TRIBUNBATAM.id, JENEWA - Banyak negara di dunia kini masih berjuang melawan penyebaran virus corona.
Jumlah pasien di sejumlah negara terus bertambah, sementara obat atau vaksin untuk mencegah belum ada yang bisa digunakan.
Dari ratusan negara yang terpapar virus covid-19 ini, ternyata tidak semuanya yang siap menghadapinya.
• UPDATE Data 10 Negara dengan Kasus Corona Tertinggi di Dunia, Kamis (14/5) Pagi, Total 4.422.147
• Data Corona 34 Provinsi di Indonesia, Kamis (14/5) Pagi, Total 15.438, Sembuh 3.287, Meninggal 1.028
• Ilmuwan China Temukan Fakta Bahwa Ada Virus Corona pada Kelelawar, Bantah Tudingan dari Laboratorium
Hal itu diungkap Kepala manajemen bahaya infeksi Badan Kesehatan Dunia ( WHO), Sylvie Briand.
Sylvie Briand mengatakan dirinya terkejut dengan kurangnya persiapan beberapa negara terkait wabah sebelum merebaknya pandemi virus corona.
Dilansir media Perancis AFP, ilmuwan asal Perancis itu mengatakan bahwa meski terkejut, dia tahu wabah akan cepat menjalar ke berbagai wilayah.
"Kami tahu ini akan terjadi," ujarnya.
Dia juga menerangkan bahwa selama wabah influenza pada 2009 (H1N1 Flu Babi), virus itu juga merebak dengan sangat cepat.
Setiap benua terdampak virus flu babi selama 9 pekan.
Hal itu meyakinkan Briand bahwa di kehidupan modern kini, penularan akan semakin cepat.
"Yang lebih mengejutkan bagi kami adalah persiapan beberapa negara yang sangat tidak siap untuk mengatasi pandemi."
"Itu yang kami temukan beberapa waktu terakhir ini," ungkap Briand.
• Jelang La Liga Dimulai, Striker Barcelona Ousmane Dembele Sudah Kembali ke Barcelona
• CATAT, Jadwal Lengkap Seleksi Mandiri PTN 2020, ITB Mulai 1 Juli, UGM 23 Juni, UI 19 Juni
Briand juga menjelaskan bagaimana kekurangan persiapan beberapa negara bisa terjadi.
Sebelum 2009, menurut Briand masih banyak beberapa negara yang mempersiapkan diri akibat wabah flu burung pada 2003-2005.
Jadi, ketika wabah flu babi mencuat pada 2009, rencananya sudah tepat: banyak negara punya stok masker dan dunia sudah siap.
"Setelah pandemi 2009, orang mendapati bahwa pada akhirnya, itu tidak terlalu buruk, ada istilah yang kami sebut sebagai kelelahan pandemi, dan negara tidak memperbarui rencana kesiapsiagaan mereka."
Menurut Briand, ketika bahaya berlalu, mereka mengira rencana siap siaga bukan sesuatu yang layak ditekankan.
"Jadi saya pikir banyak negara mendapati diri mereka benar-benar tidak siap dalam menghadapi pandemi virus corona."
"Saya pikir pandemi 2009 ternyata tidak terlalu buruk karena kami sudah siap."
"Meskipun kami telah kehilangan banyak nyawa, sekitar 250.000 dan 400.000 kematian, jika kami tidak begitu siap, itu bisa saja jauh lebih buruk."
Briand kemudian memaparkan hikmah apa yang bisa dipetik dari fenomena yang sudah dia bahas.
Dia membandingkan, misalnya ketika wabah terjadi di Eropa, Asia dan Amerika Serikat, menurutnya, orang-orang dari negara-negara di Asia akan lebih siap karena mereka telah mengalami SARS pada 2003 dan meninggalkan 'bekas luka' yang cukup signifikan.
"Krisis ekonomi tajam terjadi akibat wabah, mereka punya kenangan buruk terkait SARS dan merencanakan beberapa tindakan yang sesuai."
Dia juga menerangkan bahwa di Korea Selatan pada 2015 terdapat wabah MERS yang meski bukan wabah besar namun punya dampak besar bagi perekonomian mereka.
Jadi, mereka belajar dari pengalaman itu dan kini telah siap.
"Saya pikir itu akan memiliki efek yang sama pada negara-negara yang sekarang mengalami krisis virus corona ini, setelah masuk ke dalamnya dan ternyata tidak siap."
"Orang akan jauh lebih siap sekarang jika ada gelombang kedua (virus corona) yang saya harap tidak akan terjadi," kata Briand.(*)
\\
\\