TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Refly Harun mengkritisi pemerintah terkait status dampak virus corona atau covid-19.
Refly Harun yang baru-baru ini dicopot dari jabatan Komisaris Pelindo I.
Kritikan terbaru Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun terhadap pemerintah adalah soal status dampak virus corona yang dinilai tidak ada kejelasan.
• 690 Kasus Baru Ditemukan di Asrama Pekerja, Data Covid-19 di Singapura Kini Lebih dari 15.000
• Kasus Corona di Thailand Turun, Bangkok Izinkan 8 Tempat Ini Beroperasi, Tak Boleh Ada Antrean
• Sering Cedera di PSG, Pembelian Neymar dari Barcelona dengan Bayaran Mahal Tak Sesuai Ekspektasi?
Dikutip dari TribunWow.com, Refly Harun mempertanyakan sebenarnya pemerintah menetapkan status dampak Corona ini, apakah darurat bencana atau darurat kesehatan.
Menurut Refly Harun, kondisi seperti ini menjadikan dirinya merasa bingung dengan prespektifnya, termasuk yang berkaitan dengan cara penegakannya.
Dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Refly Harun mulanya mencontohkan masalah semrawutnya aturan ojek online dalam penerepan PSBB.
Kementerian Kesehatan dan Menteri Perhubungan bahkan memiliki aturan atau pandangannya sendiri-sendiri yang kontras.
Menurut Refly Harun, ketika dalam kondisi normal memang yang bersangkutan adalah Menteri Perhubungan yang berhak mengatur transportasi, termasuk ojek online.
Namun ketika dalam darurat kesehatan masyarakat, maka seharunya di bawah kendali Menteri Kesehatan.
"Kita harus bedakan dalam kondisi normal dengan kondisi tidak normal, dalam kondisi normal, hal-hal seperti itu diatur oleh Menteri Perhubungan," ujar Refly Harun.
• Data Corona di 34 Provinsi Indonesia, Kamis (30/4) Pagi, Total 9.771, Jawa Barat Sudah 1.009
• UPDATE Data Corona 20 Negara dengan Kasus Tertinggi di Dunia, Kamis (30/4), Total 3.219.246
"Tetapi dalam kondisi darurat seperti ini, kalau misalnya statmentnya darurat kesehatan masyarakat maka yang terdepan adalah Kementerian Kesehatan," sambungya.
Refly Harun kemudian menambahkan ketika ditetapkan sebagai darurat bencana, maka yang bersangungkatan menjadi BNPB, bukan Menteri Kesehatan ataupun Menteri Perhubungan.
Namun dirnya juga mengaku masih belum paham secara pasti permasalahan tersebut.
Karena menurutnya, keduanya mempunyai cara perlakuan dan pemberlakuannya yang berbeda.
"Tetapi ketika ini di-handle oleh dijadikan sebagai status bencana nasional, maka leading adalah BNPB," kata Refly harun.
"Nah saya tidak tahu, sebenarnya prespektif kita ini pendekatannya darurat bencana atau pendekatannya darurat kesehatan, karena itu berbeda sekali pemberlakuan, perlakukannya berbeda," jelasnya.