Andi Irfan Jaya divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 100 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ia dinilai terbukti membantu Djoko, secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana karena sengaja memberi bantuan ketika kejahatan korupsi dilakukan.
Menurut majelis hakim, uang sebesar 500.000 Dollar AS telah diterima Pinangki melalui perantaraan Andi. Kemudian, sebanyak 50.000 Dollar AS diberikan kepada Anita Kolopaking.
Uang itu sebagai uang muka untuk pengurusan fatwa MA melalui Kejaksaan Agung agar Djoko tidak perlu menjalani pidananya.
Demikian pula Andi turut serta dalam permufakatan jahat dengan turut merencanakan rencana aksi.
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, semestinya Pinangki mendapatkan hukuman yang berat.
Sebab, Pinangki merupakan penegak hukum dan terbukti bersalah melakukan tiga tindak pidana sekaligus berdasarkan putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
"Lebih miris lagi, terdakwa menjalankan praktik korupsi guna membantu buron (kasus) korupsi yang sedang dicari oleh Kejaksaan Agung, Djoko S Tjandra," ujar Kurnia.
"Bagi ICW, seluruh penanganan korupsi suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat Pinangki hanya dagelan semata," tutur dia.
Hal senada diungkapkan, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Ia membandingkan hukuman Pinangki dengan perantara suap Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra sebagai pemberi suap.
Boyamin menjelaskan, dalam konteks hukum di Indonesia, penerima suap semestinya mendapatkan hukuman lebih berat dibandingkan dengan pemberi suap dan perantara.
"Ini mestinya jadi alasan kejaksaan mengajukan kasasi. Karena tidak mungkin jadi terbalik ketika vonis penjaranya terjadi perbedaan dan yang menerima suap lebih rendah," ucap Boyamin.
Hukuman Pinangki juga tidak berbeda jauh dengan vonis terhadap Djoko Tjandra.
Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara berikut denda Rp 100 juta subsider enam bulan penjara.