Waspadai Cuci Otak Paham Radikal ke Generasi Milenial, Boleh Ambil Harta Orang Lain

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan

TRIBUNBATAM.id - Dua peristiwa teror yakni bom di Gereja Katedral Makassar dan serangan ke Mabes Polri melibatkan perempuan.

Di bom Gereja Katedral Makassar, suami istri menjadi pengantin bom.

Sementara serangan ke Mabes Polri dilakukan Zakiah Aini. 

Ternyata aksi teror melibatkan perempuan sudah masuk ke berbagai lini. 

Modus-modus terorisme kerap kali memanfaatkan perempuan sebagai 'ujung tombak'. Di antaranya untuk melakukan perampokan demi mendapatkan dana operasional.

Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan menceritakan saat dirinya menjadi seorang perekrut kelompok radikal di NII.

Terutama bagaimana merekrut perempuan untuk aktivitas tertentu, seperti perampokan.

"Radikalisme di kalangan perempuan ini memang unik," tutur Ken saat berbincang bersama Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domuara D Ambarita, Kamis (1/4/2021).

Baca juga: Namanya Ada di Surat Tulisan Tangan Terduga Teroris Zakiah Aini, Reaksi Ahok Tak Terduga

Saat masih bergabung dengan NII, kata Ken, anggota terbanyak adalah dari kalangan perempuan.

"Bahkan di tingkat amaliyah, penggalangan dana, dan perekrutan anggota baru, perempuan itu cukup menjadi andalan," ucap Ken.

Pasukan Brimob Polri melakukan penyisiran dan penjagaan ketat usai penyerangan teroris di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (31/3/2021). Tribunnews/Herudin (Tribunnews/Herudin)

Ken menyontohkan, perempuan di NII memiliki tugas khusus sebagai garda terdepan untuk melakukan perampokan. Misalnya, menyamar jadi pembantu di perumahan.

"Perampokan itu kita pernah sehari bisa mencapai Rp 1 miliar. Modusnya ketika saya bergabung, itu kita menggunakan perempuan," imbuh Ken.

Ken mengatakan, mereka dibuatkan KTP, ijazah, dan Kartu Keluarga palsu untuk meyakinkan si pengguna jasa mereka bekerja.

"Kita pilih Pondok Indah, Kalibata, jadi pembantu. Tunggu majikan pergi, anak sekolah. Panggil kita kasih tahu rumah kosong, kalau perlu kita bawa mobil atau truk, itu harta orang kita ambil," tuturnya.

Sementara para kelompok NII lainnya bergerak ke rumah tersebut, setelah mendapat informasi rumah ditinggalkan oleh para majikan. Dengan begitu leluasa untuk mengambil barang-barang berharga.

"Jadi kayak orang pindahan. Kita di rumah kayak toko emas, yang asli sebelah kiri, palsu sebelah kanan. Saya baru tahu di rumah elite itu juga banyak emas palsunya," cerita Ken.

"Satu hari lima orang di tempat yang berbeda itu pernah di atas Rp 1 miliar. Karena kita menganggap harta di luar kelompok boleh diambil. Harta musuh kita ambil untuk perjuangan," ujar Ken.

Ancaman bagi Generasi Milenial

Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan membagikan beragam cara generasi milenial yang terpapar paham radikal membohongi orang tua mereka.

Ken Setiawan mengatakan, bagi mereka yang menganut paham radikal mengambil harta orang tua adalah halal hukumnya.

"Karena kita menganggap harta di luar kelompok boleh diambil. Harta musuh kita ambil untuk perjuangan. Termasuk mengambil harta orang tua. Ini juga yang banyak dilakukan kalangan milenial yang sudah tergabung kelompok radikal saat ini," kata Ken dalam bincang dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domuara D Ambarita di kantor Redaksi Tribunnews.com Jakarta, Kamis (1/4/2021).

Ken sendiri adalah mantan perekrut kelompok radikal di awal dekade 2000-an.

Dia mengaku lembaganya menerima banyak laporan kasus penipuan anak terhadap orang tuanya untuk membiayai kegiatan kelompok mereka.

Dia mengatakan, ada seorang anak yang mengaku dihipnotis dan menghilangkan motor milik kawannya kemudian datang bersama kawannya tersebut dan mengadu kepada orang tuanya.

Padahal kawannya tersebut juga bagian dari kelompok radikal.

Ada pula seorang mahasiswa asal Bandung yang kuliah di universitas ternama di Yogyakarta  mengaku kepada orang tuanya memecahkan alat laboratorium seharga Rp 300 juta.

Orang tuanya awalnya tidak percaya anaknya tergabung dalam kelompok radikal karena anaknya tersebut selalu berkomunikasi dengannya.

"Bahkan telepon katanya anaknya di kampus, padahal kata dosennya anaknya sudah drop out, dan mereka sudah tergabung ke kelompok radikal," kata dia.

Ada pula mahasiswa kampus di Jawa Barat yang menipu orang tuanya dengan cara lain.

Mahasiswa yang sempat bergabung di NII namun kini pindah ke organisasi lain itu, kata Ken, melamar ke empat perusahaan teknologi informasi dengan identitas palsu.

Setelah bekerja satu bulan, ia mengatakan kepada rekan dan atasan di kantornya bahwa orang tuanya meninggal dan meminta sumbangan.

"Kebetulan ibunya kenal, tiga minggu tidak pulang. Ibunya tanya ke kantor, menanyakan anaknya. Dia ditanya, 'Lah ibu siapa? katanya orang tuanya sudah meninggal'. Dia juga jual mobil orang tuanya. Jadi ini luar biasa," kata Ken.

Meski cerita-cerita tersebut miris, menurut Ken penanganan yang salah terhadap kasus serupa bisa menimbulkan masalah baru.

Banyak orang tua, kata dia, yang melihat anaknya berubah mengkafirkan orang tua.

Mereka ada yang mengira anaknya kesambet dan memanggil orang pintar.

"Dipasung anaknya di rumah dalam waktu 1,5 tahun. Itu perempuan, sekarang rambutnya botak. Penanganan yang salah juga menimbulkan korban semakin tertekan. Dia ingin dialog, kalau memang salah di mana salahnya dan mana yang benar," kata Ken.(tribunnews)

Berita tentang teroris

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pendiri NII Crisis Center: Perampokan Pernah Sehari Rp 1 M, Modusnya Kita Menggunakan Perempuan

Berita Terkini