Selain Misi Super Rahasia, Jenderal TNI Ini Pernah Menyusup dalam Operasi Pembebasan Berbahaya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Selain Jalankan Misi Super Rahasia Soeharto, Benny Moerdani Pernah Menyusup dalam Operasi Pembebasan

#Selain Misi Super Rahasia, Jenderal TNI Ini Pernah Menyusup dalam Operasi Pembebasan yang Berbahaya

TRIBUNBATAM.id - Nama Jenderal Benny Moerdanny tak bisa dilepaskan dari sosok Soeharto.

Beny Moerdani adalah mantan Panglima TNI (dulu bernama ABRI) dan dikenal dekat dengan mantan Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto.

Sebagai seorang perwira militer dan intelijen yang hebat, Jenderal Benny Moerdani telah melalui banyak misi dan pertempuran

Bahkan, dua misi super rahasia milik Soeharto pun sukses di tangan Benny Moerdani

Penyelundupan 2000 senjata ke Afganistan berhasil dijalankan, dan pembelian pesawat tempur A-4E Skyhawk dari Israel juga sukses tanpa ketahuan

Selain menjalankan dua misi super rahasia Soeharto, Benny Moerdani juga pernah melakukan hal ekstrim yakni menyusup ke dalam operasi pembebasan pesawat Woyla

Aksi Benny Moerdani ini di luar skenario penyerangan, tiba-tiba saja dia sudah menyusup masuk ke barisan pasukan.

Biodata Benny Moerdani, Jenderal Kesayangan Soeharto yang Sukses Jalankan 2 Misi Super Rahasia (Kolase Buku 40 Tahun ABRI 1985 dan Intisari)

Terlebih lagi Benny Moerdani saat itu menjabat sebagai Kepala Pusat Intelijen Strategis berpangkat Letnan Jenderal

Melansir dari buku 'Benny Moerdani Yang Belum Terungkap', pada 28 Maret 1981, pesawat DC 9 Woyla dengan rute Jakarta-Medan transit di Bandara Talangbetutu Palembang.

Beberapa saat setelah lepas landas menuju Bandara Polonia Medan, pembajakan itupun terjadi.

Pembajak pesawat milik Garuda Indonesia ini adalah kelompok yang menamakan dirinya sebagai Komando Jihad.

Pesawat dengan nomor penerbangan 206 itu dibajak di udara antara Palembang-Medan sekitar pukul 10.10 WIB.

Pesawat DC 9 Woyla tersebut kemudian dibelokkan menuju bandara internasional Penang, Malaysia.

Terdapat 48 penumpang di dalam pesawat, meliputi 33 penumpang terbang dari Jakarta dan sisanya dari Palembang.

Pesawat DC 9 Woyla akhirnya tiba di Penang sekitar pukul 11.20 WIB untuk mengisi bahan bakar.

Saat itu, pembajak menurunkan seorang penumpang bernama Hulda Panjaitan.

Pembajak juga tidak memberitahukan ke mana tujuan mereka berikutnya.

Berhubung pesawat DC 9 Woyla ini hanya digunakan untuk rute dalam negeri, maka tidak dilengkapi peta untuk rute penerbangan internasional.

Usai melontarkan tuntutannya pada pemerintah Indonesia, pesawat DC 9 Woyla kemudian diterbangkan ke Bangkok

Puncak pembajakan pesawat DC 9 Woyla terjadi pada 31 Maret 1981, di Bandara Mueang, Bangkok, Thailand.

Karena saat itulah dilaksanakan Operasi pembebasan

Kala itu, pasukan yang diterjunkan adalah pasukan Grup 1 Koppasandha.

Operasi tersebut di bawah komando Kepala Pusat Intelijen Strategis, Letjen Benny Moerdani.

Adapun Letkol Infanteri Sintong Panjaitan ditunjuk menjadi pemimpin operasi di lapangan.

Pada Selasa (31/3/1981) sekitar pukul 02.30 WIB, pasukan Kopassus mulai bergerak setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Thailand.

Saat penyerbuan, pasukan terbagi dalam lima tim.

Tiga tim bertugas menyerbu ke dalam pesawat, dua lainnya bersiaga di luar.

Tim pertama dipimpin Kapten Untung Suroso yang akan masuk dari pintu darurat depan.

Tim kedua dipimpin Letnan Dua Rusman AT yang bertugas menyerbu dari pintu darurat atas sayap kiri pesawat.

Adapun pemimpin tim ketiga adalah calon perwira Ahmad Kirang yang masuk melalui pintu ekor pesawat.

Sekitar pukul 02.00, tim bergerak mendekati pesawat dengan menaiki mobil VW Komi.

Para pasukan Kopassus, termasuk Benny Moerdani berdesak-desakan dalam mobil itu.

"Saya duduk di atas anak-anak. Injek-injekan," kata Benny Moerdani dalam buku Benny: Tragedi Seorang Loyalis.

