TRIBUNBATAM.ID - Kembali tayang pada 20 Oktober 2020 setelah batal tayang pada pekan lalu, ILC TV ONE ramai protes netizen.
Sebagian besar warganet mempertanyaka alasan Karni Ilyas tak mengangkat tema Omnibus Law UU Cipta Kerja, namun membahas setahun pemerintahan Jokowi - Amin.
Baca juga: Sumbar Belum Pancasilais? Topik ILC 8 September Angkat Polemik Pernyataan Puan Maharani
Baca juga: Link Live Streaming ILC TV One Nanti Malam, Selasa 8 September 2020, Tema: Sumbar Belum Pancasilais?
"Dear Pencinta ILC: Diskusi kita Selasa Pukul 20.00 WIB, berjudul "Setahun Jokowi-Ma'ruf: Dari Pandemi Sampai Demonstrasi" Selamat menyaksikan. #ILCSetahunJokowiMaruf," demikian unggahan akun Twitter Karni Ilyas pada Senin (19/10/2020).
Sebagian besar warganet mempertanyakan, mengapa Karni Ilyas tak mengangkat tema Omnibus Law UU Cipta Kerja pada acara ILC TV One edisi 20 Oktober 2020.
Baca juga: Sempat Batal Tayang Pekan Lalu, ILC 20 Oktober 2020 Kupas Setahun Indonesia di Bawah Jokowi - Maruf
Setahun Pemerintahan Jokowi-Maruf
Pemerintahan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) dan Wakil Presiden Maruf Amin memasuki periode 1 tahun menjabat sejak dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu.
Baca juga: Pernah Disebut Cucu Pendiri PKI Sumbar, Di ILC TV One Arteria Dahlan Sebut Isu Komunise Barang Mati
Pakar politik sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens memberikan perspektif selama setahun pemerintahan Jokowi-Maruf Amin dalam bidang Politik.
Pertama, kata Boni, konsolidasi demokrasi berjalan dengan baik di tingkat pranata politik yang ditandai menguatnya prinsip transparansi, akuntabilitas dan kedemokratisan sebagai ukuran dari terselenggaranya tata kelolah pemerintahan yang baik dan pemerintah yang bersih (good governance and clean government).
Meski demikian, Boni menilai masih ada catatan.
"Penguatan nilai-nilai demokrasi di dalam birokrasi masih menjumpai tantangan dengan mengakarnya kelompok radikal keagamaan dalam birokrasi dan pemerintahan sebagai warisan dari masa lalu," kata Boni Hargens saat dihubungi Tribunnews, Selasa (20/10/2020).
Baca juga: Benarkah Kolonel Abdul Latief Bertemu Soeharto Jelang G30S PKI? Fadli Zon Ungkap Rahasia di ILC
Selain itu, mekanisme checks and balances antara pemerintah dan DPR berjalan baik secara prosedural, namun publik masih meragukan fungsi kontrol DPR terhadap pemerintah karena konstelasi parlemen yang kurang berimbang antara partai pemerintah dan partai oposisi.
"Ini bukan salah partai pemerintah tetapi karena partai oposisi belum memperlihatkan praktek oposisi yang cukup bermutu dalam proses legislatif dan dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan secara menyeluruh," ucap Boni.
Baca juga: Di ILC, Sujiwo Tejo Sebut Pernyataan Puan Soal Pancasilais Tak Hanya Singgung Masyarakat Sumbar
Lebih lanjut, Boni menyebut, jika manajemen kekuasaan di internal pemerintah, kalau dibaca secara kualitatif, tidak begitu mendapat respons positif dari publik.
Ada kesan bahwa presiden berjalan sendiri dan para menterinya sibuk dengan urusan masing-masing.
Selain itu, peran strategis public relations istana tidak begitu kelihatan dalam membentuk persepsi publik terkait kinerja dan citra pemerintah.
Akibatnya, presiden 'digebuk' oleh lawan-lawan politiknya untuk isu yang tidak seharusnya menjadi tanggung jawab presiden.
"Skandal Jiwasraya adalah warisan zaman Presiden SBY, tetapi opini publik memberi kesan seolah-olah ini dosa pemerintahan Jokowi," ujar Boni.
