Tribun Batam.id -- Penolakan RKUHP yang dilakukan oleh seluruh mahasiswa Indonesia memunculkan semangat dan para pejuang baru.
Bagaimana tidak, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dirumuskan oleh DPR dianggap 'memperkosa' rakyat.
Setelah tidak ada tindakan lebih lanjut dari para anggota legislatif yang katanya 'mewakili rakyat' , Mahasiswa Indonesia geram ketika aspirasinya tidak didengar, bahkan hanya dijadikan angin lalu.
"KUHP diambil dari pikiran yang luar baisa, romawi kejam keras. Nah saya merasakan romawi hari ini, memaksakan KUHP dengan cara pemaksaan, mahasiswa disiram gas air mata " Ungkap Haris
• Dian Sastrowardoyo Balas Yasonna Laoly, Murid Rocky Gerung Sebut Lebih Baik Merasa Bodoh
• Atiatul Muqtadir, Ketua BEM UGM Sebut Tunda itu Bahasa Politisi di ILC, Begini Respon Haris Azhar
RKUHP Bagi Gelandangan
Ia juga sangat menyayangkan undang-undang yang membuat hukuman bagi gelandangan.
Tercantum dalam Pasal 505 KUHP, gelandangan diancam hukuman kurungan penjara tiga bulan.
Namun apabila tindak pidana itu dilakukan secara berkelompok dengan melibatkan orang berusia di atas 16 tahun, hukumannya bertambah, menjadi enam bulan penjara.
Dalam proses revisi RKUHP , DPR RI dan pemerintah mempertahankan aturan warisan Belanda itu.
Hanya saja kurungan penjara diganti dengan denda maksimal Rp1 juta.
Hal tersebut tercantum dalam Pasal 432 RKUHP.
Haris mempertanyakan tentang metode yang dibuat dalam membuat RKUHP tersebut.
"Social science dibalik penyusunan legislasi ini semua dimana? Karena dalam penataan KUHP yang baru ada metodologi namanya kodifikasi. kodifikasi itu melihat putusan-putusan, pemberlakuan pasal-pasal, melihat hasil dan dampak"
Kodifikasi sendiri adalah proses pengumpulan hukum-hukum di wilayah tertentu untuk menghasilkan sebuah kitab undang-undang.
Dalam negara yang menganut Anglo-Saxon , putusan-putusan hakim menjadi hal yang sangat serius, kodifikasi otomatis terjadi, karena putusan tersebut menjadi yurispudensi.
Sedangkan dalam negara Anglo-Saxon tersebut, yurispudensi lebih tinggi dari undang-undang
Ia mengatakan, metode ini tidak cocok untuk negara Indonesia.
Karena untuk negara Indonesia yang beragam, undang-undang menjadi penting untuk menerjemahkan hukum.
Hukum dan undang-undang adalah hal yang berbeda, karena hal ini Haris mengungkapkan bahwa metodolgi menjadi hal yang snagat penting.
• Huzrin Hood Maju ke Pilgub Kepri 2020, Penantang Soerya Respationo, Tak Lirik Rudi Wali Kota Batam
• KPK Periksa 8 Pengusaha Kepri di Jakarta Terkait Kasus Nurdin Basirun, Siapa Saja?
Haris mengungkap keresahannya dnegan cara yang tegas.
"Jadi kalau baca undang-undang 12 tahun 2011 tentang tata cara pembentukan perundang-udangan yang hanya atau harus ke kampus-kampus, gembel ngga ke kampus, sejak kapan gembel nongkrong di kampus?
Gembel ga nonton acara ILC yang mendengar pidato yang sangat bagus dari Pak Menteri.
Gembel ga nonton ILC karena dia harus tidur di gerobak,
Ga dengar pendapat dari anggota dewan yang hebat pake jas dan cicin mahal,
Pak menteri tadi seolah-olah hebat membela gembel dari dihukum menjadi di denda, itu tradisi-tradisi negara barat yang di cegah. Katanya gamau tradisi negara-negara barat."
Membahas soal para pembuat RKUHP yang merupakan lulusan sekolah-sekolah di luar negeri, Haris menolak secara tegas adaptasi undang-undang dari negara kolonialisme.
Karena undang-undnag yang dibuat di luar negeri, ditambahkan tentang penanganan terhadap gelandangan itu sendiri.
"Negara-negara barat tradisinya memberikan denda terhadap gembel, karena estetik lebih penting daripada etik.
Pertanyan saya, undang-undnag mana di Indonesia yang memperbaiki nasib gembel ???"
Menurutnya, RKUHP justru menimbulkan gelandnagan-gelandangan baru.
" Secara paralel dengan paket list peraturan perundang-undnagan yang mau disahkan hari ini justru bikin orang jadi gembel. Tenaga kerja yang tadinya 2 tahun boleh kontrak sekarang jadi 5 tahun di revisi RUU Ketanagakerjaan "
Demo Mahasiswa