Berjarak sekitar 500 meter dari ekor pesawat, para pasukan pun mulai berjalan kaki.

Saat itulah Benny Moerdani menyusup ke barisan tim Ahmad Kirang.

Penampilannya berbeda dari yang lain. Benny Moerdani memakai jaket hitam dan menenteng pistol mitraliur.

Letkol Infanteri Sintong Panjaitan yang menjadi pemimpin operasi lapangan menjelaskan bahwa kehadiran Benny itu di luar skenario.

"Ini di luar skenario," ujarnya dalam buku 'Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando.'

Namun pada akhirnya Sintong membiarkan Benny Moerdani untuk tetap dalam pasukan.

Setelah pesawat berhasil dikuasai pasukan Kopassus, Benny Moerdani lagi-lagi melakukan aksi tak terduga.

Benny Moerdani tiba-tiba masuk ke pesawat sambil menenteng pistol bersama Kolonel Teddy.

Benny Moerdani kemudian menuju kokpit dan menyuruh Teddy untuk memeriksa panel elektronik Woyla.

Setelah dinyatakan aman dari ancaman bom yang diaktifkan melalui sirkuit pesawat, Benny Moerdani lantas mengambil mikrofon.

"This is two zero six. Could I speak to Yoga, please?" kata Benny.

Yoga Soegomo yang berada di ruang crisis center di menara bandara pun merespons.

"Operasi berhasil, sudah selesai semua," ujar Benny Moerdani melapor.

Operasi pembebasan itupun berjalan sukses.

Kopassus hanya butuh waktu tiga menit untuk menumpas para pembajak dan membebaskan para sandera.

Masa Tua Benny Moerdani Miris

Namun, sepak terjang Benny Moerdani tak salamanya moncer

Benny harus menerima kenyataan kalau ia terkena stroke di tahun 2002.

Melansir dari buku berjudul 'Benny Moerdani Yang Belum Terungkap', berikut cerita masa tua jenderal Benny Moerdani

Nasib Miris Jenderal TNI Benny Moerdani Setelah Soeharto Marah (Kolase Tribun Jabar/Intisari)

Kesehatan Benny Moerdani mulai menurun pada tahun 2002, selepas bermain golf dengan karibnya

Benny, sore itu berjalan seorang diri dan terpeleset di lantai bawah hotel dan tak sadarkan diri

Mulai saat itulah Benny didiagnosa mengidap stroke, hingga ditawari berobat di Rumah Sakit Tan Tock Seng oleh perdana menteri Singapura

Belakangan, Benny seperti kesulitan mengurus pembayaran biaya perawatannya.

Menurut mantan ajudan Benny, perdana menterei Singapura dan suami Megawati Soekarnoputri lah yang melunasi biaya berobat Benny

Sejak itu, salah satu telinga Benny menjadi tuli dan semakin lama semakin nyeri

Cara berjalannnya pun tak seperti dulu lagi, Benny harus berjalan dengan kaki yang harus diseret

Namun, Benny tak mau menyerah dengan keadaan

Ia masih saja menyibukkan diri dengan mengunjungi kawan-kawannya

Mantan kepala staf angkatan laut, Laksamana TNi (Purn) Muhammad Arifin sering Benny ke tempat-tempat pasukan tempur

Melihat tank, perwira, dan peralatan tempur TNI membuat Benny selalu berseri-seri

"Memang di situlah dunia beliau" kata Arifin dalam bukunya yang berjudul L.B. Moerdani: Pengabdian Tanpa Akhir

Jenderal TNI Benny Moerdani dan Soeharto (Kolase youtube dan Kompas.com)

Benny juga sering menonton film perang dari cakram optik di rumahnya

Untuk berkomunikasi, ia dibantu dengan lonceng karena ketika itu hidupnya bergerak di atas kursi roda

Hingga akhirnya Benny meninggal dunia sekitar pukul 01.00 WIB, Minggu 29 Agustus 2004 di RSPAD Gatot Subroto

Benny sudah dirawat di rumah sakit tersebut sejak 7 Juli 2004 karena stroke dan infeksi paru-paru.

Dia meninggalkan seorang istri, satu putri, dan lima cucu.

Jenazahnya disemayamkan rumah duka Jalan Terusan Hang Lekir IV/43, Jakarta Selatan dan kemudian di Markas Besar TNI Angkatan Darat.

Upacara penghormatan jenazah di Mabes AD dipimpin oleh Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu.

Ia dimakamkan hari itu pula pukul 13.45 WIB di Taman Makam Pahlawan Kalibata, dengan inspektur upacara Panglima TNI, Jenderal TNI Endriartono Sutarto

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Selain Jalankan Misi Super Rahasia Soeharto, Benny Moerdani Pernah Menyusup dalam Operasi Pembebasan

Berita Terkini