Baca juga: Ideologi PKI Masih Hidup? Tema ILC TV One Selasa 29 September 2020 Malam
Dalam hal macam ini, lingkaran dalam istana harusnya tahu harus berbuat apa.
Sebagai catatan, untuk tahun yang akan datang, sangatlah urgen bagi presiden untuk menata kembali konstelasi 'lingkaran dalam istana' untuk menyelamatkan wibawa presiden sendiri dan, terutama, untuk menjamin stabilitas politik yang berkelindan dengan kepercayaan pasar terhadap pemerintah.
Kedua, kata Boni, konsolidasi demokrasi di level akar rumput berjalan dinamis dan masih fluktuatif.
Baca juga: Di ILC, Refly Harun Sebut Pemerintah Tak Akan Mampu Terapkan Lockdown untuk Tangani Virus Corona
Negara menjamin kebebasan sipil (civil liberties) dan hak politik (political rights) masyarakat dengan adanya berbagai perangkat hukum yang mendukung terselenggaranya prinsip pokok demokrasi tersebut.
Namun, lemahnya oposisi parlemen membawa konsekuensi pada kebangkitan oposisi jalanan sebagai alternatif untuk menjaga keseimbangan antara kehendak publik dan realitas penyelenggaraan pemerintahan.
"Narasinya bagus, tetapi implementasinya prolematik.
Hal itu terjadi karena para elite yang mewakili masyarakat sipil dalam menghidupkan 'oposisi jalanan' umumnya mereka yang pernah berada dalam kekuasaan. Hal itu menyebabkan krebilitas mereka diragukan," kata Boni.
Baca juga: Sumbar Belum Pancasilais? Topik ILC 8 September Angkat Polemik Pernyataan Puan Maharani
Selain itu, narasi yang mereka bangun juga cendrung insinuatif dan provokatif sehingga masyarakat melihat mereka sebagai 'petualang politik' ketimbang penyambung lidah rakyat.
Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) adalah contoh oposisi jalanan yang kontraproduktif.
Mereka ingin mengisi ruang oposisi yang kosong tetapi para elitenya kurang kredibel dan isu yang mereka usung juga kental dengan nuansa libido kekuasaan.
Pada saat yang sama, kelompok ideologis yang sejak awal tidak menyukai kaum nasionalis terus melakukan penetrasi ruang public dengan gerakan dan narasi kontrapemerintah yang berbalutkan simbol-simbol keagamaan.
Baca juga: Di ILC, Ali Mochtar Ngabalin Tangkis Cecaran Politisi PKS dan Fadli Zon soal Jokowi Marah
"Hizbut Tahir Indonesia yang secara legal sudah dibubarkan terus hidup di tengah masyarakat dengan jubah baru.
Mereka bersatu dengan sejumlah ormas keagamaan dan partai politik untuk menekan pemerintah dan memobilisasi dukungan masyarakat dalam rangka memperkuat sentimen 'pemerintah dan demokrasi gagal'," paparnya.
Kelompok ini ingin mendirikan bangunan demokrasi yang bernuansa kitab suci.
Sayangnya, kelompok ini mendapat dukungan yang kuat dari sempalan partai oposisi, tokoh publik, dan bekas pejabat yang kecewa dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Kristalisasi gerakan terjadi dan tekanan terhadap pemerintah menguat.
Isu Omnibus Law Cipta Kerja pada hakikatnya isu buruh.
Namun, mereka memanfaatkan isu buruh untuk menyudutkan pemerintah.
"Implikasinya cukup rumit karena ada pengaburan kepentingan buruh di sana yang cukup mengganggu sehingga publik menjadi bingung soal mana yang berjuang demi buruh dan mana penumpang gelap," jelasnya.
.
.
.
(*)
ILC TV One Setahun Jokowi - Maruf: Dari Pandemi Sampai Demonstrasi, Netizen Tanya Omnibus Law?
Sebagian dari artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Catatan Pakar Setahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Soroti Jiwasraya, KAMI, HTI, Buruh dan Cipta Kerja dan tribunkaltim.co dengan judul Tema ILC Malam Ini Setahun Jokowi-Maruf: Dari Pandemi Sampai Demonstrasi