BATAM, TRIBUNBATAM.id - Niat Sukardi untuk memiliki tempat tinggal sederhana namun layak di Batam untuk keluarga kecilnya masih sebatas angan.
Kaveling seluas 8x12 meter milik PT Prima Makmur Batam (PMB) yang kini bermasalah hukum belum bisa ia tempati sampai sekarang.
Hampir dua tahun Sukardi yang hanya bekerja sebagai kuli serabutan di Batam bersama sejumlah pembeli kaveling lainnya berharap keadilan berpihak pada mereka.
Saat ini Sukardi masih tinggal di Batam dengan bangunan semi permanen sederhana.
Pikirannya berkecamuk. Ia tak ingin anaknya saat besar nanti tak memiliki rumah yang layak.
Baca juga: Korban Kaveling Bodong PT PMB Batam Ingin Lapor KPK, Kecewa Nasib tak Jelas
Apalagi saat ini istrinya sedang mengandung buah cinta mereka.
"Saat ini kondisinya lagi tak kerja, anak sudah mau dia. Istri hamil tujuh bulan. Mau makan anak istri saja payah. Saya cuma ingin punya rumah sendiri, eh, malah ketipu," ucap pria 35 tahun ini kepada TribunBatam.id.
Dari balik telepon, Sukardi masih ingat bujuk rayu orang perusahaan meyakinkannya untuk mengambil satu unit kaveling yang kini bermasalah hukum.
Apalagi saat itu PT PMB menyertakan logo Badan Pengusahaan (BP) Batam di Site Plan milik mereka.
Otomatis, keyakinan Sukardi dan konsumen lainnya semakin meningkat.
Tak mungkin rasanya, logo tertera tanpa seizin sang pemilik.
Ia hanya berharap, nasibnya bersama ribuan konsumen lain bisa diperjuangkan oleh Pemerintah Kota Batam.
Tujuan konsumen tak ada yang lain, uang kembali atau lahan yang sudah ada (digarap) bisa digunakan.
Bukan tanpa alasan, uang yang sudah disetor ke PT. PMB tak sedikit. Ada yang Rp 15 juta, ada pula yang sudah setor Rp 40 juta.
"Kami ini korban, semoga hati nurani pemerintah terketuk untuk memberikan perhatian kepada kami," kata Sukardi lagi.
Baca juga: Korban Kaveling Bodong PT PMB Datangi Gedung DPRD Batam, Ini Tuntutan Mereka
Sukardi mengakui jika dirinya tertipu.
Tapi apa daya, nasi telah menjadi bubur. Harapan tinggal harapan, berharap uang yang sudah disetor kembali.
Mau meminta pertanggungjawaban pihak perusahaan, dua petingginya pun sudah berada di balik jeruji besi.
Mereka adalah Ramudah alias Ayang dan Zazli yang bertindak sebagai direktur serta komisaris PT PMB.
Tak hanya Sukardi, Petrus, konsumen lain juga merasakan hal serupa.
Uangnya sebesar Rp 20 juta raib setelah petinggi PT PMB divonis bersalah.
Tak tahu harus mengadu kemana, Petrus berharap, upaya pemulihan hak konsumen yang tengah diperjuangkan mereka bisa berhasil.
"Mengenai tanah itu hutan lindung atau tidak, kami tidak tahu. Mereka datang meyakinkan kami bahwa lahan itu milik perusahaan," tegasnya saat diwawancarai TribunBatam.id.
Baca juga: Kasus Kaveling Bodong di Batam, Konsumen Cari Direktur PT PMB Tuntut Ganti Rugi
Kini, Petrus serta ribuan konsumen lainnya masih menunggu langkah DPRD Batam untuk memperjuangkan mereka.
Terakhir, Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kasus ini terpaksa ditunda.
Alasannya, BP Batam dan perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Batam tak hadir.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia sebelumnye memang memeri atensi serius terhadap kasus kaveling bodong di Batam.
Dari laporan yang mereka terima dan sudah diproses, terdapat tiga perusahaan yang sudah ditangani oleh KLHK.
Ketiganya adalah PT. PMB, PT. Kayla Alam Sentosa (KAS), dan PT. Alif Mulia Jaya Batam.(TribunBatam.id/Ichwan Nur Fadillah)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google