BATAM, TRIBUNBATAM.id - Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai, portofolio investasi di pasar modal perlu terus dilakukan 'rebalancing'.
Pasalnya, dalam satu periode, portofolio yang telah disusun investor komposisinya dapat berubah karena nilai instrumen yang bergerak dinamis seiring waktu.
"Ketika seseorang berinvestasi, seringkali tiap aset memiliki tingkat pertumbuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, hal ini mengakibatkan komposisi aset-aset penyusun portofolio menjadi berubah, sehingga tidak sesuai dengan yang apa yang awalnya diharapkan," tulis Tim dari BEI melalui siaran persnya, Selasa (20/12/2022).
Istilah portofolio dalam investasi mungkin tidak asing bagi sebagian besar masyarakat.
Kedua hal ini saling berkaitan dan memiliki peran penting dalam dunia pasar modal.
Portofolio investasi adalah kumpulan aset yang bisa berupa berbagai jenis aset seperti saham, obligasi atau surat utang negara, reksa dana, uang tunai, atau jenis investasi lainnya.
Berdasarkan kepemilikan, portofolio investasi bisa dimiliki oleh individu, lembaga keuangan, perusahaan, atau manajer investasi.
Di dalam portofolio investasi bisa terdapat portofolio investasi yang lebih kecil, jika seorang investor berinvestasi ke banyak jenis instrumen dengan karakter yang berbeda-beda.
Baca juga: bright PLN Batam Gelar Gala Dinner, Undang 300 Wakil Pelanggan Bisnis Tegangan Menengah
Portofolio dibuat untuk menetapkan tujuan investasi dan menyesuaikan antara profil risiko investor, dengan jangka waktu investasi dan hasil investasi yang diharapkan.
Contohnya, seorang investor merencanakan berinvestasi dalam jangka waktu lima tahun dengan tujuan untuk biaya sekolah anak.
Bagi hasil yang diharapkan sebesar 50 persen selama lima tahun, sehingga nilai uang yang dialokasikan akan cukup untuk kebutuhan yang direncanakan, termasuk memperhitungkan angka inflasi biaya pendidikan di masa datang.
Berdasarkan hasil diskusi dengan penasihat investasi di perusahaan sekuritas tempat investor membuka rekening, individu tersebut disarankan untuk mendistribusikan dana sebesar 70 persen pada instrumen saham, 20 persen pada surat utang negara dan obligasi korporasi, selebihnya 10 persen ditempatkan di deposito.
Jika investor tersebut menempatkan senilai Rp 100 juta di awal tahun, sebesar Rp 70 juta akan dialokasikan untuk saham, kemudian sebesar Rp 20 juta dialokasikan pada obligasi, dan selebihnya sebesar Rp 10 juta ditempatkan pada rekening deposito bank.
Kemudian, seiring berjalannya waktu, terjadi kenaikan harga pada instrumen obligasi dan saham yang menyebabkan perubahan pada nilai investasi.
Misalnya, 70 persen saham yang ada di portofolio harganya naik menjadi Rp 80 juta, sedangkan nilai obligasi dan surat utang menjadi Rp 30 juta dan di deposito tetap Rp 10 juta.
Sehingga komposisinya berubah menjadi saham 66,6 persen, obligasi dan surat utang 25 persen, serta deposito 8,3 persen.
"Agar portofolio kembali ke komposisi semula, maka posisi masing-masing instrumen harus dikembalikan ke rasio awal, yaitu sebesar 70:20:10," jelas Tim BEI.
Hal ini bisa dilakukan dengan cara menjual obligasi dan atau surat utang dan menambahkan dana investasi ke saham dan deposito yang nilainya berkurang.
Dengan demikian, portofolio investasi akan kembali sesuai dengan perencanaan di awal investasi.
Menurut BEI, secara umum, akhir tahun adalah waktu yang tepat untuk melakukan rebalancing portofolio.
Dengan begitu, komposisi portofolio investasi sudah bisa kembali seimbang seperti di awal tahun.
Rebalancing portofolio ini juga bisa dilakukan dalam periode waktu yang lebih singkat, misalnya setiap semester atau setiap kuartal dalam tahun berjalan.
Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah agar jika terjadi penurunan harga salah satu instrumen, tidak terlalu berpengaruh terhadap komposisi portofolio yang telah disusun sesuai tujuan investasi. (TRIBUNBATAM.id/Hening Sekar Utami)