BATAM, TRIBUNBATAM.id - Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam dr Didi Kusmarjadi mengatakan, persentasi angka stunting di Batam masih cukup rendah.
Kendati demikian, berbagai upaya terus dilakukan agar menekan angka stunting ini.
"Angka stunting kita rendah lho," katanya saat dikonfirmasi Kamis (11/2/2021).
Adapun upaya yang terus rutin dilakukan ialah dengan memberikan tablet tambah darah bagi anak wanita SMA.
Sementara itu bagi wanita hamil diberi makanan tambahan (PMT) dan zat besi.
Selanjutnya pembinaan dan dorongan kepada para ibu agar berhasil dalam inisiasi menyusu dini (IMD), memberikan ASI eksklusif (hanya ASI saja sampai usia enam bulan), dan meneruskan pemberian ASI sampai berumur dua tahun.
Dinkes juga melakukan pemberian makanan tambahan (PMT) kepada bayi dan balita, dan mensosialisasikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
• KISAH Pak Win, Susuri Belasan Pulau Menerjang Ombak Demi Berburu Dingkis si Emas Hidup
PHBS ini menyangkut lintas sektor OPD, karena ini berhubungan langsung dengan ekonomi dan lingkungan.
"PHBS pasti mayoritas berhubungan dengan ekonomi. Gimana mau sehat jika lingkungan kotor, air bersih tidak tersedia. Jadi bisa dilihat benang merahnya" ungkap Didi.
Persentase stunting di Kota Batam sebesar 8,31 persen atau 3.876 dari 53.785 balita. Angka tersebut masih di bawah nasional yakni 27,6 persen.
Ditambahnya, kelima upaya menekan angka stunting ini terus digalakkan pemerintah daerah lintas sektor. Terlebih lagi, stunting saat ini dipimpin langsung oleh presiden.
"Leading sektor stunting ini sekarang di bapelitbang. Yang tugas kami di kesehatan tinggal diintensif kan, sektor lain yang akan di garap," bebernya.
Disinggung apakah dampak PHK terhadap jumlah penderita stunting di Batam, Didi menjawab, hal ini bukan karena PHK imbas dari Pandemi. Didi menyebut, Sunting itu mulai terlihat di usia dua tahun.
"Bukan karena PHK, angka yang sekarang berasal dari anak-anak yang lahir 2019 ke bawah," pungkas Didi.
Diketahui, stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama.
Sehingga, anak lebih pendek atau perawakan pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. (Tribunbatam.id/Beres Lumbantobing)