LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Daik, ibu kota Kabupaten Lingga di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memiliki sejumlah tempat wisata yang tak lekang oleh waktu.
Tempat wisata ini juga kerap dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Itu karena nilai sejarah yang melekat padanya, terutama sejarah di masa Kerajaan Riau Lingga.
Berbagai cagar budaya dan bangunan lama, masih bisa kita temui di Daik saat ini.
Tidak hanya itu, makam para sultan juga dimakamkan di Negeri Bunda Tanah Melayu yang menjadi tempat kunjungan ziarah bagi wisatawan.
Salah satunya Makam Merah yang berada di kompleks Dinas Kebudayaan dan juga Museum Linggam Cahaya, Daik.
Makam ini menjadi salah satu tempat yang didatangi wisatawan saat berwisata ke Lingga, untuk menilik dan menelusuri wisata sejarah.
Sekadar informasi, kompleks Makam Merah ini terbilang luas, dengan dilapisi cat unik warna merah di tiang, keramik, maupun pagarnya.
Pemerhati Sejarah dan Budaya Lingga, Lazuardy menjelaskan, bahwa Makam Merah merupakan sebutan lain dari makam Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi yang Dipertuan Muda Riau X, yang memimpin pada 1858 hingga 1899.
"Beliau adalah Yang Dipertuan Muda terakhir dari Kerajaan Melayu Riau-Lingga," kata Lazuardy kepada TribunBatam.id, baru-baru ini.
Baca juga: Museum Linggam Cahaya hingga Makam Merah, Ini Deretan Tempat Wisata Wajib Dikunjungi Jika ke Lingga
Lazuardy menjelaskan, sebutan Makam Merah ini karena sejak dulu hingga sampai saat ini, lantai selasar dan bangunan atap makam semuanya berwarna merah.
Warna merah yang khas dari makam ini menjadi daya tarik sendiri bagi pengunjung dari dalam daerah, maupun luar daerah.
Wisatawan asing asal Malaysia juga menjadikan tempat ini sebagai pilihan wisata sejarah yang tak dilewatkan.
Sampai hari ini Rabu (18/1/2023), wisatawan asal Terengganu Malaysia sebanyak 22 Orang tiba di Kabupaten Lingga.
"Besok Kamis (19/1/2023), mereka akan menjadwalkan untuk singgah ke Makam Merah. Hari ini sudah sampai di Masjid Jami' Sultan Lingga," kata Lazuardi.
Makam Merah ini pun sering diziarahi oleh pimpinan daerah mulai Bupati dan Wakil Bupati Lingga, hingga Gubernur Kepri.
Pejabat besar yang berkunjung Lingga juga sering melakukan ziarah ke makam ini, selain ke Makam Sultan Mahmud Ri'ayat Syah.
Lazuardy menjelaskan, Raja Muhammad Muhammad Yusuf Al-Ahmadi selain Yang Dipertuan Muda, beliau juga mangkat atau meninggal di Daik Lingga.
Lazuardy menjelaskan, pembangunan Makam Merah oleh anak beliau yang merupakan Sultan terakhir Riau-Lingga, yakni Sultan Abdurrahman Muazamsyah.
"Di luar tembok makam ini juga ada makam Encik Ismail, yaitu orang yang mengurus rumah tangga di Istana. Jadi baik buruk Istana juga, dia punya peran penting.
Kan ada juga makam-makam yang punya kedekatan dengan Raja Muhammad Yusuf, sehingga beliau (Encik Ismail) dibenarkan dimakamkan satu kompleks dengan Tuan Muda ini," jelas pria 53 tahun ini.
Lazuardy menambahkan, selain Raja Muhammad Yusuf jadi Yang Dipertuan Muda, beliau juga merupakan seorang ulama dan beliau juga membangun Istana Robat.
"Dan semasa beliau dan istrinya (Tengku Embung Fatimah) juga membangun Istana Damnah pada tahun 1890, pada pemerintahannya Badrul Alamsyah II (1857-1883)," tuturnya.
