HARI PAHLAWAN 2020

Merdeka atau Mati! Begini Isi Pidato Bung Tomo Tantang Sekutu, Arek-arek Suroboyo Bangkit

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PIDATO - Bunt Tomo menyampaikan pidato fenomenal untuk membakar semangat arek-arek Suroboyo.

Editor: Widi Wahyuning Tyas

TRIBUNBATAM.id - Pertempuran Surabaya menjadi satu peristiwa bersejarah yang mendasari lahirnya Hari Pahlawan.

Kala itu, selama lebih dari 3 minggu, rakyat Indonesia berjuang tanpa gentar untuk mempertahankan kemerdekaan yang belum lama diraih.

Semua bermula dari kedatangan Sekutu dan Belanda yang ingin mengembalikan Indonesia ke administrasi Belanda.

Mereka tidak mengakui kedaulatan Indonesia.

Akhirnya, pada 9 November 1945, Sekutu mengultimatum rakyat Indonesia agar menyerahkan senjata api yang dimilikinya.

Mereka juga menyuruh rakyat untuk menandatangani surat pernyataan menyerah.

Tentu saja rakyat Indonesia enggan melakukannya.

Bung Tomo, kala itu, menjadi satu tokoh yang dengan tegas menolak perintah itu.

Melalui siaran radio, dia menyampaikan sebuah pidato berapi-api yang membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk tetap berjuang melawan Sekutu.

Lantas, bagaimana isi pidato itu?

Baca juga: Bakar Semangat Arek-arek Suroboyo, Inilah Profil dan Sepak Terjang Bung Tomo, Pernah jadi Wartawan

Isi pidato Bung Tomo

Bung Tomo dan radio adalah dua hal yang saling berkaitan erat.

Pria beralis tebal ini sebelumnya pernah mendirikan pemancar radio sendiri, yakni Radio Pemberontakan.

Saluran radio itu memegang peranan penting dalam pertempuran menghadapi pasukan Inggris di Surabaya bulan November 1945.

Melalui siaran radio, dia menyampaikan pidato dengan nada berapi-api.

Begini isi pidatonya:

“Wahai tentara Inggris! Selama banteng-banteng Indonesia, pemuda Indonesia, memiliki darah merah yang bisa menodai baju putih menjadi merah dan putih, kita tidak akan pernah menyerah. Para teman, para pejuang dan khususnya para pemuda Indonesia, kita harus terus bertarung, kita akan mengusir para kolonialis ini keluar dari tanah air Indonesia yang sangat kita cintai. Sudah terlalu lama kita menderita, kita dieksploitasi, kita diinjak oleh bangsa asing. Kini saatnya kita mempertahankan kemerdekaan negara ini. Teriakan kita adalah merdeka atau mati. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!”

Pidato itu didengar bukan hanya di Surabaya saja, tetapi juga di kota-kota lain.

Baca juga: Puluhan Ribu Orang Tewas, Begini Ganasnya Rakyat Indonesia saat Pertempuran Surabaya

Berkat pidato itu, bantuan mengalir ke Surabaya, tidak hanya tenaga manusia, tetapi juga logistik.

Pidato itu menggugah pula para kiyai dari berbagai tempat sehingga mereka dan para santrinya datang ke Surabaya untuk memberikan dukungan kepada para pejuang.

Memang, waktu itu Indonesia sebenarnya menderita kekalahan dalam Pertempuran 10 November itu.

Tapi berkat kobaran semangat Bung Tomo, rakyat Surabaya berhasil menahan serangan pasukan Inggris dan bahkan memukul mundur mereka.

Kejadian ini sangat dikenal dan menjadi catatan penting sebagai salah satu peristiwa paling epik dan heroik dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia melawan bangsa Eropa.

Selain itu, perjuangan kemerdekaan di Indonesia ini juga mendapat dukungan dari dunia internasional.

Setelah menjadi sosok penting dalam Pertempuran 10 November 1945, Bung Tomo sebagai pejuang tidak luput dari perhatian pemerintah.

Baca juga: Kumpulan Ucapan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2020, Bangkitkan Nasionalisme

Pasca Pertempuran Surabaya

Sebagai pemimpin badan perjuangan yang cukup berpengaruh, ia pun diikutsertakan dalam pembinaan angkatan perang.

Pada bulan Juli 1947 ia diangkat sebagai salah satu anggota Pucuk Pimpinan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Sesudah perang kemerdekaan berakhir, Bung Tomo berjuang di bidang politik dengan mendirikan Partai Rakyat Indonesia (PRI). (4)

Melalui partai ini, sesudah pemilihan umum tahun 1955, ia diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Di bidang pemerintahan, Bung Tomo pernah diangkat menjadi Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran dan Menteri Sosial Ad Interim.

Jabatan lain ialah Ketua II (Bidang Ideologi Sosial Politik) Markas Besar Legiun Veteran.

Bung Tomo dikenal sebagai tokoh idealis dan kritis.

Walaupun tidak lagi memegang jabatan di pemerintahan, ia selalu mengikuti dan mencermati perkembangan bangsa.

Bung Tomo tidak dapat membiarkan terjadinya tindakan-tindakan pemerintah yang menyimpang dari tujuan perjuangan.

Oleh karena itulah ia sering mengirim surat yang bernada kritik tetapi sekaligus koreksian, baik kepada Presiden Soekarno maupun kemudian kepada Presiden Soeharto.

Bahkan, pada ta­hun 1960 ia mengadukan Presiden Soekarno ke Mahkamah Agung sehubungan dengan tindakan Soekarno membubarkan DPR hasil pemilihan umum tahun 1955.

Baca juga: Mengenang Pertempuran Surabaya, Bukti Kegigihan Rakyat Pertahankan Kemerdekaan

Pahlawan Nasional

Meskipun beliau meninggal pada tahun 1981, tapi gelar pahlawan nasional baru disandangnya pada tahun 2008.

Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 041/TK/TH 2008.

Selain itu, Bung Tomo juga menerima beberapa tanda jasa lain yakni;

a. Satyalencana Kemerdekaan

b. Bintang Gerilya

c. Bintang Veteran Republik Indonesia

Gambar Bung Tomo juga diabadikan dalam mata uang rupiah Indonesia yang bernilai 1000 rupiah yang diterbitkan pada tahun 1980 lalu.

Selain itu, foto beliau juga pernah dijadikan perangko yang dirilis pada tahun 2010.

Selain itu, nama Bung Tomo diabadikan pada nama ruang publik seperti stadion sepak bola, jalan, gedung dan sebagainya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul '17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: Bung Tomo'

Berita Terkini