harga Sin $ 0,55 per kWh, dan kompatibel dengan sebagian besar kendaraan listrik di Singapura.
Sebenarnya mobil listrik sudah mulai dipasarkan di Singapura.
Namun sebuah studi yang dilakukan oleh Shell tentang perilaku konsumen kendaraan listrik menunjukkan bahwa 52 persen warga Singapura terhalang untuk membeli mobil listrik karena tidak ada SPBU di Singapura.
Mobil listrik yang dipasarkan, pengisian ulangnya biasanya dilakukan di rumah dan hal itu tidak mudah karena banyak warga yang tinggal di flat.
"Untuk memenuhi tujuan energi bersih, Singapura membutuhkan lebih banyak dan solusi energi untuk menghidupkan kehidupan, bisnis dan transportasi secara berkelanjutan," kata Aw Kah Peng, pim;pinan Shell Companies di Singapura.
Shell berencana untuk membuat lebih banyak solusi energi rendah karbon semacam itu tersedia di Singapura pada bulan-bulan dan tahun-tahun berikutnya, tambahnya.
Insentif di Indonesia
Mobil listrik saat ini memang menjadi rancangan banyak negara dunia untuk menekan penggunaan energi bahan bakar serta menekan emisi energi yang merusak lingkungan.
Indonesia pun sedang bersiap memasuki era itu setelah pemerintah jor-joran untuk menggerakkan industri otomotif memproduksi mobil listrik.
Pemerintah tak main-main mendorong mobil listrik mengaspal di jalanan Indonesia.
Hal itu terlihat dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, Kamis (15/8/2019) lalu.
Dalam beleid tersebut, setidaknya ada 14 insentif fiskal maupun non-fiskal untuk mobil listrik tersebut, termasuk pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) yang nyaris nol persen.
Dengan 14 insentif tersebut, nantinya harga mobil listrik dengan mobil konvensional yang setara bisa 10 persen saja selisihnya.
Tentu saja harga tersebut sangat murah karena para pemiliknya nanti tak perlu memikirkan uang bensin setiap harinya, cukup mengisi daya listrik seperti ponsel.
Beberapa insentif fiskal tersebut antara lain, insentif bea masuk impor, insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM), insentif pembiayaan ekspor, hingga insentif superdeduction tax untuk kegiatan vokasi dan penelitian di industri kendaraan listrik berbasis baterai.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto optimistis, berbagai insentif fiskal yang diberikan pemerintah dapat membuat harga kendaraan listrik makin bersaing dengan mobil biasa berbasis BBM.
“Kalau sekarang beda harganya sekitar 40%. Dengan kebijakan itu (insentif) maka bisa menjadi sekitar 10%-15% dari mobil combustion engine (mobil bermesin pembakar),” proyeksi Airlangga, Kamis (15/8/2019).
Airlangga mengatakan, dirinya juga telah berdiskusi dengan gubernur DKI Jakarta dan Bali dalam rangka percepatan program KLB Berbasis Baterai.
Menurut Airlangga, kedua provinsi ini akan menjadi basis pilot project kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia.
Pembahasan dengan pemerintah daerah menjadi penting, sebab ada sejumlah insentif baik fiskal maupun non-fiskal yang berada di bawah naungan pemda untuk program KLB berbasis baterai tersebut.
“Di Jakarta dan Bali rencananya kita akan dorong motor listrik dulu. Tapi sambil kita petakan juga kapasitas produksi saat ini seperti apa, yang pasti basis produksi motor listrik kan sudah ada seperti E-Viar dan Gesits,” tandas Airlangga.
Perpres tersebut merupakan payung hukum dari program kendaraan bermotor listrik (KBL) berbasis baterai.
Tujuannya untuk peningkatan efisiensi energi, ketahanan energi, konservasi energi sektor transportasi, dan terwujudnya energi bersih, kualitas udara bersih dan ramah lingkungan dalam rangka upaya menurunkan emisi gas rumah kaca.
Percepatan program kendaraan listrik berbasis baterai juga bertujuan mendorong penguasaan teknologi industri dan rancang bangun kendaraan, serta menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor kendaraan bermotor.
Dalam Bab III pasal 17 hingga pasal 21 pada beleid tersebut, tertuang kebijakan soal insentif tersebut.
Pada pasal 19, terdapat setidaknya 14 jenis insentif fiskal yang ditetapkan pemerintah:
1. Insentif bea masuk atas importasi KBL Berbasis Baterai dalam keadaan terurai lengkap (Completely Knock Down/CKD), KBL Berbasis Baterai dalam keadaan terurai tidak lengkap (Incompletely Knock Down/IKD), atau komponen utama untuk jumlah dan jangka waktu tertentu.
2. Insentif pajak penjualan atas barang mewah atau PPnBM.
3. insentif pembebasan atau pengurangan pajak pusat dan daerah.
4. Insentif bea masuk atas importasi mesin, barang, dan bahan dalam rangka penanaman modal.
5. Penangguhan bea masuk dalam rangka ekspor.
6. Insentif bea masuk ditanggung pemerintah atas importasi bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam rangka proses produksi.
7. Insentif pembuatan peralatan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU)
8. insentif pembiayaan ekspor.
9. Insentif fiskal untuk kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi teknologi serta vokasi industri komponen KBL Berbasis Baterai (superdeduction tax)
10. Insentif untuk tarif parkir di lokasi-lokasi yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah.
11. Keringanan biaya pengisian listrik di SPKLU.
12. Dukungan pembiayaan pembangunan infrastruktur SPKLU.
13. Insentif untuk sertifikasi kompetensi profesi bagi sumber daya manusia (SDM) industri KBL Berbasis Baterai.
14. Insentif untuk sertifikasi produk dan/atau standar teknis bagi perusahaan industri KBL Berbasis Baterai dan industri komponen KBL Berbasis Baterai.
Adapun, pemberian insentif pembebasan atau pengurangan pajak daerah, berupa Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Salah satu insentif fiskal yang menarik perhatian adalah PPnBM yang selama ini membuat harga mobil menjadi mahal.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menjelaskan, konsep insentif PPnBM untuk mobil listrik pada dasarnya sama seperti yang telah disampaikan Menteri Keuangan, yakni untuk mendorong pengurangan emisi.
"Jadi semakin rendah emisi karbonnya, semakin kecil tarif PPnBMnya, bahkan bisa sampai 0% untuk mobil listrik,” ujar Hestu kepada Kontan.co.id, Kamis (15/8/2019).
Beberapa insentif fiskal yang sudah ada, lanjutnya, juga berlaku bagi industri tersebut.
“Misalnya investasi baru atau perluasan untuk memproduksi mobil listrik bisa mendapatkan fasilitas tax holiday sesuai PMK 150/2018. Perusahaan otomotif juga bisa memanfaatkan superdeduction tax sesuai PP 45/2019,” kata Hestu.