Kompleks Makam Merah ini juga berdekatan dengan Dinas Kebudayaan Lingga dan Museum Linggam Cahaya.
Di kompleks ini, pengunjung juga bisa melihat Gunung Daik dengan jelas.
Baca juga: Wisata Sejarah Makam Merah di Lingga, Wisatawan juga Bisa Lihat Gunung Daik dari Sini
Plt Kepala Dinas Pariwisata Kepri Raja Heri Mokhrizal mengatakan, Makam Merah perlu dijaga sebagai objek wisata sejarah pada Kawasan Strategis Pariwisata di Kabupaten Lingga.
"Karena selain alam, dan kuliner, banyak juga orang yang tertarik datang ke sebuah daerah itu karena sejarahnya," kata Heri.
Ia berharap semakin banyak wisatawan yang datang ke Lingga dan memiliki pengalaman berharga setelah mendatangi tempat-tempat bersejarah di sana.
"Setelah datang, jangan lupa sampaikan ke kerabat lainnya kalau di Lingga, Kepri ini ada wisata sejarah yang layak untuk dikunjungi. Jadi wisatawan yang datang juga lebih banyak lagi," ujarnya.
Akses Mudah Dijangkau
Akses menuju wisata ini sangat mudah dijangkau, karena berada di tengah-tengah Ibu kKota Daik Lingga.
Cukup dengan waktu 5 hingga 7 menit, dari Pelabuhan Tanjung Buton Daik, pengunjung sudah bisa sampai ke lokasi ini.
Wisatawan tidak akan sulit menemukan hotel atau penginapan, karena hampir di kiri kanan jalan raya terlihat beberapa hotel, sesuai dengan keinginan pengunjung.
Harganya pun bervariasi, mulai paling murah Rp 80 ribu hingga Rp 300 ribu ke atas.
Untuk wisatawan dari luar, dari Batam dan Tanjungpinang untuk menuju Kabupaten Lingga, bisa menggunakan transportasi laut dari pelabuhan.
Untuk wilayah Batam, penumpang bisa melewati akses di Pelabuhan Telaga Punggur, dengan kapal Ferry Batam ke Lingga berangkat setiap pukul 10.30 WIB.
Perjalanan menggunakan Kapal Ferry itu, para penumpang dikenakan biaya tiket sekitar Rp hingga Rp 296 ribu ditambah boarding pass Rp 10 ribu.
Untuk para pengunjung yang mau berhemat, bisa menggunakan Kapal Roro di Pelabuhan Telaga Punggur dengan biaya tiket hanya Rp 85 ribu ditambah boarding pass Rp 10 ribu.
Para penumpang yang dari Batam akan tiba di Pelabuhan Jagoh sekira 4 hingga 5 jam perjalanan.
Namun harus turun ke dermaga terlebih dahulu, untuk menggunakan kapal dari Tanjungpinang yang berada di lokasi yang sama, untuk berangkat langsung menuju Ibukota Daik. Pengunjung juga bisa menggunakan angkutan Speedboat yang ada di sana.
Pengunjung juga bisa langsung mengambil rute dari Pelabuhan Punggur ke Pelabuhan Sungai Tenam di Lingga. Namun harus menempuh perjalanan darat ke Ibukota, dengan memakan waktu lebih kurang 40 menit.
Sementara, untuk penumpang dari Kota Tanjungpinang bisa melewati akses dari Pelabuhan Sri Bintan Pura yang menggunakan kapal Ferry yang berangkat setiap harinya.
Ada dua kapal Ferry dengan tujuan Lingga yang berangkat pada pukul 11.00 WIB dan 11.30 WIB.
Untuk ongkos Ferry dari Tanjungpinang, penumpang bisa menyiapkan biaya tiket Rp 216 ribu.
Selain itu, penumpang juga bisa menggunakan akses dari Pelabuhan Roro Dompak, sesuai jadwal.
Biasanya dengan tarif tiket per orang Rp 66 ribu. (TribunBatam.id/Febriyuanda)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google