Editor: Anne Maria
TRIBUNBATAM.id, TENGGARONG- Umat Islam tengah merayakan Hari Raya Idul Adha hari ini Jumat 31 Juli 2020.
Pada momen ini juga muncul berbagai kisah menarik seputar berkurban.
Satu di antaranya kisah seorang nenek berusia 71 tahun bernama Sumiyati ini.
Sumiyati yang merupakan warga Tenggarong, Kutai Kartanegara itu berkurban sapi dan kambing pada perayaan Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriah.
Sumiyati yang bekerja sebagai penyapu jalan itu ingin menyumbang ke Langgar An-Nur, Jalan Diponegoro, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Dua hewan kurbannya ia sumbangkan ke sana.
Sumiyati bisa berkurban dua hewan ini setelah rutin menabung.
Ia menabung selama 15 tahun untuk berkurban.
Harga sapi yang dibelinya yani Rp 18 juta.
Sedangkan harga kambing yang dibelinya yakni Rp 4,7 juta.
Sumiyati memilih menabung dalam bentuk emas.
Uang yang didapat dari pekerjaannya ia sisihkan untuk membeli emas.
Terkumpul 4 gelang dan cicin emas yang kemudian ia jual untuk membeli sapi.
"Saya tabung pakai emas.
Hasil kerja hasil jualan, campur aduk lalu saya beli emas.
Ada 4 gelang dan cincin terus dijual buat beli sapi," ungkap Sumiyati saat ditemui Kompas.com di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kamis (30/7/2020).
Hasil jual empat gelang dan cincin itu senilai Rp 19 juta ditambah dengan uang tabungannya dari hasil jualan untuk beli dua hewan kurban itu.
Saat ini nenek Sumiyati bekerja sebagai penyapu jalan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kutai Kartanegara.
Setiap bulannya, Sumiyati mendapat besaran gaji sesuai jam kerja.
Kadang dia mendapat Rp 2,5 juta. Kadang kurang ataupun lebih.
Selain sebagai penyapu jalan, Sumiyati juga jualan kecil-kecilan.
Dia punya rombong atau kelontongan persis di tepi Jalan Diponegoro, Tenggarong.
Di situ juga Sumiyati tinggal sendirian sambil jualan minuman kemasan, makanan ringan dan lainnya.
"Saya sudah cerai lama.
Belasan tahun lalu.
Saya tinggal sendirian di sini.
Punya empat anak tapi tinggal terpisah," terang Sumiyati.
Sumiyati mengutarakan niatnya membeli hewan kurban demi akhirat.
"Dunia tidak ada apa-apanya, Nak.
Akhirat yang penting," tegas dia.
Sebelum jadi penyapu jalan, Nenek Sumiyati sempat bekerja pemulung.
Dia mengumpulkan botol-botol kemasan plastik, kardus dan barang bekas lainnya kemudian dia jual.
"Tapi sekarang sudah enggak lagi.
Sekarang sapu jalan sama dan jualan kecil-kecilan," tutup dia.
Kisah lain: Arul, Anak Tukang Las & Penyapu Jalan Diterima Kedokteran UI
Syahrul Ramadhan (18 tahun), pelajar SMA Negeri 2 Bangko, Rokan Hilir, Riau, berhasil diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) 2019.
Arul, begitu sapaan akrab Syahrul adalah anak bungsu dari 3 bersaudara pasangan Azman dan Neni Marlina. Azma bekerja sebagai tukang las dengan penghasilan tidak tetap, tergantung pesanan las, sedangkan Ibu Arul seorang penyapu jalan.
Kisah Arul lolos bersaing dengan ribuan pesaing lain dari banyak siswa keluarga mapan menjadi sebuah inspirasi semangat dan ketekunan belajar adalah kunci keberhasilan meraih impiannya: tembus FKUI, salah satu fakultas favorit di Indonesia.
Sempat kuatir biaya
Senin lalu (22/4/2019), Arul telah melakukan verifikasi rapor di Kantor Penerimaan Mahasiswa Baru UI kampus Depok dan dilanjutkan proses daftar ulang pada Kamis (25/4/2019) di Balairung UI.
Arul mengaku sangat bahagia dan bangga saat mengetahui dirinya diterima di FKUI. Namun di lain sisi, Arul dan orangtua khawatir akan biaya.
Tidak hanya biaya perkuliahan melainkan juga biaya transportasi dan akomodasi semasa pendaftaran ulang sebelum kuliah pun terasa sangat berat. Arul menuturkan tekatnya, “Saya sudah bercita-cita menjadi Dokter dan ingin menempuh pendidikan di UI."
"Sejak itu, saya konsisten menjaga nilai agar dapat tembus UI melalui jalur prestasi rapor. Namun ketika sudah diterima, saya kembali ragu mengingat biaya yang dikeluarkan tentunya tidak sedikit," ujarnya.
Bidikmisi dan kemudahan kampus
"Alhamdullilah, pihak UI khususnya Iluni FKUI dan Dekan FKUI memberikan dukungan dana sehingga keraguan saya seketika sirna," cerita Arul yang semasa sekolah selalu meraih Juara Umum dengan rata-rata nilai diatas 90.
Tidak hanya berhasil lulus Bidikmisi pihak UI juga memberikan kemudahan verifikasi rapor dan daftar ulang yang dilakukan pada minggu yang sama. "Sehingga saya tidak perlu keluar uang transportasi Pekanbaru – Jakarta dua kali lebih banyak," ujarnya.
Kemudahan-kemudahan yang diperolehnya ini membuat keyakinannya semakin bertambah akan dapat menyelesaikan studi di UI tanpa terkendala biaya.
Mengangkat derajat orangtua
Arul menambahkan, “Harapan saya ingin sekali mengangkat derajat orangtua serta mengabdi kepada daerah asal saya, Rokan Hilir. Saya melihat daerah saya membutuhkan Dokter Spesialis Jantung dan Kandungan.
Maka dari itu, Arul memberanikan diri untuk mengambil UI jurusan kedokteran di UI. "Semoga saya bisa menempuh pendidikan dokter hingga spesialis dan dapat memberikan manfaat bagi Kota Kelahiran saya,” harapnya.
Selain menjadi inspirasi siswa lainnya, Kepala Humas UI Rifelly Dewi Astuti menyampaikan pengalaman Arul juga menjadi bukti komitmen UI dalam pemerataan akses pendidikan dan pengajaran yang berkualitas.
"Kondisi finansial bukanlah penghalang untuk dapat menempuh perkuliahan di UI. UI juga memberikan banyak kesempatan beasiswa baik itu beasiswa prestasi maupun beasiswa bagi siswa yang tidak mampu," tegas Rifelly. (Tribunnewsmaker/*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Nenek Penyapu Jalan Kurban Sapi dan Kambing Hasil Menabung 15 Tahun" dan "Kisah Arul, Anak Tukang Las & Penyapu Jalan Diterima Kedokteran UI"
Baca juga di Tribunnews Nenek Penyapu Jalan di Tenggarong Berkurban Sapi & Kambing, Menabung Selama 15 Tahun, Simak Kisahnya