TRIBUNBATAM.id, BATAM - Memperingati hari pangan sedunia, Pimpinan Pusat (PP) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) bekerjasama dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) menggelar sosialisasi.
Sosialisasi tersebut bertemakan Wujudkan Generasi Indonesia Unggul, Cegah Stunting dengan Sumber Pangan Lokal Bergizi.
Kasus stunting di Kepulauan Riau mencapai 24 persen dari angka bayi lahir pada 2018.
Sesuai data dari Dinas Kesehatan Kepri, angka kelahiran bayi di Kepri sekitar 300 ribu pada tahun lalu.
Maka dari itu, angka kasus stunting di Kepri mencapai 60 ribu selama satu tahun.
Dampak dari stunting sendiri yakni, anak menjadi lebih pendek dari anak normal seusianya, dan memiliki keterlambatan dalam berpikir.
Untuk dapat memberantas stunting dan mewujudkan generasi unggul maka perlunya masyarakat mengetahui pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
Penting bagi setiap keluarga untuk mengetahui peran keluarga dalam perlindungan anak khususnya Hak Kesehatan Anak agar terwujudnya generasi Indonesia yang unggul.
Acara ini dilangsungkan di Aula Aziziyah 2 Asrama Haji, Jalan Sanggam Bertuah Batam Centre.
• Kampanye Dinkes Kepri Cegah Stunting Bersama Dokter Keluarga, Masuk Program Top di Kemenpan-RB
Turut hadir Kepala Dinas Ketahanan Pangan,Pertanian dan Kesehatan Hewan Provinsi Kepri H Ahmad Izhar, PW Muslimat NU Kepulauan Riau, Hj Noorjanah G Lasa, Kepala Balai POM Kepulaun Riau, Yosef Dwi Irwan, SSi Apt dan Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan gizi masyarakat, Aniesaputri Junita SKM MPH.
Sementara itu, dalam pidato kenegaraan pada sidang tahunan MPR peringatan kemerdekaan RI tahun ini, Presiden Joko Widodo menegaskan target yang perlu dicapai bersama pada 2045 adalah menjadikan Indonesia maju dengan sumber daya manusia yang unggul, pintar dan berbudi pekerti luhur.
Salah satu kuncinya adalah memenuhi hak kesehatan, terutama ibu hamil dan bayi.
Pemenuhan hak kesehatan ibu dan bayi adalah dengan mendapatkan kemudahan dalam akses kesehatan antara lain pelayanan kesehatan, pemenuhan gizi dan juga informasi yang tepat tentang kesehatan.
Mengacu pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, yang menunjukan adanya perbaikan status gizi pada balita di Indonesia, di antaranya proporsi status gizi sangat pendek dan pendek turun dari 37,2% (Riskesdas 2013) menjadi 30,8%.
Demikian juga proporsi status gizi buruk dan gizi kurang turun dari 19,6% (Riskesdas 2013) menjadi 17,7%. Meski demikian, WHO masih mengkategorikan Indonesia sebagai Negara darurat gizi buruk. Sebab ambang batas toleransi stunting yang ditetapkan WHO adalah 20% dari jumlah keseluruhan balita.
Secara umum, Provinsi Kepulauan Riau menduduki posisi terbaik dalam hal penanganan gizi buruk di Indonesia, dengan angka kurang dari 13%, namun, Kota Batam memiliki prevalensi stunting 23,5%.
Pada semester pertama 2019, penderita stunting kota Batam juga terlihat mengalami peningkatan, yaitu sebesar 5,61%, sedangkan prevelensi tahun 2018 hanya 1,35 persen.
Penyebabnya adalah kurangnya asupan nutrisi pada anak.
Selain itu, faktor geografis, akses terhadap pelayanan kesehatan serta rendahnya pengetahuan ibu menjadi pemicu kondisi stunting pada anak-anak.
Fakta pengetahuan masyarakat yang rendah terlihat dari banyaknya kasus gizi buruk akibat kesalahan orang tua memberi asupan makanan pada anak.
Di tengah kemajuan teknologi, arus informasi diterima masyarakat tanpa filter.
Masyarakat juga setiap saat terpapar iklan yang belum teruji kebenarannya.
