LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Banyak tradisi yang dibuat suatu daerah jelang bulan suci Ramadan 1443 Hijriah.
Salah satunya yang ada di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Masyarakat di sini masih kental akan napas Islam dan tradisi budaya Melayu punya cara sendiri dalam menyambut datangnya bulan suci umat Islam ini.
Salah satunya menggelar tradisi Haul Jamak.
Tradisi yang turun temurun ini terus dilestarikan sampai saat ini.
Tradisi ini dilakukan di bulan Sya'ban atau menjelang bulan suci Ramadhan.
Tahun ini pun, masyarakat tidak melewatkan tradisi doa bersama ini.
Baca juga: Ketua TP PKK Lingga Ajak IPB Kembangkan Pengolahan Rumput Laut
Baca juga: Batam Sambut Ramadan 1443 H dengan Ceria, Nihil Kasus Baru Covid-19 Hingga Sabtu (2/4)
Mereka mendoakan para arwah atau orang yang telah meninggal dunia, untuk senantiasa selamat dari api neraka dan selamat dari hal lainnya, dengan masuknya bulan suci Ramadhan.
Semua wilayah dari tiap surau atau masjid yang ada di kampung, desa/kelurahan, kecamatan, hingga dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga.
Tiap-tiap masjid atau surau di Kabupaten Lingga secara bergantian merayakan tradisi ini.
Biasanya tradisi ini dilakukan sesuai dengan hari yang ditentukan oleh para tokoh agama di masing-masing kampung, desa/kelurahan, hingga Kecamatan.
Tradisi ini dengan melakukan doa bersama, untuk mendoakan kebaikan bagi para pahlawan, tokoh agama, kerabat, orang tua, serta para pendahulu mereka.
Salah satunya di Surah Al-Istiqomah Kampung Suak Rasau, Desa Sungai Buluh, Kecamatan Singkep Barat, yang melakukan tradisi ini dengan khidmat.
Berbagai para tokoh agama, ulama yang berada di Desa Sungai Buluh berkumpul di sana.
Salah satu tokoh yang saat itu memimpin tahlil dan doa, diikuti para jamaah.
Puluhan jamaah mulai dari anak-anak hingga orang dewasa berkumpul bersama di surau itu layaknya keluarga.
Semuanya merupakan kaum laki-laki.
Suasana hening dan tenang, terlihat jelas muncul kekhusukan pembacaan doa oleh tokoh agama.
Masing-masing jamaah pun terlihat khusuk mengikuti tahlilan, dengan mata terpejam sembari membaca ayat yang terucap.
Baca juga: Tata Cara dan Niat Sholat Tarawih di Bulan Ramadan Lengkap dengan Doa Kamilin
Baca juga: Isi Acara Ramadan, Ayu Ting Ting Heran Lebih Laku jadi Komedian ketimbang Biduan
Sisi menariknya setelah itu, warga mengakhiri tradisi ini dengan makan bersama.
Usai doa dipanjatkan, hidangan menjadi jamuan bagi siapa saja yang datang.
Seperti acara syukuran, saling berbagi dan melengkapi antara yang satu dengan yang lain.
Tidak seperti biasanya, makan bersama ini juga menyimbolkan kebudayaan Melayu yang kental di tengah-tengah mereka.
Bukan dengan prasmanan, tetapi disajikan dalam bentuk Talam sehidang.
Satu hidangan diisi oleh empat hingga lima jamaah.
Makan bersama di masjid ini merupakan makanan yang dibawa oleh masing-masing kepala keluarga dari rumah.
Mereka menyiapkan masakan terbaik, sesuai kemampuan yang bisa dihidangkan.
Hidangan melayu cukup khas. Tidak ada yang tinggi dan rendah.
Siapapun dia, apapun kedudukannya semua sama rata dan sama rasa saat makan bersama ini.
Duduk bersila dengan hidangan yang tersedia.
Biasanya satu rumah menyediakan satu hidangan untuk diantar ke masjid dan surau dilingkungan masing-masing.
Lengkap dengan nasi, ayam aneka resep, ikan gulai pedas, sayur, air putih dan manis serta buah-buahan pencuci mulut ataupun lauk pauk lainnya.
Mereka menyiapkan hidangan tersebut dengan suka rela, tanpa perasaan yang terbebani.
Baca juga: Hasil Sidang Isbat Kemenag Penetapan 1 Ramadan 1443 H Jatuh Pada Minggu 3 April 2022
Baca juga: Jelang Ramadan, Pertamina Pastikan Stok BBM, LPG dan Avtur Aman
Hidangan ini adalah ungkapan terimakasih kepada tetamu atau jamaah yang sudah datang dari dan ikut serta memberi doa.
Meskipun tidak ditetapkan, ataupun tidak diwajibkan, uniknya rasa berbagi inipun masih melekat dalam pribadi orang-orang melayu di Lingga.
Kaum perempuan memasak hidangan di masing-masing rumah, kemudian mengantar kesurau lengkap dengan talam sebagai penampang ditutup tudung saji yang berbentuk kerucut.
Talam berbentuk bulat itu berisikan lauk pauk, yang ditutup dengan tudung saji pandan dan dilapisi kain penutup berwarna warni.
Dilengkapi talam kecil atau disebut cipe oleh masyarakat di sini, yang berisikan air minum dan cuci tangan.
Kehangatan suasana pun mulai terasa saat makan bersama berlangsung.
Saling mengobrol antar sesama menjadi makan bersama ini penuh makna.
Tradisi ini memang sangat tinggi mengandung nilai kekeluargaan untuk mempererat silaturahmi.
Tradisi Haul Jamak ini diperjelaskan lagi oleh Pemerhati Sejarah dan Budaya Lingga, Lazuardy.
Bahkan, tradisi Haul Jamak masuk Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, yang ditetapkan oleh Kemendikbud.
Baca juga: BMKG Ungkap Kondisi Hilal Jelang Ramadan saat Dipantau dari Batam
Baca juga: H-1 Jelang Ramadan Harga Daging Sapi Segar Rp 165.000 per Kilogram
"Haul Jamak ini merupakan bentuk bagaimana kita mengirimkan doa kepada arwah dan berbagi rezeki sebagai ucapan terima kasih," kata Lazuardy kepada TribunBatam.id, Sabtu (2/3/2022).
Dia menjelaskan, itu juga merupakan bentuk sedekah kepada orang-orang kampung yang diundang ke masjid, untuk makan bersama.
"Jadi Tradisi Haul Jamak ini memang sudah sangat kental oleh masyarakat di Kabupaten Lingga ini," ucapnya.
Saat pulang, para jamaah tampak saling bersamaan sembari mengucapkan rasa terima kasihnya.(TribunBatam.id/Febriyuanda)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google
Berita Tentang Tradisi Sambut Ramadhan