Rhoma Irama bukan hanya tampil di dalam negeri tetapi ia juga pernah tampil di Kuala Lumpur, Singapura, dan Brunei dengan jumlah penonton yang hampir sama ketika ia tampil di Indonesia.
Sering dalam konser Rhoma Irama, penonton jatuh pingsan akibat berdesakan.
Orang menyebut musik Rhoma adalah musik dangdut, sementara ia sendiri lebih suka bila musiknya disebut sebagai irama Melayu.
Sebagai musisi, pencipta lagu, dan bintang layar lebar, Rhoma selama kariernya, seperti yang diungkapkan, telah menciptakan kurang lebih 1000 buah lagu dan bermain di lebih 20 film.
Sepanjang lebih dari 40 tahun kariernya, ia terkenal sebagai penyanyi yang sering sekali bergonta-ganti gitar, dan hebatnya gitar yang ia pakai bukanlah gitar sembarangan.
Ketika musik Dangdut masih dianggap kampungan baik karena lagu-lagunya, gaya penyanyinya, maupun instrumen alat musiknya pada tahun 70-an, Rhoma Irama justru melawan anggapan tersebut yang ditandai dengan revolusi musik Dangdut.
Revolusi yang tidak hanya mencakup irama Dangdut dan gaya bermusiknya, tapi juga instrumen yang digunakan terutama gitar
Data PT Perfin menyebutkan, hampir semua film Rhoma selalu laku.
Bahkan sebelum sebuah film selesai diproses, orang sudah membelinya. Satria Bergitar, misalnya.
Film yang dibuat dengan biaya Rp 750 juta ini, ketika belum rampung sudah memperoleh pialang Rp 400 juta. Tetapi,
"Rhoma tidak pernah makan dari uang film. Ia hidup dari uang kaset," kata Benny Muharam, kakak Rhoma, yang jadi produser PT Rhoma Film. Hasil film tersebut antara lain disumbangkan untuk masjid, yatim piatu, kegiatan remaja, dan perbaikan kampung.
Ia juga terlibat dalam dunia politik. Di masa awal Orde Baru, ia sempat menjadi maskot penting PPP, setelah terus dimusuhi oleh Pemerintah Orde baru karena menolak untuk bergabung dengan Golkar.
Rhoma Sempat tidak aktif berpolitik untuk beberapa waktu, sebelum akhirnya terpilih sebagai anggota DPR mewakili utusan Golongan yakni mewakili seniman dan artis pada tahun 1993. Pada pemilu 2004 Rhoma Irama tampil pula di panggung kampanye PKS.
Rhoma Irama sempat kuliah di Universitas 17 Agustus Jakarta, tetapi tidak menyelesaikannya.
"Ternyata belajar di luar lebih asyik dan menantang," katanya suatu saat.