Jika tidak dibekali dengan pengetahuan yang tepat, maka masyarakat akan menjadi konsumen tanpa mengetahui baik buruk produk yang dikonsumsinya.
Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat mencontohkan iklan susu kental manis (SKM) sebagai salah satu iklan yang telah sekian abad menyesatkan persepsi masyarakat.
Selalu menampilkan iklan 4 sehat 5 sempurna SKM dalam iklannya.
“SKM yang sejak jaman kolonial hingga milenial, diiklankan sebagai minuman susu untuk bayi dan pertumbuhan anak, telah membentuk persepsi masyarakat bahwa SKM adalah susu bernutrisi. SKM memiliki kandungan gula yang tinggi yaitu 20gram persekali saji/1 gelas dengan nilai protein 1 gram, lebih rendah dari susu lainnya," ujar Arif saat memberikan materi.
Padahal, lanjut dia, peruntukan SKM hanyalah sebagai bahan tambahan makanan dan minuman atau topping.
Karena itu, perlu pengawasan terhadap promosi dan penggunaan SKM oleh masyarakat.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah mengatur label dan iklan SKM melalui PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, pada pasal pasal 54 dan 67 huruf W dan X. Pasal 54 memuat kewajiban produsen untuk mencantumkan tulisan pada label yang berbunyi :
Perhatikan! Tidak untuk menggantikan Air Susu Ibu, tidak Cocok untuk Bayi sampai usia 12 bulan. Tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi.
Sementara pasal 67 butir W memuat larangan berupa pernyataan atau visualisasi yang menggambarkan bahwa susu kental dan analognya disajikan sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu dan sebagai satu-satunya sumber gizi.
Butir X memuat larangan pernyataan/visualisasi yang semata-mata menampilkan anak di bawah usia 5 (lima) tahun pada susu kental dan analognya.
Sebelumnya, pada 2018 lalu, YAICI bekerjasama dengan Yayasan Peduli Negeri (YPN) Makassar dan Stikes Ibnu Sina Batam melakukan survey tentang Persepsi Masyarakat tentang Susu Kental Manis.
Survey yang dilakukan terhadap 400 kaum ibu di Kelurahan Mandonga, Kec. Mandonga, Kota Kendari dan 300 ibu di Kelurahan Sagulung Kota, Kec. Sagulung, Kota Batam yang memiliki anak usia 7 tahun, menunjukan sebanyak 97% ibu di Kendari dan 78% ibu di Batam memiliki persepsi bahwa susu kental manis adalah susu yang bisa dikonsumsi layaknya minuman susu untuk anak.
SKM memiliki kandungan gula yang tinggi yaitu 20 gram per sekali saji/1 gelas dengan nilai protein 1 gram, lebih rendah dari susu lainnya.
Dalam rangka memberikan edukasi gizi dan cara bijak menggunakan susu kental manis kepada masyarakat, Yayasan Abhiparaya Insan Cendikia Indonesia (YAICI), bersama Pengurus Pusat Muslimat NU menjalin kerjasama melaksanakan edukasi bijak mengkonsumsi susu kental manis di sejumlah kota di Indonesia diantaranya Lampung, Surabaya, Semarang, Batam dan Makassar.
Edukasi diadakan dalam bentuk talkshow dan kreasi makanan sehat bergizi.
Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU, dr. Erna Yulia Soefihara turut mengimbau agar ibu sebagai pendidik utama di keluarga harus sehat dan juga cerdas. Kesehatan keluarga harus dimulai terlebih dahulu dari ibu yang sehat.
"Ibu juga harus teredukasi tentang gizi agar tidak salah memberi asupan gizi, seperti susu kental manis yang seharusnya adalah topping makanan, jangan sampai diberikan sebagai minuman untuk anak-anak. Tugas kita adalah mewujudkan anak-anak Indonesia yang sehat, kuat dan cerdas sehingga bonus demografi dimasa mendatang tidak menjadi beban bagi bangsa kita,”katanya
Erna menambahkan PP Muslimat NU sebagai Organisasi Masyarakat yang sudah punya perwakilan di semua tingkatan. Dari pusat sampai ke grassroot diharapkan bisa menyampaikan pesan-pesan tentang kesehatan ini sampai ke sasaran. (tribunbatam.id/Roma Uly Sianturi)